Latar belakang : Multi Drug Resistant TB (MDR-TB) adalah kasus tuberkulosisisebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang resisten minimal terhadap rifampisisn dan isoniazid secara bersamaan dengan atau tanpa OAT lini 1 yang lain. Laporan WHO tahun 2010, Indonesian berada di urutan ke-8 kasus MDR-TB dan tahun 2013 diperkirakan terdapat 6.800 kasus baru setiap tahunnya. Foto Thoraks merupakan salah satu pemeriksaan penunjang diagnostik untuk meniali kelainan paru yang cepat dan tidak invasif, tidak memerlukan persiapan khusus dan merupakan pemeriksaan yang relatif murah. Metode : Desain penelitian adalah observasional retrospektif dengan memebandingkan gambaran radiologi pasien MDR-TB sebelum pengobatan dan setelah 12 bulan pengobatan. Jumlah sampel 33 pasien MDR-TB yang memenuhi kriteria inklusi di Poli MDR-TB RS Dr. Kariadi Semarang. Hasil : Pada penelitian ini didapatkan 33 subyek dengan gambaran foto toraks yang bervariasi. Prediksi lesi berupa konsolidasi, kavitas, efusi pleura maupun nodul-nodul biasanya di daerah paru segmen apikal, segmen posterior lobus atas dan segmen posterior lobus bawah. Menurut uji Wilcoxon Signed Ranks Test menunjukkan bahwa diantara kondisi sebelum dan 12 bulan setelah pengobatan OAT, ada perbedaan gambaran foto toraks secara bermakna pada konsolidasi. kavitas dan tuberkuloma (p
Latar belakang : Karsinoma hepatoseluler (KHS) merupakan keganasan primer hati dan penyebab kematian terbanyak ke-3 akibat kanker menurut WHO. Pedoman Japan society of Hepatology merekomendasikan MRI dengan kontras spesifik hepatosit (Gadolinium ethoxy-benzyl diethylenetriamine pentaacetic acid / Gd-EOB-DTPA) sebagai modalitas lini kedua, yang merupakan meode paling sensitif untuk deteksi KHS berukuran kecil dan lesi premaligna yang akan berkembang menjadi KHS. MRI difusi menggambarkan selularitas dan integritas membran sel secara detail. Apparent-Diffusion-Coefficient (ADC) map merupakan sekuen yang diperoleh dari sekuen Diffusion-Weighted-Iamging (DWI), sedangkan ADC value merupakan metode imejing terbaik untuk menilai difusi secara kuantitatif. Penelitian ini akan melihat penggunaan MRI difusi pada kasus KHS apakah mempunyai kesesuaian dengan MRI kontras Gd-EOB-DTPA di RSUP dr. Kariadi Semarang. Tujuan : Mengetahui kesesuaian hasil pemeriksaan MRI difusi terhadap MRI kontras Gd-EOB-DTPA untuk menentukan KHS Metode : Penelitian menggunakan desain observasional, retrospektif melalui data sekunder rekam medis, dengan menggunakan uji Kappa. Pasien dengan nodul hati yang inkonklusi KHS pada pemeriksaan CT-scan 3 fase dilakukan pemeriksaan MRI difusi dan MRI kontras Gd-EOB-DTPA. Dua orang dokter spesialis Radiologi memeriksa hasilnya. Uji Kappa digunakan untuk mengetahui kesesuaian antar modalitas tersebut. Hasil : Terdapat 12 pasien yang memenuhi kriteria penelitian, terdiri dari 10 laki-laki dan 2 perempuan. Secara statistik terdapat kesesuaian (Kappa=0,75) antara hasil pemeriksaan MRI difusi dan MRI kontras Gd-EOB-DTPA. Simpulan : Terdapat tingkat kesesuaian baik antara hasil pemeriksaan MRI difusi dan MRI kontras Gd-EOB-DTPA untuk menentukan KHS di RSUP dr. Kariadi Semarang. Kata kunci : Karsinoma hepatoseluler, MRI difusi, DWI, ADC map, ADC value, MRI kontras Gadoxetic Acid Disodium, Gd-EOB-DTPA.
Latar belakang : Karsinoma serviks masih merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Diagnosis karsinoma serviks diperoleh dari pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi. Standar pemeriksaan yang menjadi dasar penentuan stadium penyakit adalah pemeriksaan berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO). FIGO menggolongkan adanya keterlibatan mukosa kandung kemih ke dalam karsinoma serviks uteri stadium IV yang memerlukan tindakan mukosa kandung kemih ke dalam karsinoma serviks uteri stadium IV yang memerlukan tindakan terapi radiasi paliatif. Pemeriksaan yang digunakan untuk mengethui adanya keterlibatan mukosa kandung kemih pada karsinoma serviks adalah sistoskopi dan biopsi, namun membutuhkan peralatan yang mahal dan keahlian khusus. Oleh karena itu, sitologi urin diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis adanya tumor kandung kemih dan follow-up hasil terapi. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik uji diagnostik pada pasien karsinoma serviks uteri yang menjalani pemeriksaan sistokopi biopsi yang dirawat di Divisi Onkologi Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP dr. Kariadi Semarang pada periode penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pemeriksaan dan pengujian secara langsung spesimen dari sampel penelitian. Tujuan : Mendapatkan informasi tentang nilai diagnostik pemeriksaan sitologi urin untuk mendiagnosis adanya keterlibatan kandung kemih pada penderita kanker serviks uteri yang menjalani pemeriksaan sistoskopi biopsi dengan pemeriksaan sistoskopi kandung kemih sebagai baku emas. Hasil : Data yang berhasil dikumpulkan selama penelitian adalah 32 sampel dengan usia rata-rata 48 thn dengan usia termuda 32 tahun dan paling tua 66 tahun dimana dengan karakteristik jenis kanker sampel : Squamous cell 68,8% (54,5% diferensiasi baik dan 45,5% diferensiasi sedang), adenocarcinoma 28,1%, adenosquamous 3,1%. Data hasil sitologi urin dan PA biopsi vesika urinaria menunjukkan bahwa hasil sitologi menunjukkan sel ganas semuanya pada stadium 3 (62,5) dan 4 (37,5). Dan hasil patologi anatomi konfirmasi menunjukkan metastase ke vesika urinaria 42,9% pada stadium 3 dan 42,9% stadium 4. Sedangkan hasil sitologi urin dari 32 wanita yang terdiagnosis kanker serviks 75,0%, tidak didapatkan sela ganas dan 25% didapatkan sel ganas. Hasil pemeriksaan sitologi urin didapatkan 75,0% infiltrat pada mukosa vesika urinaria dan 18% terdapat tumor, Hasil patologi anatomi biopsi terbukti terdapat metastasis kanker serviks 43,8% pada vesika urinaria. Pemeriksaan sitologi urin memiliki sensitivitas yang rendah namun memiliki spesifitas yang cukup baik dalam menilai adanya infiltrat pada vesika urinaria dengan tingkat akurasi sebesar 43,8%. Sitologi urin memiliki sensitivitas 35,7% dan spesifitas 94,4% untuk menduga adanya metastase sel kanker serviks pada vesika urinaria dan memiliki tingkat akurasi sebesar 68,75%. Simpulan : Dari hasil penelitian ini, dapat kami simpulkan bahwa sitologi urin dapat digunakan diagnostik keterlibatan kandung kemih pada kanker serviks khususnya dalam menyingkirkan adanya metastasis sel kanker pada vesika urinaria. Hal ini didasari oleh hasil uji diganostik yang menunjukkan spesifisitas dan nilai duga negatif yang tinggi. Kata kunci : sitologi urin, kanker serviks, keterlibatan kandung kemih
Tujuan : Mengetahui hubungan antara gambaran kardiotokografi dengan Apgar Score, mengetahui hubungan antara gambaran kardiotokografi dengan keadaan asam basa bayi baru lahir dan untuk mengetahui hubungan antara gambaran kardiotokografi dengan jenis persalinan. Metode : Penelitian ini dilakukan mulai Februari 2017 sampai April 2017, dilakukan di RSUP dr. Kariadi Semarang, RSUD Prof. Margono Purwokerto dan RSUD Tugu Rejo. Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan desain penelitian kohort prospective. Selama periode tersebut, subyek penelitian kami pilih secara consecutive sampling. Kami menggunakan mesin kardiotokografi baru yang merk Bistos BT-300 dan sudah terkalibrasi yang dilengkapi dengan probe fetal heart rate (cardiometer), probe tocometer, sabuk dan kertas kardiotokografi. Kami dapatkan 48 subyek penelitian dengan 24 kasus dengan gambaran kardiotokografi normal terdiri dari kategori dua dan tiga dan 24 kasus dengan gambaran kardiotokografi normal terdiri dari kategori satu. Penilaian luaran asfiksia janin kami nilai dari Apgar Score pada menit kelima setelah persalinan paraabdominal atau pervaginam. Pengambilan blood gas analysis dari arteri umbilikal untuk pemeriksaan blood gas analysis dilakukan setelah bayi lahir, sebelum plasenta dilahirkan. Kemudian data dikumpulkan dan diolah melalui program SPSS. Hasil : Dari karakteristik variabel penelitian kelompok gambaran kardiotokografi normal dan abnormal didapatkan bahwa umur ibu, umur kehamilan, pendidikan, pembiayaan, pendapatan, indeks massa tubuh, paritas, ketuban pecah dini, induksi persalianan, lama persalinan, berat janin lahir, kadar hemoglobin ibu dan tekanan darah, secara statistik pada kedua kelompok tidak bermakna (p>0.05). Dari uji hubungan gambaran kardiotokografi dengan luaran asfiksia kami dapatkan gambaran kardiotokografi abnormal dan normal tidak memiliki hubungan yang bermakna (p:0.489) dengan kejadian asfiksia janin. Dari uji hubungan gambaran kardiotokografi dengan status asam basa janin didapatkan kelompok gambaran kardiotokografi abnormal dan normal tidak memiliki hubungan yang bermakna (p:1.00) dengan kejadian status asam basa janin. Uji hubungan gambaran kardiotokografi dengan jenis persalinan didapatkan adanya hubungan yang bermakna (p:0,01) gambaran kardiotokografi dengan jenis persalinan, didapatkan RR:4.67 kali untuk persalinan perabdominal pada kelompok gambaran kardiotokografi abnormal dibandingkan kelompok kardiotokografi normal. Kesimpulan : 1) Terdapat hubungan tetapi tidak bermakna antara gambaran kardiotokografi dengan asfiksia janin. 2) Terdapat hubungan tetapi tidak bermakna antara gambaran kardiotokografi dengan status asam basa atau pH darah janin. 3) Terdapat hubungan bermakna gambaran kardiotokografi dengan kejadian peningkatan angka persalinan perabdominal. Kata kunci : kardiotokografi, asfiksia
Latar belakang : Rumah Sakit merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang mengalami perubahan orientasi nilai dan pemikiran. Pasien memiliki harapan agar semua kebutuhannya terpenuhi. Dengan terpenuhinya kebutuhan mereka maka akan menjadi mereka puas dan akan loyal dengan rumah sakit. Loyalitas pasien dapat mengakibatkan tumbuhnya keinginan untuk melakukan pembelian ulang atau penggunaan jasa ulang dan dengan sukarela akan merekomendasikan jasa rumah sakit tersebut kepada orang lain. Faktor dokter merupakan faktor penting yang memberikan pengaruh paling besar dalam menentukan kualitas pelayanan salah satunya kepada pasien rawat jalan. Tujuan : Mengetahui adanya hubungan antara persepsi tentang mutu pelayanan dokter dengan loyalitas pasien di poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2014-2016. Metode : Penelitian observasional analitik dengan metode survei dengan pendekatan belah lintang. Sampel 110 responden diambil dari pasien poliklinik kebidanan dan kandungan RSUP Dr. KAriadi Semarang sesuai kriteria inklusi penelitian. Hasil : Dari analisis bivariat penelitian ini di ketahui bahwa mutu pelayanan sikap dokter, keterampilan teknis medis dokter, penyampaian informasi oleh dokter, ketersediaan waktu konsul dokter berhubungan secara bermakna dengan loyalitas pasien dengan loyalitas pasien di poliklinik kebidanan dan kandungan RSUP Dr. Kariadi Semarang. Analisis multivariat, terdapat hubungan bermakna antara mutu pelayanan penyampaian informasi oleh dokter dengan loyalitas pasien di Poliklinik kebidanan dan kandungan RSUP dr. Kariadi Semarang. Simpulan : Terdapat hubungan antara persepsi tentang mutu pelayanan dokter dengan loyalitas pasien di poliklinik kebidanan dan kandungan RSUP Dr. Kariadi Semarang. Kata kunci : persepsi pasien, mutu pelayanan dokter, loyalitas pasien
Latar belakang : Remaja memiliki kecenderungan untuk mengeksplor dan mencoba hal baru termasuk yang berhubungan dengan seksualitas. Namun, kecenderungan ini sering kali tidak diimbangi dengan pengetahuan yang benar tentang seksualitas dan risikonya. Adanya remaja risiko tinggi adalah remaja yang tinggal dan berdomisili dikomunitas risiko tinggi seperti daerah lokalisasi, dimana transaksi seks terjadi dengan bebasnya di daerah ini dan biasanya dibarengi dengan minum minuman beralkohol. Lingkungan tersebut memberikan paparan seksual sehingga remajanya mengalami kematangan seksual lebih dni dan mempunyai pengaruh sangat besar terhadap sikap remaja mengenai hubungan seks pranikah. Pada penelitian ini akan dilakukan penelitian tentang pengetahuan, sikap dan perilaku seksual remaja yang tinggal di lokalisasi khusunya di lokalisasi Sunan Kuning Semarang. Metode : Penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan belah lintang (cross sectional) pada seluruh remaja risiko tinggi usia 10-22 tahun yang menetap di Sunan Kuning minimal 1 tahun. Tujuan : Mendapatkan informasi tentang pengetahuan, sikap dan perilaku seksual remaja risiko tinggi yang tinggal di daerah Sunan Kuning Kota Semarang. Hasil : Data yang berhasil dikumpulkan selama penelitian adalah 93 sampel dengan eksklusi 28 sampel. Dari sampel yang terkumpul didapatkan data 67 remaja (73,1%) memiliki pengetahuan seksual yang tinggi, 87 sampel (93,5%) memiliki sikap seksual positif dan 83 remaja (89,2%) dengan perilaku seksual baik. Analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan pada status marital orang tua (p=0,03), tingkat pendapatan orang tua (p=0,017) dan sikap seksual pengetahuan, jenis kelamin, tingkat pendidikan, keberadaan sumber informasi reproduksi dengan perilaku seksual. Simpulan : Penelitian ini menggambarkan remaja risiko tinggi di Sunan Kuning sudah memiliki pengetahuan seksual yang tinggi, memiliki sikap seksual positif dan perilaku seksual baik. Status marital orang tua, tingkat pendapatan orang tua dan sikap seksual adalah faktor yang berpengaruh signifikan terhadap perilaku seksual remaja. Kata kunci : pengetahuan, sikap, perilaku seksual, remaja, remaja risiko tinggi, Sunan Kuning
Latar belakang : Kerut lipatan nasolabial merupakan salah satu manifestasi klinis penuaan yang terlihat pada wajah, yang berhubungan dengan perubahan jaringan ikat kolagen pada dermis. Radio Frekuesni (RF) memiliki efek thermal jaringan pada dermis yang menyebabkan denaturasi kolagen sehingga menghasilkan efek remodelling yaitu pembentukan kolagen baru. Tujuan : Mengetahui efektivitas penggunaan radio frekuensi sebagai terapi kerut lipatan nasolabial. Metode : Menggunakan rancangan Randomized control group pre test-post test design dengan design kontrol pararel. Terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan yang diterapi dengan radio frekusni dan kelompok kontrol yang tidak diterapi radio frekuensi. Seluruh subyek penelitian difoto baik sebelum dan setelah akhir terapi. Data fotografik dievaluasi oleh 3 penilai menggunakan Wrinkle Assessment Scale (WAS). Hasil : Subyek dalam penelitian ini berjumlah 28 orang dengan kerut lipatan nasolabial yang bervariasi. Empat belas subyek enelitian pada kelompok perlakuan diterapi radio frekuensi sebanyak 4 kali dengan interval 2 minggu. Empat belas subyek kontrol hanya diberikan tabir surya. terdapat perbedaan bermakna selisih skor WAS antara kelompok perlakuan RF dan kontrol tanpa terapi RF (p
Pendahuluan : Angka kasus luka bakar akibat paparan panas yang semakin meluas sering menimbulkan tantangan bagi investigator, ahli forensik penegak hukum. Hal tersebut untuk membedakan apakah luka bakar akibat paparan panas terjadi saat korban masih hidup (antemortem), sesaat setelah korban meninggal (perimortem), atau saat korban sudah meninggal (postmortem) untuk menutupi penyebab kematian yang sebenarnya. Tujuan : Mengetahui perbandingan histopatologi saluran napas bawah fase intravital, perimortem, dan postmortem tikus wistar yang diberi paparan panas secara langsung maupun tidak langsung. Material dan metode : Penelitian ini merupakan penelitian experimental laboratorik dengan desain yang dipakai adalah post test only with kontrol group design. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUP Dr. Kariadi Semarang dan Labaoratorium Patologi Anatomi Akurat Semarang sebagai tempat pembuatan preparat dan pemeriksaan mikroskopis dengan 35 sampel. Untuk mencari perbandingan dari tiap perlakuan, klasifikasi tersebut dianalisis dengan uji Mann-Whitney untuk melihat perbandingan antar kelompok. Hasil penelitian : Terdapat perbandingan yang signifikan L1 nilai p 0,003 jelaga dan radang. L2 nilai p 0,005 radang dan nilai p 0,003 jelaga. L3 nilai p 0,003 radang dan nilai p 0.005 jelaga. TL 1 nilai p 0,004 radang dan nilai p 0,003 jelaga. TL2 nilai p 0,003 radang dan nilai p 0,005 jelaga. TL3 nilai p 0,004 radang dan nilai p 0,317 pada jelaga tidak ada perbedaan yang bermakna. Berdasarkan hasil penelitian dan uji statistik, pada perdarahan tidak dapat diuji nilai statistik, karena didapatkan hasil yang sama tiap perlakuan terdapat perbedaan. Kesimpulan : Paparan panas secara langsung (L) dan tidak langsung (TL) dapat membandingkan gambaran histopatologi saluran napas bawah tikus wistar fase intravital, perimortem dan postmortem. Kata kunci : paparan panas, saluran napas bawah, histopatologi