Latar belakang : Visfatin, suatu protein spesifik-adiposa, mempunyai efek pada homeastasis glukosa dan regulasi metabolisme energi, yang menjadikannya sebagai kandidat yang menghubungkan antara obesitas dan resistensi insulin. Kadar visfatin di dalam plasma secara bermakna menurun pada subyek yang mengalami obesitas, resistensi insulin, dan pengidap diabetes tipe 2. Lingkar pinggang merupakan suatu refleksi jaringan adiposa viseral (obesitas sentral). Tujuan : Mengetahui hubungan antara kadar visfatin serum dengan obesitas sentral. Metode : Penelitian secara belah lintang melibatkan 80 orang responden dengan variabel terikat kadar visfatin serum dan variabel bebas status obesitas sentral. Sebagai variabel perancu jenis kelamin, umur, status glikemia, IMT, status diet dan olahraga. Hasil : Pada analisa bivariat terdapat hubungan positif bermakna dengan keeratan sedang antara status obesitas sentral dengan kadar visfatinserum (p=0,007; rho=0,543). Terdapat bukti hubungan antara kadar visfatin serum dengan variabel perancu status glikemia. Pembahasan : Status obesitas sentral yang diukur dengan menggunakan lingkar pinggang mempunyai korelasi positif bermakna sedang dengan kadar visfatin serum. Hal ini karena lingkar pinggang sebagai refleksi dari obesitas sentral/adipose viseral akan mensekresi sejumlah sitokin, salah satunya adalah visfatin, yang mempunyai efek pada homeostasis glukosa dan regulasi metabolisme energi, yang menjadikannya sebagai kandidat yang menghubungkan antara obesitas dan resistensi insulin. Simpulan : Terdapat korelasi yang bermakna antara status obesitas sentral dengan kadar visfatin serum dengan arah positif dan kekuatan sedang yang masih dipengauhi adanya variabel-variabel perancu yang belum terstandarisasi. Kata kunci : lingkar pinggang, obesitas sentral, visfatin serum
Latar belakang : Sepsis merupakan permasalahan penting dari penyakit infeksi sampai saat ini dengan mortalitas yang masih tinggi. Perkembangan ilmu medis menunjukkan bahwa proses utama dalam sepsis adalah disfungsi organ yang lebih kompleks daripada inflamasi. Disfungsi endotel menjadi komponen penting dalam patogenesis sepsis dan berhubungan dengan mortalitas. Pemeriksaan biomarker endotel berpotensi untuk memprediksi mortalitas pasien sepsis. Tujuan : Membuktikan endocan, sebagai biomarker endotel, lebih baik dibanding procalcitonin (PCT) atau neutrophyl to lymphocyte count ratio (NLCR) dalam memprediksi mortalitas pasien sepsis di intensive/high core unit (ICU/HCU). Metode : Penelitian analisis observasional dengandesain kohort pada 42 pasien sepsis yang dirawat di ICU/HCU RSUP Dr. Kariadi Semarang selama periode 3 bulan pada tahun 2016. Biomarker yang terdiri dari endocan, PCT dan NLCR diperiksa dalam 24 jam pertama pasien dinyatakan sepsis di ICU/HCU. Selanjutnya dilakukan analisis bivariat dan perbandingan dari ketiga biomarker tersebut dengan mortalitas pasien sepsis di ICU/HCU. Analisis multivariat dilakukan bersama dengan variabel perancu untuk memperoleh faktor prediktor yang independen terhadap mortalitas pasien sepsis di ICU/HCU. Hasil : Pasien termasuk kategori sepsis sebesar 76,2% dan syok septik 23,8%. Mortalitas pasien di ICU/HCU mencapai 47,6%. Endocan lebih tinggi secara signifikan pada syok septik dibandingkan sepsis ([19,41 (18,90-26,64)ng/mL vs 7,71 (5,55-12,93) ng/mL, p=0,007], sedangkan PCT dan NLCR tidak bermakna. Hanya endocan yang terbutki signifikan menjadi faktor prediktor independen terhadap mortalitas pasien sepsis di ICU/HCU melalui analisis multivariat dengan APACHE II dan hiperglikemia [OR 5,1 (1,336-19,470), p=0,017]. Endocan secara signifikan menunjukkan AUC yang terbesar (0,624) dibanding PCT (0,595) atau NLCR (0,575) dalam prediski mortalitas pasien sepsis di ICU/HCU. Kesimpulan : Endocan menjadi prediktor mortalitas yang terbaik untuk pasien sepsis di ICU/HCU dibanding PCT atau NLCR. Kata kunci : endocan, procalcitonin, neutrophyl to lymphocyte count ratio, mortalitas ICU, sepsis.
Latar belakang : Artritis reumatoid (AR) merupakan penyakit autoimun yang menyerang sendi tangan dan kaki. Patogenesis sinovitis reumatoid erat kaitannya dengan overekspresi IL-6. Perangkat penilaian aktivitas penyakit seperti DAS28 dan penentuan gradasi sinovitas dengan USG Doppler juga dirancang untuk mendeteksi inflamasi sinovial yang secara teori diperantarai oleh IL-6. Tujuan : Menganalisis korelasi antara kadar IL-6 serum dengan aktivitas penyakit (DAS28) dan gradasi sinovitis pada pasien AR. Metode : Penelitian dilakukan dengan metode belah lintang pada pasien AR yang mengunjungi poliklinik reumatologi Dept. IPD RSUP Dr. KAriadi Semarang. Data penelitian termasuk data primer dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan langsung pada responden yang termasuk kriteria inklusi serta bersedia diikutkan dalam penelitian. Pemeriksaan immunoassay IL-6 dilakukan dengan pemeriksaan ELISA. Terapi rutin AR ditetapkan sebagai variabel perancu hasil penelitian. Hasil : Terdapat 24 responden dengan AR ikut serta pada penelitian. 91,7% wanita dan 8.3% pria. Usia rerata responden 44+12 tahun. Menurut aktivitas penyakit, dua responden (8.3%) memenuhi kriteria aktivitas penyakit remisi (DAS28