Latar belakang: Petanda inflamasi berhubungan dengan outcome komplikasi sindrom koroner akut (SKA). C-reactive protein (CRP) merupakan petanda inflamasi sistemik dan vaskular. Interaksi antara rasio mean platelet volume (MPV)/trombosit, eosinofil dengan sel endotel berkontribusi terjadinya trombosis pada penderita SKA tersebut. Ketiga parameter tersebut dapat menjadi prediktor komplikasi pada pasien SKA. Tujuan: membuktikan kadar CRP, jumlah eosinofil (terdiri dari absolute count/EAC dan relatif) dan rasio MPV/trombosit sebagai prediktor komplikasi pada SKA. Metode: Desain penelitian kohort prospektif, pada 68 pasien SKA di RSUP dr. Kariadi dan diamati komplikasi selama 30 hari. CRP diperiksa dengan hs-CRP ELISA, jumlah eosinofil dan rasio MPV/trombosit menggunakan haematology analyzer. Data kategorikal dibandingkan dengan uji Chi-square, dilanjutkan dengan analisis regresi logistik. Hasil: Komplikasi terjadi pada 32 pasien yaitu Atrioventrikel block 8 (11,3%), sinus bradikardia 7 (9,9%), kematian 5 (7%), edem paru 4 (5,6%), sinus takikardia 3 (4,2%), atrium fibrilasi 2 (2,8%), ventrikular takikardia 2 (2,8%), dan ventrikel fibrilasi 1 (1,4%). Kategorikal kadar CRP dan EAC dikedua grup didapatkan hasil statistik bermakna (p=0,007; p=0,017). Kategorikal eosinofil relatif dan rasio MPV trombosit tidak bermakna dengan nilai p=0,092 dan 0,954. Analisis regresi logistik didapatkan hasil kadar CRP relative risk (RR)=4,787 (95%CI 1,331-17,218; p=0,017, EAC RR=3,196 (95%CI 1,104-9,254; p=0,032), dan eosinofil relatif ≤ 1,05%, RR=2,305 (95%CI 0,367-14,486, p=0,373). Simpulan: Peningkatan kadar CRP > 6,96 mg/L berisiko terjadi komplikasi SKA 4,787 kali dan penurunan EAC ≤ 190/μl berisiko terjadi komplikasi SKA 3,196 kali. Kata kunci: SKA, CRP, jumlah eosinofil, rasio MPV/trombosit, komplikasi
Pendahuluan: Stroke merupakan penyebab terbesar ketidakmampuan fisik, emosi, dan kehidupan sosial pada orang dewasa. Serangan stroke berulang menyebabkan peningkatan resiko penurunan kualitas hidup. Pengukuran kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien stroke penting untuk evaluasi perawatan pasien stroke baik secara kualitas maupun kuantitas. Tujuan: Mengetahui ada tidaknya perbedaan kualitas hidup berdasarkan Short Form-36 (SF-36) antara pasien stroke iskemik serangan pertama dan kedua. Metode: Penelitian ini adalah observational analitik dengan pendekatan cross sectional di Poliklinik Neurologi RSUP dr.Kariadi Semarang sealama 3 bulan dengan 50 subyek pasien paska stroke iskemik serangan pertama dan kedua. Dilakuakan anamnesa, pemeriksaan fisik dan kuesioner SF-36. Data demografik dan faktor – faktor yang berbengaruh terhadap skor kualitas hidup terkait kesehatan di data. Analisa data dilakukan dengan program SPSS 23.00. Perbedaan kualitas hidup berdasarkan Short Form-36 (SF – 36) antara pasien stroke iskemik serangan pertama dengan kedua dianalisa dengan uji beda. Hasil: Umur yang semakin meningkat menunjukkan skor kualitas kesehatan yang semakin menurun. Skor kualitas hidup terkait kesehatan lebih rendah pada subyek yang lama menderita strokenya lebih dari 1 tahun. Skor kualitas hidup terkait kesehatan pada kelompok subyek serangan stroke pertama didapatkan lebih tinggi pada subyek laki-laki.dan serangan stroke kedua lebih tinggi pada subyek perempuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi skor kualitas hidup terkait kesehatan. Didapatkan perbedaan yang bermakna antara rata-rata skor kualitas hidup terkait kesehatan pasien stroke serangan pertama dan kedua pada dimensi fungsi fisik, peranan fisik, energi, serta pada total skor. Diskusi: Terdapat perbedaan bermakna kualitas hidup berdasarkan Short Form-36 (SF-36) antara pasien stroke iskemik serangan pertama dengan kedua Kata kunci: Skor kualitas hidup berdasarkan Short Form-36 (SF-3), stroke iskemik serangan pertama dengan kedua
Latar belakang : Kebisingan di tempat kerja seringkali merupakan problem bagi tenaga kerja. Dampak paparan kebisingan dapat berupa auditori yaitu Noise Induce Hearing Loss (NIHL), dampak non auditori berupa gangguan kejiwaan berupa depresi, kecemasan dan stress. Tujuan : Mengetahui pengaruh bising terhadap pendengaran dan kejiwaan pada pekerja terpapar bising. Metode : Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan desain belah lintang. Tingkat kebisingan diukur dengan menggunakan alat sound-level-meter, gangguan pendengaran dinilai dari hasil audiometry NIHL, gangguan kejiwaan dinilai dari jawaban kuesioner Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) dari WHO. Analisis data dengan uji chi square. Hasil : Sebanya 326 sampel bekerja lebih dari 10 tahun sebanyak 179 (54,9%) dan kurang dari 10 tahun sebanyak 147 (45,1%). NIHL 51 sampel (15,6%), gangguan kejiwaan sampel (47,2%). Terdapat pengaruh lama paparan bising (p=0,007). Simpulan : Lama paparan dan intensitas bising berpengaruh terhadap pendengaran. Intensitas kebisingan berpengaruh terhadap derajat keparahan depresi. Lama paparan bising berpengaruh lebih kuat pada kejadian NIHL di banding dengan intensitas bising. Kata kunci : kebisingan, NIHL, depresi, ansietas, stres
Latar belakang : Meningioma adalah tumor jinak ekstraaksial dari sel meningothelial (Arachnoid). Status reseptor progesteron, derajat histopatologi dan aktifitas proliferasi tumor dapat digunakan sebagai faktor prognosis meningioma. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan ekspresi reseptor progesteron (PR) dan Ki67 pada pasien meningioma derajat I, II, II di RSUP dr. Kariadi Semarang. Bahan dan cara : Subyek penelitian merupakan kasus meningoma tahun 2011-2014 di laboratorium Patologi Anatomi RSUP dr. Kariadi yang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu derajat I, II, III kemudian dilakukan pengecatan imunohistokimia antibodi monoklonal Ki-67 dan reseptor progesteron, dianalisis dengan uji Krussal Wallis dilanjutkan uji Mann Whitney. HAsil : Meningoma sebagian besar mengekspresikan reseptor progesteron, tetapi tidak berhubungan secara bermakna dengan derajat meningioma (p=0,132). Terdapat peningkatan ekspresi Ki-67, namun tidak berhubungan secara bermakna dengan derajat meningioma (p=0,437). Berdasarkan uji Mann Whitney. tidak terdapat hubungan yang bermakna antara PR dengan derajat I dan II (p=0,796) dan antara Ki-67 dengan derajat I dan II (p=0,403). Secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara PR dengan meningioma derajat I dan II (p=0,091) dan Ki-67 dengan derajat I dan II secara statistik tidak bermakna (p=0,353). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara PR dengan derajat II dan III (p=0,181) dan antara Ki-67 dengan derajat I dan II (p=0,713). Kesimpulan : Terdapat peningkatan ekspresi PR dan Ki-67 pada tiap derajat, namun tidak terdapat hubungan yang bermakna pada ekspresi PR dan Ki-67 pada tiap derajat meningioma. Kata kunci : meningioma, PR, Ki67
Asma salah satu penyakit tidak menular, namun masih menjadi masalah kesehatan global. Dalam buku ini pembahasan terbagi dalam 10 bab, terdiri dari; 1. Pendahuluan, 2. Epidemiologi, 3. Patogenesis dan Patofisiologi, 4. Diagnosis dan Klasifikasi, 5. Tata Laksana Jangka Panjang, 6. Tata Laksana Serangan asma, 7. Tata Laksana Non-Medikamentosa, 8. Asma dengan Penyakit Penyerta, 9. Asma pada Anak Balita, 10. Kekeliruan dalam Tata Kelola Asma
Buku ini membahas pemeriksaan jaringan baik secara mikroskopis maupun secara makroskopis, disusun secara sistematis, lengkap dengan bahasa yang mudah dimengerti. Adapun materi yang dibahas adalah; degenerasi, radang, kista, tumor jinak dan ganas