Latar belakang : Sarkopenia pada lansia akan berdampak buruk pada kualitas hidup, peningkatan biaya perawatan dan menyebabkan kematian. Alat skrining yang mudah, praktis dan akurat diperlukan untuk diagnosis sarkopenia. Tujuan : Mengetahui akurasi skor GNRI terhadap kejadian sarkopenia pada pasien lansia. Metode : Jenis penelitian uji diagnostik, dilakukan di poli rawat jalan geriatri RSUP Dr. Kariadi Semarang selama periode bulan Juli sampai dengan Agustus 2016. Jumlah subyek sebanyak 50 orang, kemudian diwawancara dan menjalani pemeriksaan antropometri (berat badan, tinggi badan, dan LLA), HGS, GS, BIA. Subyek juga diperiksa laboratorium darah yaitu kadar albumin, lalu dihitung skor GNRI. Uji diagnostik dilakukan untuk mengetahui akurasi skor GNRI dalam mendiagnosis sarkopenia. Hasil : Sensitivitas skor GNRI 50%, spesifisitas 28,5%, nilai duga positif 64,28%, nilai duga negatif 18,18%. Simpulan : Skor GNRI tidak akurat untuk skrining kejadian sarkopenia pada pasien lansia. Kata kunci : GNRI, Sarkopenia, Lansia
Latar belakang : Terapi ant retroviral dapat meningkatkan status imunologi dan kelangsungan hidup walaupun terdapat beberapa efek samping. Salah satu efek samping dari pengobatan adalah terjadinya lipodistrofi yang ditandai dengan adanya perubahan komposisi tubuh dan abnormalitas metabolik. Tujuan : Mengetahui hubungan antara lama pemberian terapi anti retroviral dengan komposisi tubuh pada pasien HIV. Metode : Jenis penelitian korelasional, sebanyak 73 subjek penelitian yang berobat ke poliklinik VCT RSUP dr. Kariadi Semarang pada bulan November 2016 dan memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Subyek kemudian diperiksa komposisi tubuh dengan menggunakan alat bioelectrical impedance analysis (BIA). Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara lama pemberian terapi ARV dengan lipodistrofi. Terdapat hubungan yang tidak bermakna antara lipodistrofi dan aktifitas fisik dan komposisi tubuh. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia dan jenis kelamin dengan komposisi tubuh pada subyek penelitian. Simpulan : Tidak ada hubungan antara lama pemberian terapi anti retroviral dengan komposisi tubuh. Kata kunci : Terapi Anti Retroviral, Lipodistrofi, Komposisi Tubuh, BIA
Latar belakang : Malnutrisi merupakan masalah yang umum pada pasien di rumah sakit. Skrining malnutrisi pada pasien penting dilakukan sejak awal pasien berobat di rumah sakit terutama pada pasien rawat jalan. PAsien rawat jalan memerlukan alat skrining yang mudah, tidak memerlukan waktu yang lama, dan nyaman bagi pasien. Saat ini belum ada standar baku untuk alat skrining pada pasien di rawat jalan. Skrining Gizi Kariadi (SKG) merupakan alat skrining yang dikembangkan oleh kelompok Staf Medis Gizi Klinik Rumah Sakit dr. KAriadi, skrining ini dibuat dikarenakan alat skrining yang biasa dipakai yaitu Subjective Global Assessment (SGA) terlalu rumit, membutuhkan waktu lama dan membutuhkan keahlian khusus. Obyektif : Penelitian ini beryujuan untuk menilai kesesuaian antara hasil skrining SGK dengan hasil skrining SGA pada pasien rawat jalan. Metode : Desain penelitian ini adalah deskriptif analitik. Dilakukan pada 100 responden yang memenuhi kriteria inklusi di poli rawat jalan dan dilakukan skrining dengan SGK dan SGA. Hasil : Terdapat total hasil kesesuaian sebesar 47% dari skrining dengan menggunakan SGK dan SGA. Kesesuaian hasil 20% pada kategori risiko malnutrisi ringan -sedang dan 27% pada kategori risiko malnutrisi berat. Skrining menggunakan SGA didapatkan 38% tidak berisiko malnutrisi, 34% berisiko malnutrisi ringan-sedang, dan 28% berisiko malnutrisi berat. Skrining menggunakan SGK 100% diaktegorikan berisiko malnutrisi. Simpulan : SGK lebih mampu menentukan pasien yang berisiko malnutrisi lebih banyak di rawat jalan dibandingkan dengan skrining SGA. Kata kunci : malnutrisi, skrining gizi kariadi, SGA.
Latar belakang : Stres oksidatif yang terjadi pada pasien sakit kritis di Intensive care menyebabkan penurunan status antioksidan yang ditandai oleh penurunan kadar antioksidan endogen seperti Superoxide dismutase (SOD). Status antioksidan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, diantaranya usia, status anemia, dan trauma bedah. Antioksidan SOD tersusun dari protein terutama asam amino yang sekaligus berperan sebagai antioksidan. Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh asam amino terhadap status antioksidan pasien sakit kritis, dengan mengukur kadar SOD sebelum dan sesudah pemberian asam amino dan menganalisis pengaruh afktor usia, status anemia dan trauma bedah terhadap kenaikan kadar SOD. MAterial dan Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan one group pre test post test design, subyek adalah pasien sakit kritis di Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Telogo Rejo Semarang, berjumlah 40 orang. Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi peningkatan kadar SOD, subyek terbagi menjadi kelompok usia muda (18-25 tahun) dan paruh baya (36-60 tahun), kelompok status anemia dan non anemia, kelompok bedah dan non bedah. HAsil : Pada akhir penelitian terkumpul subyek 32 orang, terdiri dari kelompok usia dewasa muda berjumlah 4 orang, dan paruh baya 28 orang, berstatus anemia 15 orang dan non anemia 17 orang, trauma bedah 11 orang dan non bedah 21 orang. Didapatkan kenaikan kadar SOD yang bermakna setelah pemberian asam amino parenteral (t=-4,919, p=0,000). Kenaikan kadar SOD terhadap kelompok usia (t=0,288, p=0,776) status anemia (t=-1,308, p=0,201) trauma bedah (t=-0,278, p=0,78) menunjukkan hasil tidak ada perbedaan yang bermakna. Kesimpulan : Pemberian asam amino parenteral dapat memperbaiki status antioksidan pasien sakit kritis, dengan kadar SOD yang meningkat secara bermakna. Kenaikan kadar SOD belum terbukti dipengaruhi oleh usia, status anemia dan trauma bedah. Kata kunci : pasien sakit kritis, kadar antioksidan, kadar SOD, asam amino, usia, status anemia, trauma bedah
Latar Belakang: Kanker kolorektal merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak, dimana tipe adenokarsinoma kolorektal yang paling sering dijumpai. VEGF adalah sitokin proangiogenesis, angiogenesis dibutuhkan dalam pertumbuhan tumor, diferensiasi dan metastasis sel tumor. Kebanyakan kasus adenokarsinoma kolorektal di RSUP Dr Kariadi Semarang terdiagnosis pada stadium III. Tujuan: Membuktikan korelasi kadar VEGF serum dengan derajat diferensiasi pada adenokarsinoma kolorektal stadium III. Metode: Rancangan penelitian menggunakan cross sectional. Sampel total sebanyak 22, dengan variabel bebas kadar VEGF serum dan variabel tergantung derajat diferensiasi. Sebagai variabel perancu adalah jenis kelamin dan usia. Hasil: Hasil uji non parametrik range Spearmean, tidak terbukti adanya korelasi antara kadar VEGF serum dengan derajat diferensiasi adenokarsinoma kolorektal stadium III dengan p = 0,668 (p > 0,05), rho -0,0972. Masih ada perancu yaitu jenis kelamin dengan t test indep : p = 0,028 (p < 0,05). Jumlah Laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (14 : 8). Tidak terbukti adanya korelasi antara kadar VEGF serum terhadap derajat diferensiasi dikarenakan masih banyaknya faktor-faktor pertumbuhan dan hormon yang dapat mempengaruhi ekspresi VEGF dan masih belum dapat disingkirkan. Simpulan: Tidak terbukti adanya korelasi kadar VEGF serum dengan Derajat Diferensiasi Kata Kunci: VEGF, Derajat Diferensiasi, Adenokarsinoma kolorektal
Latar belakang: Kejadian trombosis vena dalam (TVD)merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita kanker dan merupakan penyebab kematian kedua. Pada penelitian Kroger, high sensitive protein (hsCRP) pada pasien kanker dihubungkan dengan kejadian TVD dengan kadar cut off di atas 4 mg/L. Ultrasonografi (USG) doppler dengan kompresi memiliki akurasi 97% untuk mendeteksi TVD. Tujuan: Menilai hsCRP pada pasien kanker dengan skor Wells modifikasi ≥ 2 sebagai metode uji saring adanya TVD tungkai. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik yang dilaksanakan pada periode April 2016 s/d Maret 2017. Subyek penelitian adalah 35 pasien kanker yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Kriteria inklusi adalah >40 tahun, skor Wells modifikasi ≥ 2, tirah baring> 3 hari.Konfirmasi diagnosis TVD adalah dengan pemeriksaan USG Doppler. Kemampuan diagnosis hsCRP terhadap insiden TVD dinilai dengan uji diagnostik.Hasil: Rerata umur adalah 56±9 tahun. Jenis kelamin sebagian besar pria 51,4%. Kejadian TVD positif berdasarkan USG doppler adalah 10 pasien (28,57%). Hasil uji diagnostik hsCRP terhadap kejadian TVD yaitu pada cut off kadar hsCRP > 51,05 mg/L dan banyaknya subyek TVD positif adalah 8 pasien (44,4%) dengan sensitivitas 80%, spesifisitas 60%, nilai duga positif 44%, nilai duga negatif 88%, akurasi 66%. Kesimpulan: Pemeriksaan hsCRP pada pasien kanker yang tirah baring > 3 hari dan memiliki skor wells ≥ 2 memiliki sensitivitas 80% dan spesifisitas 60 % terhadap diagnosis TVD tungkai. Kata kunci: hsCRP, TVD tungkai, skor Wells modifikasi, Usg Doppler, uji diagnostik
Latar belakang: Visfatin, suatu protein spesifik-adiposa, mempunyai efek pada homeostasis glukosa dan regulasi metabolisme energi, yang menjadikannya sebagai kandidat yang berhubungan dengan resistensi insulin. Kadar visfatin di dalam plasma secara bermakna menurun pada subyek yang mengalami resistensi insulin, dan pengidap diabetes tipe 2. Tujuan penelitian: Mengetahui manfaat DLBS3233 terhadap pasien diabetes melitus tipe 2 baru melalui kadar Visfatin serum Metode: Penelitian secara Randomized control group Pre and Post Test Design melibatkan 34 orang responden dengan variabel bebas DLBS3233 dan Variabel terikat adalah konsentrasi Visfatin serum pada pasien diabetes tipe 2 baru. Sebagai Variabel perancu jenis kelamin, usia, status diit, sindroma metabolik dan status olahraga Hasil: Uji T-test untuk perbedaan sebelum dan setelah perlakuan pada masing-masing kelompok didapatkan tidak ada perbedaan bermakna pada kelompok perlakuan (p=0.240), dan didapatkan peningkatan bermakna kadar Visfatin pada kelompok kontrol (p=0.004) setelah perlakuan). Tidak ada hubungan bermakna antara kadar visfatin serum dengan variabel perancu pada kelompok perlakuan. Pembahasan: Resistensi insulin mempunyai korelasi positip bermakna dengan kadar visfatin serum. Hal ini karena adiposa viseral akan mensekresi sejumlah sitokin, salah satunya adalah visfatin, mempunyai efek pada homeostasis glukosa dan regulasi metabolisme energi. Simpulan: Didapatkan peningkatan bermakna kadar Visfatin pada kelompok kontrol yang dipengaruhi oleh variabel-variabel perancu yang belum terstandarisasi. Kata kunci: DLBS3233, DM tipe 2 baru, visfatin serum
Latar belakang: Leukemia mieloid akut merupakan jenis leukemia yang paling sering didapatkan pada dewasa. Demam neutropeni merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien kanker yang sedang menjalani pengobatan kemoterapi dan dapat mengakibatkan kematian pasien apabila tidak tertatalaksana dengan baik. Metode: Penelitian deskriptif berdasarkan datasekunder darirekam medis penderita LMA dengan demam neutropenia yang meninggal dunia di Instalasi Rawat Inap RSDK selama periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Oktober 2016. Hasil: Proporsi penderita LMA dengan demam neutropenia yang meninggal dunia di RSDK terbanyak umur rata-rata 43 tahun, laki-laki, dan berasal dari Kota Semarang. Sub tipe LMA ( FAB) yang terbanyak adalah LMA M1 (25%) dengan status performa ECOG 1 (40,9%), dan lama ketahanan hidup terbanyak adalah
Latar Belakang : Salah satu strategi untuk menurunkan angka kematian ibu yaitu melalui pelayanan kontrasepsi, yang tertuang pada salah satu pilah safe motherhood. Metode kontrasepsi yang direkomendasikan oleh pemerintah adalah metode kontrasepsi jangka panjang seperti IUD, terutama IUD pasca plasenta. IUD pasca plasenta memiliki keuntungan dibandingkan insersi interval, diantaranya dapat menjaring akseptor KB sesegera mungkin, pasien lebih nyaman karena mulut rahim masih terbuka sehingga nyeri minimal, dan pasien keluar dari fasilitas kesehatan dengan sudah dalam perlindungan alat kontrasepsi. Berdasarkan pantauan BKKBN terhadap pelayanan Keluarga Berencana (KB) pasca persalinan dan pasca keguguran di 22 rumah sakit (14 provinsi) tahun 2008-2009, rata-rata yang ber-KB setelah bersalin dan keguguran hanya 5-10%. Data tersebut menunjukkan gambaran kurangnya perhatian terhadap pelayanan kontrasepsi pasca persalinan. Oleh karena itu, dengan pelayanan konseling dan penyampaian informasi yang tepat tentang kontrasepsi pasca persalinan terutama sejak pelayanan antenatal, dan diperkuat dengan adanya motivasi yang tinggi pada pasangan untuk menunda kehamilan, maka periode pasca persalinan merupakan periode yang sangat tepat untuk memulai penggunaan kontrasepsi. Pada penelitian akan dilakukan penelitian tentang pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap pemilihan IUD pasca plasenta sebelum dan sesudah konseling oleh bidan di Puskesmas Ngesrep dan Halmahera Semarang dengan menggunakan kuesioner. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian Quasi experimental (pre and post study design) pada ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan di poli hamil Puskesmas Ngesrep dan Puskesmas Halmahera, Semarang. Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh konseling bidan terhadap pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang IUD pasca plasenta Hasil : Data yang berhasil dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian adalah sebanyak 103 responden. Dari responden yang terkumpul kami dapatkan bahwa rerata skor pengetahuan ibu tentang IUD setelah konseling (19,7±11,12) lebih besar dibanding sebelum dilakukan konseling (8,0±8,43), dengan p=0,0001. Tidak terdapat perbedaan bermakna sikap ibu antara sebelum dan sesudah konseling (p=0,832). Analisis bivariat menunjukkan usia, paritas, tingkat pendidikan dan pendapatan tidak berhubungan dengan sikap dan pengetahuan ibu sebelum konseling (p> 0,05). Simpulan : Penelitian ini menunjukkan skor rerata pengetahuan ibu hamil sesudah konseling secara bermakna lebih tinggi dibandingkan sebelum konseling, namun tidak ada perbedaan yang bermakna antara sikap ibu sebelum dan sesudah konseling terhadap pemilihan IUD pasca plasenta. Kata kunci : Ibu hamil, pengetahuan, sikap, IUD pasca plasenta.
Latar belakang : Gangguan hemostasis PGTA diduga akibat Sindroma uremia menyebabkan disfungsi platelet. Kondisi ini diperberat oleh hemodialisis kronis yang memicu degranulasi senyawa biologis trombogenik β-thromboglobulin, menyebabkan perubahan morfologi platelet yang dapat dievaluasi menggunakan indeks platelet Platelet Large Cell Ratio (P-LCR) serta memicu hiperaktivasi fibrinolisis yang meningkatkan kadar Fibrin Degradation Products. Serangkaian mekanisme ini terjadi secara berulang-ulang. Evaluasi indeks platelet dapat menentukan prognosis pasca hemodialisis. Tujuan penelitian : membuktikan adanya perbedaan Nilai P-LCR, kadar β-thromboglobulin, kadar Fibrin Degradation Products dan kadar Kreatinin pada pre dan post Hemodialisis Metode penelitian : Desain penelitian eksperimental pre test- post test design. Empat puluh lima subjek penelitian dilakukan pemeriksaan CBC menggunakan metoda flowcitometri, pemeriksaan kadar β-TG menggunakan metoda ELISA, pemeriksaan kadar FDP menggunakan metoda immunoturbidimetri, dan pemeriksaan kadar kreatinin menggunakan metoda enzimatik. Analisis statistik menggunakan uji Wilcoxon. Hasil penelitian : didapatkan nilai P-LCR pada PGTA pre hemodialisis lebih tinggi dari pada post hemodialisis dengan median 26,8 dan 25,4 (fl), kadar β- thromboglobulin meningkat pada post hemodialisis dibandingkan pada pre hemodialisis (median 200,88 dan 313,48 pg/ml), kadar FDP lebih tinggi pada post hemodialisis dibandingkan pre hemodialisis,( median 1,15 dan 1,7μg/ml), kadar Kreatinin lebih rendah pada post hemodialisis dibandingkan pada pre hemodialisis,( median 13.04 dan 4,56 mg/dL), seluruhnya menghasilkan nilai statistik p