Text
PENGARUH BUFFER 10% FORMALIN DAN FORMALIN 37% PADA EMBALMING TERHADAP PERUBAHAN POSTMORTEM DAN GAMBARAN PATOLOGI ANATOMI OTAK DAN GINJAL PADA TIKUS WISTAR DALAM WAKTU YANG BERBEDA
Latar belakang : Embalming (pengawetan jenazah) adalah pemberian macam-macam bahan kimia tertentu pada interior dan eksterior orang mati dengan tujuan menghambat dekomposisi jaringan. Sejak tahun 1893, formalin sudah digunakan sebagai cairan pengawet jaringan, organ dan kadaver. Akan tetapi paparan formalin yang terlalu lama dapat menyebabkan kanker. Berdasarkan penelitian Walrath dkk, di departemen kesehatan New York mengidentifikasi kematian 243 embalmer disebabkan oleh kanker. International Academy of Pathology menetapkan buffer 10% formalin adalah cairan yang baik sebagai piksatif. Pada penelitian ini dilakukan embalming menggunakan formalin 37% dan Buffer 10% formalin untuk melihat perbedaan efektifitas cairan tersebut dalam embalming. Tujuan : Mengetahui perbedaan perubahan-perubahan postmortem dan gambaran patologi anatomi otak dan ginjal yang telah diembalming. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan sampel
berjumlah 36 ekor tikus wistar, yang dibagi menjadi sembilan kelompok. Kelompok tanpa perlakuan (kontrol) 72 jam, 96 jam dan 120 jam yang tidak diberi perlakuan. Kelompok perlakuan Buffer 10% formalin 72 jam, 96 jam, dan 120 jam sebagai kelompok yang diembalming dengan Buffer 10% formalin. Dan kelompok perlakuan formalin 37% 72 jam, 96 jam, dan 120 jam sebagai kelompok yang diembalming dengan formalin 37%. Pada masing-masing kelompok perlakuan diembalming dengan menggunakan cairan buffer 10% formalin, dan formalin 37% yang disuntikkan secara intraventrikel dengan dosis 15 ml/100g berat badan tikus. Saat akhir perlakuan mengamati perubahan-perubahan postmortem dan organ otak dan ginjal diambil pada 72 jam, 96 jam, dan 120 jam. Hasil : Pada kelompok kontrol telihat dengan jalas perubahan-perubahan postmortem dan gambaran patologi anatomi otak dan ginjal yang tidak jelas. Kelompok buffer 10% formalin dan kelompok formalin 37% menunjukkan perubahan-perubahan postmortem yang minimal dan gambaran histopatologi yang jelas. Kesimpulan : Tikus wistar menunjukkan perubahan-perubahan postmortem yang berbeda pada waktu perlakuan 72 jam, 96 jam, dan 120 jam. Embalming menggunakan buffer 10% formalin dan formalin 37% menunjukkan perbedaan terhadap gambaran patologi anatomi otak dan ginjal. Embalming menggunakan buffer 10% formalin memperlihatkan gambaran patologi anatomi yang lebih baik. Sementara perubahan-perubahan postmortem terlihat lebih minimal pada embalming menggunakan formalin 37%.
Kata kunci : Embalming, Formalin 37%, Buffer 10% formalin.
Tidak tersedia versi lain