Latar belakang : Sepuluh persen sampai 25% dari pasien diabetes mellitus (DM) tipe II memiliki kemungkinan besar mengalami kaki diabetic. Trombosis dapat menghambat proses penyembuhan luka dan menyebabkan terjadinya gangrene dan membutuhkan amputasi. Hingga kini masih sedikit tulisan yang berhubungan dengan karakteristik penderita kaki diabetic. Tujuan: Mengetahui karakteristik penderita kaki diabetic di RSUP dr. Kariadi. Metode : Penelitian ini berjenis deskriptif rektrospektif dengan studi belah lintang menggunakan data rekam medis pasien kaki diabetic di RSUP dr. Kariadi tahun 2015-2019. Hasil : Terdapat 607 pasien dalam penelitian ini. Berdasarkan data pasien tahun 2015 hingga 2019, pasien dengan rentang usia 51-60 tahun paling sering mengalami kaki diabetic, jenis kelamin perempuan (52%) mengalami kaki diabetic lebih sering dibandingkan dengan laki-laki (48%), tingkat mortalitas pasien yang mengalami kaki diabetic yaitu sebesar 20% dan tingkat survival rate pasien dengan kaki diabetic sebsar 80%, sebagian besar pasien (63%) dilakukan penanganan secara konservatif (non-bedah) dan untuk tatalaksana bedah (37%), pasien dengan berat badan overweight dan normal memiliki persentase yang sama, sebagian besar ditatalaksana dengan metode konservatif dengan dokter penyakit dalam, serta 28% pasien ditatalaksana dengan amputasi dan 8% dilakukan debridement. Kesimpulan : Pada penelitian ini didapatkan karakteristik usia, jenis kelamin, tingkat mortalitas dan survival rate, manajemen serta dokter penanggung jawab dan BMI pasien kaki diabetic di RSUP dr. Kariadi sebagai upaya meninjau pasien lebih lanjut guna member manajemen yang tepat agar mendapatkan hasil yang baik bagi pasien kaki diabetic. Kata kunci : karakteristik, kaki diabetic, bedah
Latar belakang : Cedera otak merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas tertinggi di dunia, dengan prevalensi yang meningkat setiap tahunnya, hal ini terutama terjadi pada Negara berkembang seiring dengan meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor. Di Indonesia, meskioun angka kejadian tinggi, data mengenai kejadian serta karakteristik kasus-kasus pasien dengan cedera kepala masih belum banyak dipublikasikan. Tujuan: Studi ini bertujuan untuk menggambarkan pola karakteristik kasus cedera kepala di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Metode : Penelitian ini adalah deskripstif dengan penelitian retrospektif menggunakan data sekunder rekam medis di RSUP Dr. Kariadi pada periode 1 Januari 2019-31 Desember 2019. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan program SPSS veris 23 dan ditampilna dalam nilai rerata media, frekuensi dan persentase. Hasil : Pada studi ini dari total 333 kasus didapatkan prevalensi tertinggi kasus cedera kepala adalah pada laki-laki (63,3%) dibandingkan perempuan dan didominasi oleh kelompok usia remaja akhir (26,4%), meskipun dilihat dari pekerjaan yang terbanyak adalah pelajar (34,2%). Penyebab terbanyak kasus ini adalah kecelakaan (92,1%) dan cedera kepala ringan memiliki frekuensi tertinggi (89,7%) dibandingkan tingkat keparahan cedera kepala lainnya. Kesimpulan : Tingginya prevalensi cedera kepala yang terutama adalah akibat kecelakaan dan pada kelompok usia remaja dapat menjadi pertimbangan pemerintah daerah setempat untuk lebih memperhatikan kesadaran keamanan berkendara bagi masyarakat setempat baik melalui program penyuluhan maupun instrument lainnya. Kata kunci : karakteristik, cedera kepala, RSUP dr. Kariadi, periode
Latar belakang : Angka kejadian trauma vertebra di dunia tercatat sebesar 0,019% hingga 0,088% per tahun. Berdasarkan penelitian sebelumnya ditemukan bahwa pria memiliki resiko 1,9-3,3 kali lebih besar daripada wanita untuk mengalami cedera vertebra. Namun angka kejadian tersebut berbeda pada masing-masing Negara bergantung pada beberapa faktor seperti latar belakang geografis, iklim, sosio-ekonomi, serta budaya masyarakat. Tujuan: Mengtahui gambaran epidemiologi fraktur vertebra di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Metode : Penelitian ini dilakukan dengan desain deskriptif observasional Data diperoleh dari rekam medic pasien dengan fraktur vertebra di RSUP Dr. Kariadi dalam periode tahun 2015-2019. Pada penelitian ini diperoleh 358 sampel secara total sampling. Data yang dikumpulkan berupa data diri pasien, diagnosis dan lama perawatan. Kemudian data diolah menggunakan piranti lunak SPSS untuk mengetahui jumlah kasus, perbandingan kasus pada pasien laki-laki –perempuan, distribusi usia, jumlah kasus per tahun, jenis fraktur dan lama perawatan pada pasien dengan fraktur vertebra. Hasil : Angka kejadian fraktur vertebra pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan yaitu 64,8% pada laki-laki dan 35,2% pada perempuan. Distribusi usia pasien yang paling banyak mengalami fraktur vertebra adalah kelompok usia > 50 tahun yaitu sebesar 41,6%. Jenis fraktur vertebra paling banyak adalah jenis fraktur vertebra lumbal yaitu sebesar 60,9%. Lama perawatan pasien fraktur vertebra paling banyak selama 5-10 hari yaitu sebesar 30,7%. Kesimpulan : Laki-laki lebih berisiko untuk mengalami trauma pada vertebra. Pada populasi kelompok usia > 50 tahun mempunyai risiko tinggi dikarenakan adanya osteoporosis primer pasca menopause. Tingginya angka kejadian vertebra lumbal pada pria berkaitan dengan trauma yang disebabkan karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Kata kunci : fraktur vertebra, trauma
Latar belakang : Kondisi shunt terekspos adalah komplikasi yang jarang terjadi namun berat setelah pemasangan ventriculoperitoneal (VP) shunt. Belum jelas apakah kandungan protein, glukosa atau sel polimorfonuklear (PMN) dari cairan serebrospinal/cerebrospinal fluids (CSF) dapat mempengaruhi tereksposnya shunt pada individu berisiko tinggi. Tujuan: Menemukan hubungan antara parameter CSF dan tereksposnya shunt. Metode : Pemeriksaan karakteristik CSF pre-operatif termasuk kandungan warna CSF, protein, glukosa dan sel PMN pada 513 pasien dengan penyakit hidrosefalus. Uji mann-whitney digunakan untuk menentukan korelasi antara parameter CSF dan tereksposnya shunt. Hasil : Shunt yang terekspos terdeteksi di 25 kasus (4,87%). Terdapat korelasi yang signifikan antara tereksposnya ujung distal dengan glukosa pre-operatif (p=0,000), tingkat protein (p=0,007), atau jumlah sel PMN (p=0,043). Kesimpulan : Isi CSF pre-operatif memiliki korelasi yang signifikan terhadap tereksposenya shunt pada pasien hidrosefalus. Kata kunci : glukosa, protein, sel polimorfonuklear, cairan serebrospinal, shunt terekspos
Latar belakang : Respons inflamasi mempunyai peranan penting pada terjadinya stroke non hemoragik. Rasio neutrofil limfosit (RNL) merupakan pertanda inflamasi local dan sistemik. Neutrofil berhubungan positif dengan luas volume infark serta meningkatnya derajat keparahan stroke, jumlah limfosit yang rendah berhubungan dengan luaran fungsional yang buruk. Protein S100B ialah protein yang ditemukan pada sel glia. Indeks berthel merupakan skala yang sering digunakan untuk menilai keluaran dalam uji klinik dan dapat memberikan penilaian yang lebih objektif terhadap pemulihan fungsional setelah stroke. Penilaian yang akurat terhadap ADL (activity dialy living) sangat membantu dalam evaluasi keberhasilan pengobatan dan rehabilitasi stroke. Tujuan: Membuktikan adanya perbedaan nilai RNL dan protein S100B berdasarkan derajat keluaran klinis indeks barthel pada stroke non hemoragik. Metode : Penelitian belah lintang pada 74 pasien stroke non hemoragik di RS Telogorejo berusia 43-69 tahun periode September 2019-Maret 2020. Rasio neutrofil limfosit dihitung menggunakan alat hematologi otomatis. Kadar protein S100B diperiksa menggunakan metod e ELISA. Analisis statitik menggunakan uji beda independent T test. (p
Latar belakang : Nefropati diabetika (ND) merupakan komlikasi diabetes mellitus (DM) ditandai dengan albuminaria persisten. N-carboxymethillysine (CML) komponen terbesar advanced glycation end products (AGEs) terbentuk dari amadori fructoselysine dari ikatan glucose-lysine melalui jalur oksidatif, meningkat kadarnya pada DM dan memicu glomerulosklerosis. Kidney Injury Molecule 1 (KIM-1) adalah glikoprotein transmembran tipe 1, dilepaskan dari permukaan sel ke ruang ekstraseluler dan muncul dalam urin ketika ginjal cedera. Tujuan: Menganalisis perbedaan AGEs-CML dan KIM-1 pada non DM, DM tanpa dan dengan nefropati diabetic. Metode : Penelitian observasional analitik pendkatan belah lintang dilakukan terhadap 25 subjek non DM (K1), 25 pasien DM tanpa ND (K2), dan 25 pasien DM dengan ND (K3) di bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan PROLANIS Semarang yang memenuhi criteria inklusi dan eksklusi. Kadar AGEs-CML dan KIM-1 diukur menggunakan metode ELISA. Kadar AGEs-CML antara kelompok dianalisis menggunakan uji one way anova, dilanjutkan post hoc games-howell. Kadar KIM-1 antara kelompok dianalisis menggunakan uji kruskall-wallis, dilanjutkan post hoc mann whitney p
Buku ini tidak hanya menyajikan berbagai teori mengenai gizi kuliner dan teori dietetik. Buku ini membahas 13 materi terdiri dari: Materi 1. Aneka Hidangan Pembuka (Appetizer) Dan Hidangan Dari Bahan Makanan Pokok Materi 2. Aneka Hidangan Dari Bahan Makanan Sumber Protein Materi 3. Aneka Hidangan Dari Sayuran Materi 4. Aneka Hidangan Kudapan, Dessert Dan Minuman Materi 5. Aneka Hidangan Untuk Berbagai Kelompok Khusus Materi 6. Aneka Hidangan Untuk Perayaan Acara Khusus (Pengolahan Makanan Dan Ragam Hidangan Pesta) Materi 7. Formula Untuk Gizi Buruk Materi 8. Diet Untuk Obesitas Materi 9. Diet Pada Hipertensi, Penyakit Jantung Koroner, Dislipidemia Dan Diabetes Melitus Materi 10. Diet Pada Gout, Diet Penyakit Hati, Dan Gangguan Empedu, Dan Untuk Penyakit Ginjal Materi 11. Diet Penyakit Saluran Cerna Materi 12. Diet Pada Autisme Materi 13. Diet Pada Kanker
Buku ajar ini membahas konsep-konsep mendasar pencapaian kompetensi klinis neurologi yang telah disesuaikan dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI). Buku ini membahas: 1. Neuroinfeksi Diantara penyakit infeksi yang amat berbahaya adalah infeksi Susunan Saraf Pusat (SSP) termasuk meningitis dan ensefalitis. Meningitis sinonim dengan leptomeningitis yang berarti adanya suatu infeksi selaput otak yang melibatkan arachnoid dan piamater sedangkan ensefalitis adanya infeksi pada jaringan parenkim otak. Macam-macam penyakit infeksi: A. Meningitis Bakterial Akut B. Meningitis Tuberkulosis C. Tuberkulosis Medula spinalis D. Abses Serebri E. Infeksi HIV/AIDS F. Poliomielitis G. Rabies H. Malaria Cerebral I. Tetanus 2. Epilepsi merupakan gangguan neurologik kronis. Sebagian besar orang didiagnosis epilepsi karena mengalami bangkitan berulang.
Setelah membaca dan memahami buku ini mahasiswa PPDS diharapkan memiliki 6 area kompetensi Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (psikiatri), yaitu: 1. penatalaksanaan 2. pengetahuan medik ilmu kedokteran jiwa 3. hubungan interpersonal dan komunikasi 4. pembelajaran dan pengembangan diri berbasis masalah dan prakik (problem and practice based learning) 5. Etik dan profesionalisme 6. praktik berbasis sistem Psikiatri biologis adalah salah satu cabang ilmu psikiatri yang bertujuan memahami gangguan mental dalam hal fungsi biologis sistem saraf. Skizofrenia merupakan gangguan mental kronis ditandai dengan serangkaian gejala waham, halusinasi, pembicaraan/ perilaku kacau, gangguan kemampuan fungsi kognitif, psikopatologi gejala negatif dan positif skizofrenia. Gambaran klinis dapat muncul dengan berbagai manifestasi.