Pendahuluan : Ketebalan makula penting bagi penilaian visus sentral. Ketebalan lapisan serabut saraf retina sirkumpapil (SSR) merupakan salah satu penilaian diagnosis dan progresifitas glaukoma. Korelasi antara ketebalan makula dengan ketebalan laisan serabut saraf retina sirkumpapil pada glaukoma sudut tertutup kronis derajat sedang dan berat belum didapatkan data. Tujuan : Menganalisis korelasi antara ketebalan lapisan serabut saraf retina sirkumpapil dengan ketebalan makula pada glaukoma primer sudut tertutup kronis derajat sedang dan berat. Material dan Metode : Penilitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan belah lintang. Dilakukan dibagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP dr. Kariadi Semarang dengan 22 sampel kelompok sedang (Mean devisiasi 12 db). Ketebalan SSR dan makula diperiksa dengan ocular coherence tomography (OCT). Uji korelasi dilakukan untuk menilai korelasi ketebalan rata-rata SSR dengan ketebalan rata-rata makula dan korelasi ketebalan segmental SSR dengan ketebalan segmental makula. Hasil penelitian : Korelasi ketebalan rata-rata SSR dengan ketebalan rata-rata makula pada kelompok sedang p:0,025, r:0,486 (p
Latar belakang : Prostaglandin analog (PGA) merupakan obat antiglaukoma lini pertama. Prostaglandin analog berpotensi menurunkan tekanan intra okuler sebesar 25-32%. Selain harga yang cukup mahal, efek samping yang ditimbulkan membuat sebagian pasien tidak nyaman. Penetesan obat setiap hari mempengaruhi produktivitas pasien terganggu dan mengingatkan pasien akan penyakitnya. Peningkatan tekanan intraokuler dalam waktu lama pada glaukoma menyebabkan perubahan struktur pada trabecular meshwork, yaitu berkurangnya jumlah trabeculae, menyempitnya ruang antar trabecular, kerusakan sel endotel, penumpukan pigmen melanin, debris dan sel radang pada stroma dan endotel trabecular meshwork. Setelah tindakan operatif yang berhasil membuka sudut, trabecular meshwork posterior dapat terlihat, sehingga SLT dapat dilakukan. Selective laser trabeculoplasty menstimulasi perbaikan jaringan trabecular meshwork kemudian meningkatkan outflow humor aquos. Selective laser trabeculoplasty dapat menurunkan tekanan intra okuler 25-30% pada glaukoma sudut terbuka primer. Tujuan : Membandingkan dan menganalisis penurunan tekanan intra okuler pasca SLT dibandingkan dengan PGA pada glaukoma sudut tertutup primer yang telah dilakukan tindakan operatif. Metode : Penelitian observasional dengan desain cohort perspektif dengan 34 subjek pasien glaukoma sudut tertutup primer yang telah menjalani tindakan operatif dengan tekanan intra okuler 21-30 mmHg di klinik rawat jalan RSUP dr. Kariadi Semarang bulan September 2015-Juni 2016. Pemilihan subjek dengan consecutive sampling. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok yang mendapatkan tindakan SLT dan kelompok yang mendapatkan terapi PGA. Tekanan intra okuler diukur sebelum tindakan, 2 minggu, 4 minggu dan 6 minggu pasca tindakan. Uji beda dilakukan dengan Uji t-tidak berpasangan. Perbedaan bermakna apabila p
Buku ini mengungkapkan secara komperhensif mengenai kesehatan gigi dan mulut, Adapun materi yang disajikannya adalah, tentang gigi, kedokteran gigi umum, perawatan kesehatan gusi dan jaringan pendukung gigi, kedokteran gigi anak, pencabutan gigi, perawatan syaraf dan penambalan gigi, memperbaiki susunan gigi: kawat gigi dan gigi palsu dan diakhiri dengan membahas topik kebiasaan butuk seputar gigi dan mulut.
Latar belakang : Kelainan pada retina merupakan salah satu kondisi yang dapat menyebabkan kebutaan. Salah satu terapinya adalah pembedahan disertai penggunaan tamponade agent silicone oil, komplikasi penggunaan silicone oil adalah peningkatan tekanan intraokuler, dimana pada kondisi ini direkomendasikan untuk dilakukan evakuasi silicone oil. Pada beberapa kasusu evakuasi silicone oil tidak dapat menurunkan tekanan intraokuler. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi tekanan intraokuler pasca silicone oil diantaranya status lensa, status, volume dan durasi tamponade silicone oil. Tujuan : Mengetahui perbedaan tekanan intraokuler pasca evakuasi silicone oil berdasarkan status lensa, status, volume dan durasi tamponade silicone oil. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan design cross sectional. Sampel sebanyak 25 mata diambil dengan metode consecutive sampling. Hasil : Subjek pada penelitian ini adalah 56% berjenis kelamin laki-laki, 44% perempuan. Peningkatan tekanan intraokuler pasca evakuasi silicone oil terjadi pada 44% mata. Diagnosis pasien 42% rhegmatogen retinal detachement dan 58% tractional retinal detachement. Pada analisis bivariat status lensa dengan tekanan intraokuler pasca evakuasi silicone oil didapatkan nilai p=0,904. pada analisis bivariat silicone oil anterior chamber dengan tekanan intraokuler pasca evakuasi silicone oil didaptkan nilai p=0,023, pada analisis bivariat volume silicone oil dengan tekanan intraokuler pasca evakuasi silicone oil didaptkan nilai p=0,735, pada analisis bivariat durasi tamponade silicone oil dengan tekanan intraokuler pasca evakuasi silicone oil didapatkan nilai p
Pendahuluan : Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik ditandai dengan hiperglikemia, salah satu komplikasinya adalah retinopati diabetika proliferatif (PDR) high risk. Hiperglikemia kronis mengakibatkan stress oksidatif, penebalan membrane basalis dan sel pembuluh darah. Hal ini mengakibatkan iskemia dan hipoksia retina yang memicu terbentuknya Vascular Endothelial Growth Factor VEGF A, VEGF B, VEGF C, VEGF D, Placenta Growth Factor (PIGF). Placenta Growth Factor (PIGF) memiliki sifat angiogenik yang mampu menginduksi pertumbuhan dan migrasi sel-sel endotel. Sehingga dapat menyebabkan penurunan visus. Tatalaksana retinopati diabetika proliferatif antara lain pengendalian gula darah, lasert foto koagulasi, injeksi intravitrel anti VEGF (Aflibercept dan Bevacizumab) dan vitrektomi. Tujuan : Untuk membuktikan adanya perbedaan kadar Placenta Growth Factor (PIGF) vitreus setelah pemberian Aflibercept dan Bevacizumab penderita retinopati diabetika proliferatif. Material dan Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan secara cross sectional two group post test only. Dilakukan di bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RSND, dengan 12 sampel kelompok injeksi intravitreal Aflibercept dan 12 sampel Bevacizumab. Sampel cairan vitreus diperoleh saat operasi vitrektomi 4-7 hari setelah injeksi intravitreal. Kemudian sampel diperiksa dengan metode ELISA di laboratorium GAKI untuk diperiksa kadar PIGF. Normalitas distribusi diuji dengan Saphiro - wilk, homogenitas varian dengan uji levene. Selanjutnya diuji dengan uji t dan Mann-Whitney sebagai pengganti uji t. Perbedaan dianggap bermakna jika p