Text
Perbedaan perubahan skor bishop dan kejadian inpartu antara misoprostol peroral dan pervaginam pada kehamilan diatas 41 minggu
Latar Belakang : Morbiditas dan mortalitas perinatal meningkat pada usia kehamilan lebih dari 41 minggu, morbodotas berkaitan dengan disfungsi plasenta, penurunan volume air ketuban dan makrosomia. ANC rutin dan induksi persalinan merupakan strategi untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal. Induksi persalinan pada usia kehamilan lebih dari 41 minggu dengan cerviks unfavourable menggunakan misoprstol untuk cervical ripening. Misoprostol peroral merupakan metode induksi persalinan yang efektif, sama efektifnya dengan misoprostol pervaginam dengan resiko bedah sesar dan hiperstimulasi uteri lebih kecil. Pemberiannya lebih mudah bagi provider dan nyaman bagi pasien.
Tujuan : membandingkan perbedaan perubahan skor bbishop dan kejadian inpartu dalam 6 jam setelah pemberian misoprostol antara misoprostol peroral dan pervaginam.
Metode : lima puluh dua perempuan dengan usia kehamilan lebih dari 41 minggu dengan skor bishop < 5 yang akan menjalani prosedur induksi persalinan dialokasikan secara acak ke dalam kelompok misoprostol peroral dan pervaginam. Misoprostol peroral dengan memberikan misoprostol 25 ug dalam bentuk larutan misoprostol dengan konsentrasi 1ug/ml tiap 2 jam, sementara pervaginam dengan memasukkan tablet misoprostol 25 ug kedalam forniks posterior tiap 6 jam. Skor bishop awal, 6 jam, perubahan skor bishop, kejadian inpartu, luaran neonatal, komplikasi dan efek samsping pasca pemberian misoprostol dibandingkan antara kedua kelompok.
Hasil : perubahan skor bishop pada kelompok peroral lebih banyak dibandingkan perubahan skor bishop pada kelompok misoprostol pervaginam (5,5 vs 3,6; p= 0,0001), Rerata interval waktu induksi-inpartu, induksi-kala II dan induksi-lahir bayi juga tampak lebih singkat pada kelompok misoprostol peroral dibanding misoprostol vaginal (7,3 jam vs 10,6 jam, 14,0 jam vs 16,8 jam, dan 14,6 jam vs 17,6 jam; p=0,002; 0,003; 0,002). Kejadian inpartu lebih banyak pada kelompok peroral dibanding vaginal (53,8% vs 15,4%). Kelompok misoprostol peroral memiliki kemungkinan 3,5 kali lebih besar terjadi inpartu dalam enam jam setelah pemberian pertama dibanding kelompok vaginal (OR 3,5’ IK 95% 1,33-9,23). Satu kasus kejadian skor APGAR menit kelima < 7 hanya terdapat pada kelompok misoprostol peroral (3,8%; p=1,00). Ketuban mekoneal terjadi 2 kasus pada kelompok misoprostol pervaginam (7,7%; p=0,54) dan hanya 2 kasus kejadian demam pada kelompok misorostol peroral (7,7%; p=0,54). Pemberian misoprostol peroral sama amannya dengan pemberian misoprostol pervaginam dari aspek luaran janin, komplikasi serta efek samping obat.
Simpulan: penggunaan misoprostol peroral pada sebagai agen cervical ripening lebih efektif dibanding dengan misoprostol pervaginam dan terbukti sama amannya dengan misorostol pervaginam.
Kata kunci : misoprostol peroral, skor bishop, cervical ripening, induksi persalinan
Tidak tersedia versi lain