Artikel : (1) Pengaruh ekstrak pegagan (Centella asiatica) terhadap.../ Syafira Hanum, Mochammad Aris W., Masruroh Rahahyu (2) Ekstrak daging putih semangka (citurulus vulgaris) menurunkan kolesterol total.../ Fany Lairin D, Diana Lyrawati, Setyawati Soeharto (3) Pengaruh pemberian propolis..../ Ria Damayanti, Loeki E Fitri, Mochammad Dalhar
Latar belakang : Masalah tonsilitis kronik sering dijumpai pada anak. Gejala klinik yang muncul berdampak negatif sehingga menurunkan kualitas hidup. Radikal bebas berperan dalam tonsilitis kronik. Potensi kerusakan radikal bebas dibatasi antioksidan. Tujuan : Membuktikan vitamin C menurunkan kadar peroksidasi lipid, memperbaiki gejala klinik dan kualitas hidup penderita tonsilitis kronik. Material dan Metode : Penelitian Randomized Controlled Trial dengan simple random sampling. Penilaian kadar peroksidasi lipid, gejala klinik dan kualitas hidup dilakukan sebelum dan sesudah pemberian vitamin C. Subjek penelitian adalah penderita tonsilitis kronik yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil : Total 51 penderita, 10 drop out dan 41 dianalisis. Kadar peroksidasi lipid pasca terapi kelompok vitamin C (3,41 (0,53-4,65)) tidak berbeda bermakna dibandingkan pra terapi (3,43 (0,39-4,16)) (p=0,237). Skor total gekala klinik dibandingkan paska terapi kelompok vitamin C (14,76+4,43) lebih rendah dibanding pra terapi (20,38+5,25) (p=0,000). Skor total kualitas hidup pasca terapi kelompok vitamin C (65 (52-79)) lebih rendah dibandingkan pra terapi (78 (57-88)) (p=0,000). Kesimpulan : Kadar peroksidasi lipid yang diberikan vitamin C tidak berbeda bermakna dibandingkan tanpa diberikan vitamin C (p=0,237). Gejala klinik dan kualitas hidup yang diberikan vitamin C lebih baik dibandingkan tanpa diberikan vitamin C. Kata kunci : tonsilitis kronis, kadar peroksidasi lipid, gejala klinik, kualitas hidup
Latar belakang : Otoksitosis dapat terjadi pada pasien MDR-TB yang mendapat terapi kanamisin. Pemeriksaan audiometri frekuensi tinggi dapat mendeteksi kurang pendengaran ototoksik. N-acetylcystein (NAC) sebagai antioksidan diharapkan dapat mencegah ototoksik akibat kanamisin. Faktor yang diduga dapat mempengaruhi ototoksik adalah usia, jenis kelamin dan dosis kanamisin. Tujuan : Membuktikan pengaruh NAC terhadap kurang pendengaran ototoksik pada pasien MDR-TB yang mendapat terapi kanamisin. Membuktikan faktor usia, jenis kelamin, dan dosis kanamisisn berpengaruh terhadap otottoksik akibat kanamisin. Metode : Penelitian randomized control sampling (RCT) 28 pasien MDR-TB yang memenuhi kriteria inklusi. Terdiri dari dua kelompok, 14 pasien MDR-TB yang mendapat NAC dan 14 pasien MDR-TB tidak mendapat NAC. Evaluasi dilakukan pemeriksaan audiometri saat baselin, bulan I dan II pemberian kanamisin. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji chi-square. Hasil : NAC tidak berpengaruh terhadap kurang pendengaran ototoksik pada pasien MDR-TB yang mendapat terapi kanamisin pada bulan I (p=0,705) maupun bulan II (p=1,000). Jenis kelamin berpengaruh terhadap kurang pendengaran ototoksik akibat kanamisin (p=0,019; CI : 0,224-4,468). Usia dan dosis kanamisin tidak berpengaruh terhadap kurang pendengaran ototoksik akibat kanamisin (p=0,698 dan p=0,418). Simpulan : NAC, faktor usia dan dosis kanamisin tidak berpengaruh terhadap kurang pendengaran ototoksik akibat kanamisin. Jenis kelamin berpengaruh terhadap kurang pendengaran ototoksik. Kata kunci : kurang pendengaran ototoksik, NAC, kanamisin
Latar belakang : Gangguan pendengaran yang terjadi pada penderita otitis media supuratif kronik (OMSK) umumnya kurang pendengaran konduktif. Beberapa pasien terdapat keterlibatan komponen sensorineural. Kejadian mixed hearing loss (MHL) pada penderita OMSK dapat disebabkan banyak faktor seperti lama sakit, adanya kolesteatoma, letak dan luas perforasi membran timpani, jenis kuman serta adanya alergi pada OMSK yang dapat mempengaruhi kerusakan pada telinga dalam. Tujuan : Menganalisis pengaruh lama sakit, adanya kolesteatoma, letak dan luas perforasi membran timpani, jenis kuman, alergi terhadap kejadian MHL pada penderita OMSK. Metode : Penelitian analitik observasional dengan desain kasus kontrol di RSUP Dr. KAriadi Semarang pada bulan Juni-Agustus 2016. Subyek penelitian 68 penderita yang terdiri dari 2 kelompok. Kelompok kasus adalah penderita OMSk dengan MHL (n=34) dan kelompok kontrol merupakan penderita OMSK dengan hasil audiometri non MHL (n=34). Dilakukan anamnesis lama sakit, pemeriksaan fisik otoskopi, multislice computed tomograpgy scan (MSCT Scan), kultur discharge telinga, serta prick test. Data dianalisis dengan uji chi-square. Hasil : Lama sakit berpengaruh terhadap kejadian MHL (p0,05). Letak peforasi tidak berpengaruh terhadap kejadian MHL (p>0,05). Luas perforasi berpengaruh terhadap kejadian MHL (p