Latar belakang : Respon inflamasi terkait erat dengan patofisiologi stroke infark akut. Kaskade iskemik menyebabkan kematian neuron, mengaktivasi sistem imunitas perifer baik humoral dan seluler. Aktivasi respon imun diduga berpengaruh terhadap kerusakan parenkim otak. Studi mengenai respon imun terhada keluaran stroke infark masih bervariasi. Tujuan : Membuktikan hubungan antara respon inflamasi yang diwakili jumlah neutrofil dan kadar hs CRP serum dengan keluaran klinis stroke infark akut. Metode : Studi observasional analitik dengan desain kohort prospektif melibatkan 42 subyek stroke infark akut pertama kali memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pada hari onset ke 3 subyek diukur skor NIHSS, diambil darah vena, diukur jumlah neutrofil dan kadar hsCRP. Subyek dikelompokkan menjadi 2 : neutrofil tinggi dan rendah. Pada hari onset ke 7 subyek kembali diukur skor NIHSS. Hasil : Dari 42 subyek penelitian didapatkan jumlah neutrofil 5944,8 (SD 2541) / mm3. 21 subyek (50%) memiliki neutrofil kategori tinggi (>4.850/mm3) dan 21 rendah (
Latar belakang : Rasio netrofil-limfosit (RNL) menggambarkan derajat inflamasi sistemik melalui perbandingan netrofil sebagai komponen inflamasi dan limfosit sebagai anti inflamasi. Penelitian sebelumnya menyebutkan nilai RNL mempengaruhi prognosis pasien sindrom koroner akut (SKA), namun perannya dalam memprediksikan kejadin kardiovaskular mayor (MACE) selama hospitalisasi belum dikethui secara pasti. Tujuan : Untuk membuktikan bahwa RNL dapat berperan sebagai prediktor MACE pada SKA. Metode : Suatu studi observasional klinis dilakukan pada subyek pasien SKA yang datang di UGD RSDK selama bulan Juli-September 2016. Subyek penelitian adalah pasien SKA penderita STEMI dan STEMI. Pemeriksaan hematologi rutin dilakukan dan ditambahkan pemeriksaan hitung jenis lekosit dan didapatkan jumlah netrofil limfosit sebagai RNL, selanjutnya pasien diikuti perkembangannya selama rawat di rumah sakit. Hasil : Terdapat 62 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, selanjutnya seluruh data dianalisa dengan kurva ROC didapatkan bahwa pada RNL > 4,2 terjadi peningkatan risiko relatif (RR) 5,44 kali untuk mengalami MACE (CI 95% 2,36-12,56). Analisa regresi menunjukkan bahwa RNL berperan sebagai prediktor kejadian kardiovaskular mayor dengan p =
Latar belakang : Remodeling ventrikel kiri (Vki) mempunyai efek yang merugikan terhadap fungsi ventrikel dan mempengaruhi prognosis pasien, khususnya pada pasien infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) onset lanjut. Fraksi ejeksi Vki (LVEF) telah digunakan untuk memprediksi remodeling Vki, akan tetapi akurasinya rendah. Global longitudinal strain (GLS) mempunyai nilai prognostik yang lebih untuk memprediksi remodeling pasca STEMI. Tujuan : Mengetahui apakah global longitudinal strain dapat digunakan sebagai prediktor remodeling Vki STEMI onset lanjut. Metode : Pasien STEMI onset lanjut untuk pertama kali diambil secara konsekutif. Penilaian GLS dengan speckle tracking sebagai bagian dari pemeriksaan ekokardiografi dilakukan selama perawatan di rumah sakit dan diulang 1 sampai 3 bulan kemudian. Remodeling Vki didefinisikan sebagai peningkatan >20% volume akhir diastolik dan atau >15% volume akhir sistolik Vki pada saat pemeriksaan ulang. Hasil : 36 pasien (usia rata-rata 56,44 tahun) dibagi menjadi dua kelompok : 21 pasien (58,3%) tanpa remodelingdan 15 pasien (41,7%) dengan remodeling Vki. Regresi logistik digunakan untuk mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap remodeling Vki. Pada analisis bivariat, kelas KILLIP, revaskularisasi inkomplit, tidak mendapatkan Betta blocker, LVEF dan GLS mempunyai hubungan yang bermakna terhadap remodeling Vki. Pada analisis multivariat, GLS (OR 27,70 [95% CI : 3,26-235,18], p: 0,002), revaskularisasi inkomplit (OR 26,78[95%CI: 1,31-545,87], p: 0,03) dan tidak mendapatkan betta blocker (OR 21,71 [95%CI: 1,55-303,58], p:0,02) sebagai prediktor independen remodeling Vki paska STEMI onset lanjut. Kurva receiver operating characteristic (ROC) menunjukkan bahwa GLS dapat memprediksi remodeling dengan nilai cut off optimal-11,2% (sensitivitas: 73,3%, spesifisitas : 81%). Kesimpulan : Global longitudinal strain dengan speckle tracking ekokardiografi merupakan prediktor independen remodeling Vki pada pasien STEMI onset lanjut
Pendahuluan : Kanker kolon menjadi penyebab mortalitas yang tinggi di dunia maupun di Indonesia. Modalitas terapi kanker kolon saat ini banyak dikembangkan berupa imunoterapi seperti P macrocarpa (Mahkota Dewa) sebagai pendamping pembedahan. Peneliti mencoba mengetahui efek pemberian P macrocarpa terhadap kanker kolon terutama dalam hal proliferasi sel. Metode : Penelitian experimental laboratorik dengan desain post test only group. Penelitian menggunakan tikus strain Sparague dawley diabgi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok K, P1 (kelompok kemoterapi) dan P2 (kelompok kombinasi). Kanker kolon didapat dari induksi 1,2-DHM subkutan. Kemoterapi 5FU-leucovorin diberikan sebanyak 6 siklus sesuai Rosswell Park Regiment. P macrocarpa diberikan dengan dosis 0,495 mg/hari (0,99 mL/hari) per oral. Proliferasi sel dinilai dengan pengecatan histokimia AgNOR. HAsil : Sampel penelitian sebanyak 6 ekor dari setiap kelompok, tidak didapatkan drop out pada semua kelompok perlakuan. Perhitungan proliferasi sel AgNOR didapatkan rerata pada kelompok K, P1, P2 berturut-turut 9.067+0.432, 8.667+0.350, 8.100+0.374. Uji normalitas menggunakan uji sapphiro wilk didapatkan data normal, dilanjutkan analisis statistik uji beda menggunakan uji parametrik One Way ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan bermakna proliferasi sel AgNOR antara kelompok K vs P2 (p=0.002). Kesimpulan : P macrocarpa berpotensi sebagai imunostimulator sebagai pendamping kemoterapi pada kanker kolon tikus Spargue dawley yang dapat meningkatkan proliferasi sel dilihat dari pewarnaan histokimia AgNOR. Kata kunci : P macrocarpa, kanker kolon, proliferasi sel (AgNOR).
Latar belakang : Aterosklerosis pada pembuluh darah besar merupakan penyebab terbanyak stroke iskemik. Ketebalan tunika intima-media arteri karotis (carotid intima-media thickness/cIMT) merupakan perangkat ukur untuk menilai ateroskerosis dan dihubungkan dengan risiko kejadian stroke. Peningkatan cIMT adalah prediktor terjadinya stroke berulang. Serat pangan mempunyai efek protektif terhadap progresivitas aterosklerosis melalui pengaturan saupan energi total dan kadar lemak dalam darah. Namun hanya sedikit penelitian yang menghubungkan antara asupan serat pangan pasien pasca stroke iskemik dengan progresivitas cIMT. Tujuan : Membuktikan hubungan antara supan serat pangan dengan peningkatan cIMT pada pasien stroke iskemik. Mediasi dari hubungan ini melalui lipid serum juga diselidiki. Metode : Penelitian kohort prospektif di klinik saraf RSUP dr. Kariadi Semarang selama 6 bulan dengan subyek pasien pasca stroke iskemik. cIMT diperiksa dengan USG karotis dupleks pada baseline dan 6 bulan follow up. Asupan serat pangan dan asupan lemak diukur dengan food frequency questionnaire semi kuantitatif. Data demografik dan faktor risiko stroke di dokumentasikan saat perekrutan subyek pemeriksaan tekanan darah, serum profil lipid (kolesterol total, LDL-C, HDL-C, TG), GD I, GD II dan HbA1c dikerjakan saat 6 bulan follow up. Analisis data dilakukan dengan program SPSS 22.00. Hubungan antara asupan serat pangan dan progresivitas cIMT dianalisis dengan uji korelasi. Hasil : Rerata asupan serat pangan total adalah 16,8+2,2 gr/hari. Rerata penambahan cIMT selama pengamatan 6 bulan adalah 0,09+0,04 cm. Semakin besar asupan serat pangan total, semakin kecil penambahan cIMT (p