Latar Belakang: Hasil pengobatan skizofenia menunjukkan sebanyak 85% mengalami penurunan fungsi. Remisi klinis tidak selalu mengarah pada pemulihan fungsi. Defisiensi folat diidentifikasi sebagai salah satu faktor risiko skizofrenia. Tujuan: Mengetahui manfaat ajuvan asam folat dalam memperbaiki fungsi personal dan sosial pasien skizofrenia kronis. Metode: Penelitian eksperimental dengan desain double blind - randomized controlled trial, pre post test design. Sampel penelitian dipilih secara non – probability, consecutive sampling. Subjek dibagi dalam 2 kelompok, kelompok perlakuan dan kontrol. Perlakuan dengan ajuvan asam folat 2 mg / hari selama 4 minggu. Anti psikotik yang digunakan tidak sama. PSP diukur sebelum dan sesudah perlakuan. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner sosiodemografi dan kuesioner wawancara terstruktur Personal and Social Performance Scale versi Indonesia. Hasil: Terdapat 66 subjek yang memenuhi kriteria inklusi, 2 diantaranya Drop Out karena kejang dan SNM. Uji komparatif karakteristik demografik kelompok perlakuan dan kelompok kontrol tidak ada perbedaan bermakna. Terdapat peningkatan skor PSP yang bermakna secara statistik p
Latar Belakang : Sejak tahun 2015-2019 terdapat 141 orang meninggal dunia akibat bunuh diri di Kabupaten Grobogan, dan kecamatan Purwodadi menduduki peringkat ketiga terbanyak setelah Kecamatan Gabus dan Kecamatan Wirosari dimana sebagian besar pelaku bunuh diri adalah kelompok usia produktif. Kejadian depresi sering dikaitkan sebagai faktor risiko kejadian bunuh diri. Depresi merupakan salah satu gangguan mood. Depresi dikarakteristikkan dengan kesedihan, hilangnya minat atau kegembiraan, perasaan bersalah atau tidak berguna, gangguan tidur atau nafsu makan, perasaan lelah, dan konsentrasi buruk. Dalam bentuk parahnya, depresi dapat mengarah pada keinginan bunuh diri. Tujuan : Mengetahui hubungan kejadian depresi dengan risiko bunuh diri pada usia produktif di Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan belah lintang. Sampel pada penelitian ini adalah warga Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan yang tergabung di Posbindu dengan menggunakan metode consecutive random sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner sosiodemografi, kuesioner BDI-II dan CSSRS. Hasil : Responden usia produktif dalam penelitian ini sebagian besar (68,6%) tidak mengalami depresi. Terdapat adanya hubungan yang bermakna antara kejadian depresi dengan risiko bunuh diri pada usia produktif di Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan dengan nilai (p=0,002). Simpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian depresi dengan risiko bunuh diri. Kata Kunci : Depresi, Bunuh Diri, Purwodadi
Latar belakang: Sepsis merupakan disfungsi organ akibat disregulasi respon tubuh terhadap infeksi yang dapat dinilai dengan skor Sequential Organ Failure Assessment (SOFA). Disfungsi miokard terjadi pada 50-64% pasien sepsis. Ventrikel kanan (Right ventricle/RV) dan tekanan pengisian ventrikel kiri (Left Ventricle Filling Pressure/LVFP) berperan penting dalam regulasi hemodinamik. Tingkat keparahan sepsis berdasarkan skor SOFA yang dihubungkan dengan hasil ekokardiografi fungsi sistolik RV dan LVFP hingga kini masih belum dilaporkan. Tujuan penelitian: Untuk mengetahui hubungan keparahan sepsis yang dinilai menggunakan skor SOFA dengan fungsi sistolik RV dan LVFP. Metode: Penelitian observasional desain belah lintang melibatkan 25 pasien sepsis yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi. Skor SOFA sebagai subjek penelitian dihitung sampai maksimal 3 kali per pasien paralel dengan pemeriksaan fungsi RV menggunakan ekokardiografi TAPSE, RVFAC, RVFWS, RV-PA coupling, dan LVFP menggunakan formula Nagueh dan kriteria ASE/EACVI 2016. Uji korelasi dilakukan antara skor SOFA dengan TAPSE, RVFAC, RVFWS, RV-PA coupling, dan LVFP. Hasil: Didapatkan 56 sampel skor SOFA dan ekokardiografi. Didapatkan korelasi yang bermakna antara skor SOFA dengan TAPSE (r=-0.44, p=0.001), RV FAC (r=-0.54, p=
Latar belakang: Embolisasi distal koroner berkontribusi terhadap tingginya kejadian kardiovaskular mayor (KKVM) pasca intervensi koroner perkutan primer (IKPP). Aspirasi trombus (AT) manual berpotensi mengurangi embolisasi distal dan memperbaiki perfusi mikrovaskular pada pasien sindroma koroner akut dengan elevasi segmen ST (SKA-EST), terutama pasien dengan badai trombus tinggi. Tujuan: Mengetahui pengaruh aspirasi trombus selektif terhadap luaran klinis pasca IKPP. Metode: Penelitian kohort retrospektif pada pasien SKA-EST dengan onset ≤12 jam dan TIMI Trombus awal grade ≥3 yang menjalani IKPP dengan aspirasi trombus selektif di RSUP Dr. Kariadi periode Januari 2016 – Desember 2019. Luaran klinis yang diobservasi adalah KKVM selama rawat inap yang terdiri dari mortalitas, syok kardiogenik, edema paru akut, aritmia, revaskularisasi ulang, dan stroke. Hasil: Sejumlah 196 pasien memenuhi kriteria, terdiri dari 96 pasien kelompok AT dan 100 pasien kelompok Non-AT. Angka keberhasilan angiografi pada kelompok AT sebesar 97,9%. Kelompok AT mengalami penurunan TIMI trombus lebih baik dibanding kelompok Non-AT (4,31 vs 4,11, p=0,012). Terdapat 15 pasien kelompok AT (15,6%) dan 20 pasien kelompok Non-AT (20%) yang mengalami KKVM pasca IKPP (RR 1,055, IK 95% 0,926-1,202, p=0,424). Pada pasien dengan TIMI Trombus awal grade 5, KKVM pada kelompok AT terjadi lebih sedikit dibanding kelompok Non-AT (13,2% vs 42,9%, p=0,01). Kesimpulan: Aspirasi trombus selektif tidak berpengaruh terhadap KKVM selama rawat inap pasca IKPP. Bila aspirasi trombus dilakukan pada pasien dengan TIMI Trombus awal grade 5, berpotensi menurunkan KKVM pasca IKPP. Kata kunci: Aspirasi trombus selektif, intervensi koroner perkutan primer, kejadian kardiovaskular mayor, sindroma koroner akut dengan elevasi segmen ST, embolisasi distal.
Latar Belakang : Pasien dengan human immunodeficiency virus (HIV) berrisiko mengalami peripheral arterial disease (PAD), dan rasio CD4+/CD8+ berhubungan dengan aterosklerosis. Nilai flow mediated dilatation (FMD) arteri brachialis dan ankle brachial index (ABI) merupakan pendanda yang sensitif untuk menilai disfungsi endotel dan PAD. Hingga saat ini, belum ada penelitian mengenai korelasi antara rasio CD4+/CD8+ dengan nilai FMD dan ABI pada pasien HIV. Metode : Penelitian analitik observasional dengan desain belah lintang pada pasien HIV. Nilai FMD arteri brachialis diperiksa menggunakan ultrasonografi B-mode, ABI dengan membandingkan tekanan darah sistolik kedua lengan dan kaki. Jumlah CD4+ nadir diperoleh dari rekam medis, sedangkan CD4+ aktual, CD8+ aktual, CD4+%, CD8+% dan rasio CD4+/CD8+ diperiksa dengan flow cytometry. Korelasi antara rasio CD4+/CD8+ dengan FMD dan ABI dianalisis dengan Pearson/ Spearman correlation. Hasil : Didapatkan 57 pasien HIV, dengan usia 31 (19-50) tahun dan rata-rata lama terdiagnosis HIV serta durasi konsumsi ARV 24 bulan, dimana 41 (71,9%) subjek mengalami penurunan nilai FMD, dan 9 (15,8%) subjek dengan ABI di bawah normal (≤0,90). Median nilai FMD adalah 5,8% dan rerata ABI adalah 0,98±0,07. CD4+% dan rasio CD4+/CD8+ berkorelasi positif dengan nilai FMD (r=0,27; p=0,04 dan rs=0,31; p=0,02). CD8+ aktual dan CD8+% berkorelasi negatif dengan nilai FMD (rs=-0,29; p=0,03 dan r=-0,32; p=0,02). Baik CD4+, CD8+ maupun rasio CD4+/CD8+ tidak berkorelasi dengan ABI. Simpulan : Pasien HIV mengalami disfungsi endotel yang ditandai dengan penurunan nilai FMD arteri brachialis. Rasio CD4+/CD8+ sebagai penanda aktivitas inflamasi kronik berkorelasi positif lemah dengan nilai FMD arteri brachialis, tetapi tidak dengan ABI. Kata Kunci : rasio CD4+/CD8+, disfungsi endotel, PAD, HIV
Latar Belakang: Dilatasi annulus trikuspid merupakan indikasi bedah perbaikan trikuspid bersamaan dengan bedah katup jantung kiri. Jarak antara komisura anteroseptal dan anteroposterior menggambarkan arah dilatasi yang dapat diperoleh pada pengukuran saat operasi. Namun demikian, potongan gambar standar ekokardiografi transtorakal dua dimensi (2D) tidak ada satupun yang memotong jarak tersebut, sedangkan sampai saat ini data mengenai pengukuran dengan ekokardiografi transtorakal tiga dimensi (3D) masih sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kesesuaian antara nilai pengukuran diameter annulus trikuspid dari pemeriksaan ekokardiografi transtorakal dan pengukuran saat operasi. Metode: Pengukuran diameter annulus tricuspid dengan ekokardiografi transtorakal dilakukan sebelum operasi pada potongan gambar parasternal right ventricle inflow (PRVI), parasternal short axis (PSAX), apical-4-chamber (A4C), dan 3D multiplanar. Pengukuran operasi dilakukan saat operasi. Kesesuaian antara pengukuran ekokardiografi dan pengukuran operasi dianalisis dengan analisis Bland-Altman dan intraclass correlation coefficient (ICC). Hasil: Diperoleh 40 subyek penelitian dan diperoleh mean difference dan SD pengukuran 2D PRVI dengan pengukuran operasi 1.35 ± 5.02 mm (limits of agreement -8.48 - 11.18 mm) dan ICC 0.89, p