Latar belakang : Kelainan pada retina merupakan salah satu kondisi yang dapat menyebabkan kebutaan. Salah satu terapinya adalah pembedahan disertai penggunaan tamponade agent silicone oil, komplikasi penggunaan silicone oil adalah peningkatan tekanan intraokuler, dimana pada kondisi ini direkomendasikan untuk dilakukan evakuasi silicone oil. Pada beberapa kasusu evakuasi silicone oil tidak dapat menurunkan tekanan intraokuler. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi tekanan intraokuler pasca silicone oil diantaranya status lensa, status, volume dan durasi tamponade silicone oil. Tujuan : Mengetahui perbedaan tekanan intraokuler pasca evakuasi silicone oil berdasarkan status lensa, status, volume dan durasi tamponade silicone oil. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan design cross sectional. Sampel sebanyak 25 mata diambil dengan metode consecutive sampling. Hasil : Subjek pada penelitian ini adalah 56% berjenis kelamin laki-laki, 44% perempuan. Peningkatan tekanan intraokuler pasca evakuasi silicone oil terjadi pada 44% mata. Diagnosis pasien 42% rhegmatogen retinal detachement dan 58% tractional retinal detachement. Pada analisis bivariat status lensa dengan tekanan intraokuler pasca evakuasi silicone oil didapatkan nilai p=0,904. pada analisis bivariat silicone oil anterior chamber dengan tekanan intraokuler pasca evakuasi silicone oil didaptkan nilai p=0,023, pada analisis bivariat volume silicone oil dengan tekanan intraokuler pasca evakuasi silicone oil didaptkan nilai p=0,735, pada analisis bivariat durasi tamponade silicone oil dengan tekanan intraokuler pasca evakuasi silicone oil didapatkan nilai p
Pendahuluan : Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik ditandai dengan hiperglikemia, salah satu komplikasinya adalah retinopati diabetika proliferatif (PDR) high risk. Hiperglikemia kronis mengakibatkan stress oksidatif, penebalan membrane basalis dan sel pembuluh darah. Hal ini mengakibatkan iskemia dan hipoksia retina yang memicu terbentuknya Vascular Endothelial Growth Factor VEGF A, VEGF B, VEGF C, VEGF D, Placenta Growth Factor (PIGF). Placenta Growth Factor (PIGF) memiliki sifat angiogenik yang mampu menginduksi pertumbuhan dan migrasi sel-sel endotel. Sehingga dapat menyebabkan penurunan visus. Tatalaksana retinopati diabetika proliferatif antara lain pengendalian gula darah, lasert foto koagulasi, injeksi intravitrel anti VEGF (Aflibercept dan Bevacizumab) dan vitrektomi. Tujuan : Untuk membuktikan adanya perbedaan kadar Placenta Growth Factor (PIGF) vitreus setelah pemberian Aflibercept dan Bevacizumab penderita retinopati diabetika proliferatif. Material dan Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan secara cross sectional two group post test only. Dilakukan di bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RSND, dengan 12 sampel kelompok injeksi intravitreal Aflibercept dan 12 sampel Bevacizumab. Sampel cairan vitreus diperoleh saat operasi vitrektomi 4-7 hari setelah injeksi intravitreal. Kemudian sampel diperiksa dengan metode ELISA di laboratorium GAKI untuk diperiksa kadar PIGF. Normalitas distribusi diuji dengan Saphiro - wilk, homogenitas varian dengan uji levene. Selanjutnya diuji dengan uji t dan Mann-Whitney sebagai pengganti uji t. Perbedaan dianggap bermakna jika p