RINGKASANrnANNISA NUR MAULIDA. 23010110130206. Evaluasi Post Thawing Motility (PTM) pada Semen Beku Sapi Simental Produksi BIB Ungaran (Pembimbing: YON SOEPRI ONDHO dan DAUD SAMSUDEWA).rnPenelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi Post Thawing Motility (PTM) dan persentase mati sperma, baik yang dilakukan menurut Standar Operasional Prosedur (SOP) maupun pelaksanaannya di lapangan, mengetahui handling straw sejak di Satuan Pelaksana Inseminasi Buatan (SPIB) sampai dengan straw tersebut sampai di pos IB, dan mengetahui alur pendistribusian semen beku yang dilakukan dari Balai Inseminasi Buatan (BIB), SPIB, Pos IB sampai ke akseptor IB. Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi kepada para peternak dan pihak-pihak terkait, yaitu BIB dan Direktorat Jendral Peternakan untuk lebih memperhatikan kebijakan operasional untuk meningkatkan kualitas semen beku. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 16 Desember 2013 sampai 15 April 2014 di SPIB, Pos IB dan Peternak di Kabupaten Wonosobo dan Purbalingga.rnMateri yang digunakan dalam penelitian ini adalah 128 mini straw. Alat yang digunakan adalah gelas, termos air, thermometer, pinset, tabung reaksi, mikroskop, object dan deck glass, bunsen, container, hand tally counter, penggaris kayu, gunting, formulir dan alat tulis. Bahan yang digunakan adalah eosin 2% dan 0,2% serta air bersuhu 37°C. Analisis yang digunakan adalah T-Test dengan 2 perlakuan, yaitu T0 sebagai perlakuan yang sesuai dengan SOP dan T1 sebagai perlakuan yang sesuai dengan pelaksanaan lapangan. Parameter yang diamati adalah Post Thawing Motility (PTM) dan persentase mati sperma.rnHasil pemeriksaan rata-rata terhadap PTM di SPIB, Pos IB, dan peternak yang mendapat perlakuan T0 dan T1 di Kabupaten Wonosobo berturut-turut adalah 65,00%, 69,16%, 63,12%, dan 62,5%, 57,91%, 42,22%, sedangkan di Purbalingga adalah 70%, 67,51%, 62,08% dan 70%, 64,16%, 54,68%. Rata-rata hasil pengamatan terhadap persentase sperma mati pada perlakuan T0 dan T1 di tiap titiknya di Kabupaten Wonosobo berturut-turut adalah 27,70%, 17,69%, 21,03% dan 33,69%, 29,48, 35,78% sedangkan di Purbalingga adalah 15,70%, 20,66%, 25,84% dan 20,73%, 24,36%, 31,17%. Handling straw di lapangan menggunakan suhu thawing yang kebanyakan menggunakan suhu dan durasi dibawah standar 37°C 30 detik. Tinggi container di kedua Kabupaten tidak memenuhi standar, kecuali pada Kecamatan Kutasari dengan perlakuan T1, yang memiliki tinggi container lebih dari 2/3 dari dasar container. Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan nyata (p>0,1) antara perlakuan T0 dan T1 di Wonosobo dan Purbalingga.
RINGKASANrnAKBAR BISANTO. 23010110120096. Pengaruh Lama Periode Brooding dan Level Protein Ransum Periode Starter terhadap Nisbah Daging Tulang dan Massa Protein Daging Ayam kedu Hitam Umur 10 Minggu. (Pembimbing : EDJENG SUPRIJATNA dan RINA MURYANI).rnTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara lama periode brooding dan level protein ransum periode starter yang berbeda terhadap nisbah daging tulang dan massa protein daging ayam kedu hitam umur 10 minggu. Penelitian dilakukan pada hari Senin tanggal 22 Oktober 2013 hingga hari senin 31 Desember 2013 di Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang.rnMateri yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam kedu hitam unsex umur 1 hari sebanyak 108 ekor dengan bobot rata-rata 38,52 + 3,38 gram (CV= 4,70%). Pakan yang digunakan terdiri dari pakan starter dengan persentase PK (protein kasar) 18, 20 dan 22% dan finisher dengan persentase PK 16%. Energi metabolis (EM) pakan starter dan finisher sebesar 2800 kkal/kg. Bahan pakan yang digunakan dalam formulasi ransum adalah jagung, bekatul, bungkil kedelai dan tepung ikan. Brooding mengunakan pemanas dari lampu 100 watt, lampu diletakkan diatas litter dengan ketinggian ± 20 cm. Pengukuran suhu di lakukan 3 kali dalam sehari yaitu pada pukul 05.00 pagi, 13.00 siang dan 21.00 malam. Rancangan percobaan yang digunakan untuk lama periode brooding dan level protein ransum periode starter terhadap performans ayam kedu hitam dalam penelitian ini adalah menggunakan Split Plot. Lama brooding dijadikan sebagai petak utama yaitu yang terdiri dari B1: lama periode brooding 1 minggu, B2: lama periode brooding 2 minggu, B3: lama periode brooding 3 minggu. Anak petak pada rancangan ini adalah pemberian level protein (P) fase starter yang terdiri dari P1: pemberian ransum dengan kadar protein 18%, P2: pemberian ransum dengan kadar protein 20%, P3: pemberian ransum dengan kadar protein 22%. Rancangan dasar yang digunakan adalah RAL terdiri dari 3 ulangan dan tiap unit percobaan terdiri dari 4 ekor ayam. Parameter yang diamati meliputi bobot tulang, bobot daging, nisbah daging tulang, kandungan protein daging dan massa protein daging.rnHasil penelitian tidak terjadi interaksi antara faktor lama brooding dan level protein periode starter terhadap semua perameter. Faktor brooding tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter. Faktor level protein berpengaruh nyata terhadap bobot daging, nisbah daging tulang dan massa protein daging. Pemeliharaan di dataran rendah lama brooding cukup 1 minggu dengan level protein 22%.
RINGKASANrnANISA ESKA CAHYANTI. 23010110130156. 2014. Evaluasi Mikroskopis Kualitas Spermatozoa pada Penanganan Semen Beku Sapi Simmental Produksi BIB Ungaran di Titik Distribusi Kabupaten Wonosobo Dan Purbalingga (Microscopic Evaluation of Sperm Quality on Handling Frozen Semen of Simental Produced by CAI Ungaran of Frozen Semen Distribution Point at Wonosobo and Purbalingga Residences). (Pembimbing: ENNY TANTINI SETIATIN dan DAUD SAMSUDEWA).rnProduktivitas sapi potong terutama sapi Simental di Indonesia dapat ditingkatkan dengan teknologi bioreproduksi. Salah satunya adalah Inseminasi Buatan (IB) dengan menginseminasikan semen beku ke ternak betina. Semen beku didapat dari BIB kemudian didistribusikan ke SPIB II, Pos IB dan peternak. Distribusi yang panjang tersebut menyebabkan adanya kemungkinan penurunan kualitas spermatozoa dari semen beku akibat adanya kesalahan penanganan semen beku. Abnormalitas spermatozoa dan tudung akrosom utuh (TAU) merupakan evaluasi spermatozoa yang penting untuk menunjang keberhasilan perkawinan IB. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh dari proses distribusi dan penanganan semen beku terhadap keutuhan tudung akrosom dan abnormalitas spermatozoa pada semen beku produksi BIB Ungaran.rnTujuan penelitian yaitu mengetahui kualitas semen beku pada tiap titik distribusi serta mengevaluasi faktor-faktor yang berpotensi menurunkan kualitas semen beku baik dari Balai Inseminasi Buatan hingga ke akseptor di Kabupaten Wonosobo dan Purbalingga. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2013 hingga Maret 2014 di titik distribusi semen beku produksi BIB Ungaran di Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Purbalingga dan di Laboratorium Genetika, Pemuliaan dan Reproduksi, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.rnMateri yang digunakan dalam penelitian ini 128 straw sapi Simmental, larutan Williams, NaCl fisiologis 0,9%, air hangat 37oC, penggaris kayu, pinset, gelas ukur, termometer, stopwatch, tissue, gunting tabung reaksi, pipet tetes, mikroskop, object glass, deck glass¸ spuit, bunsen, hand tally, standing jar, box, dan alat tulis. Penelitian ini menggunakan rancangan paired sampel t-test. Perlakuan pada penelitian ini yaitu T0 = perlakuan sesuai SOP dan T1 = perlakuan sesuai keadaan di lapangan. Peremeter yang diamati adalah abnormalitas spermatozoa dan Tudung Akrosom Utuh (TAU).rnHasil penelitian yang diperoleh untuk abnormalitas spermatozoa dengan perlakuan sesuai SOP di setiap titik distribusi Kabupaten Wonosobo dan Purbalingga berturut-turut adalah 8,00%, 8,17% dan 9,52% kemudian 6,89%, 8,93% dan 10,24%. Nilai abnormalitas spermatozoa dengan perlakuan sesuai keadaan di lapangan di setiap titik distribusi Kabupaten Wonosobo dan Purbalingga berturut-turut adalah 9,2%, 10,83% dan 15,95% kemudian 7,81%, 10,34% dan 12,17%. Hasil penelitian untuk TAU dengan perlakuan sesuai SOP dirnvirnsetiap titik distribusi Kabupaten Wonosobo dan Purbalingga berturut-turut adalah 61,09%, 60,27% dan 57,40% kemudian 60,52%, 57,87%, dan 56,38%. Nilai TAU dengan perlakuan sesuai keadaan di lapangan di setiap titik distribusi Kabupaten Wonosobo dan Purbalingga berturut-turut adalah 55,74%, 54,19% dan 50,98% kemudian 58,93%, 56,95% dan 53,66%.rnSimpulan dari penelitian yaitu kualitas semen beku produksi BIB Ungaran di setiap titik distribusi Kabupaten Wonosobo dan Purbalingga dengan perlakuan sesuai SOP, mempunyai kualitas yang jauh lebih baik dari perlakuan sesuai keadaan di lapangan. Titik kritis penurunan kualitas semen beku terlihat pada titik distribusi terakhir yaitu peternak. Saran dari penelitian ini adalah perlunya penyeragaman alat dan handling semen beku sesuai SOP dalam kegiatan inseminasi buatan sehingga dapat mengurangi penurunan kualitas spermatozoa pada semen beku.
RINGKASANrnSRI LESTARI. 23010110120090. Income Over Feed Cost pada Pemeliharaan Ayam Lohman Unsexing yang Diberi Pakan Mengandung Gulma Air S. molesta (Income Over Feed Cost of Unsexed Lohman Rearing Fed with Duck Weed S. molesta Containing formula). (PEMBIMBING : AGUS SETIADI dan HERY SETIYAWAN).rnPermasalahan terbesar yang dihadapi oleh peternak salah satunya adalah mahalnya harga pakan, 60-70% biaya produksi merupakan biaya pakan. Cara untuk menekan biaya pakan yang merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi salah satunya adalah dengan mencari alternatif bahan pakan yang murah dan mudah didapatkan. Salah satu bahan alternatif untuk mengatasi masalah tersebut adalah pemanfaatan gulma air S. molesta (kiambang).rnPenelitian ini dilaksanaka pada bulan 27 Agustus – 09 Oktober 2013 di kandang Itik dan Mentok (TikTok) Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. Penelitian ini Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penambahan daun S. molesta pada ransum dapat meningkatkan Income Over Feed Cost dan dapat meningkatkan performa pada ayam Lohman unsexing.rnMateri yang digunakan adalah 100 ekor Day Old Chick (DOC) ayam Lohman Unsexing. Bahan penyusun ransum terdiri dari jagung kuning, bekatul, bungkil kedelai, tepung ikan, minyak, kapur, premix, methionin, lysin serta penambahan tepung S. molesta. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 4 perlakuan dengan 5 ulangan, sehingga terdapat 20 unit percobaan, dan setiap unit percobaan terdiri dari 5 ekor ayam. Perlakuan terdiri dari T0 = ransum tanpa S. molesta, T1 = ransum dengan S. molesta 6%, T2 = ransum dengan S. molesta 12%, T3 = ransum dengan S. molesta 18%. Ransum hasil dari penyusunan diberikan pada saat periode starter dan finisher. Pengambilan data yaitu performa ayam, dan hasil penjualan.rnHasil penelitian menunjukan bahwa Income Over Feed Cost (IOFC) tertinggi terdapat pada ayam tanpa penambahan S. molesta namun pada pemberian S. molesta 6% tidak menurunkan nilai IOFC hasil IOFC mengalami penurunan pada level pemberian 12%, kandungan omega 3 paling tinggi pada pemberian S. molesta 6%. Kesimpulan penelitian Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa IOFC tidak berubah dengan adanya S. molesta hingga 6% dalam pakan, tetapi mulai turun pada level pemberian 12%. Namun demikian penjualan tidak menghargai kandungan omega 3 yang tinggi pada karkas.