Pendahuluan: Laserasi perineum yang meluas sampai otot sfingter ani digolongkan menjadi laserasi perineum derajat berat/OASIS. Kesalahan diagnosisnya masih sering terjadi sehingga bisa terjadi penanganan yang undertreatment. Selain itu, masih terdapat banyak kontroversi tentang faktor risiko OASIS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kejadian OASIS di RSUP Dr. Kariadi serta faktor risikonya. Tujuan : Mengetahui angka kejadian dan faktor yang berhubungan dengan laserasi perineum derajat berat di RSUP Dr. Kariadi Semarang Metode: Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan Cohort Retrospektif pada 209 subyek penelitian yang diwawancara dan diperiksa untuk mengetahui adanya faktor risiko OASIS. Analisis bivariatnya menggunakan uji 2 atau uji Fisher-exact. Uji normalitasnya menggunakan uji t-independent (data normal) atau Mann-Whitney (data abnormal). Uji multivariatnya menggunakan uji regresi logistik. Sebelum penelitian dilakukan protokol penelitian telah dimintakan persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan FK UNDIP/RSDK. Hasil: Kejadian OASIS di RSUP Dokter Kariadi sebesar 11,5%. Faktor maternal (riwayat OASIS sebelumnya (RR 6,5 (95% IK= 1,4-29,9)), faktor perinatal (lingkar kepala bayi ≥ 35cm (RR 2,4 (95% IK= 1,1 s/d 5,4)), dan faktor persalinan (episiotomi (RR 7,2 (95% IK= 1,9-27,2)). Kesimpulan: Angka kejadian OASIS di RSUP Dokter Kariadi sebesar 11,5%, faktor maternal (riwayat OASIS sebelumnya), faktor perinatal (lingkar kepala bayi ≥35cm), dan faktor persalinan (episiotomi) merupakan faktor risikonya. Kata kunci: laserasi perineum derajat berat, faktor risiko
Latar belakang: Hipoksia intrauterin mempengaruhi kesejahteraan janin serta harus dapat dikenali dan diatasi sedini mungkin. Metode penilaian kesejahteraan janin menggunakan skor Manning menilai profil biofisik janin. Metode Manning, dinilai memakan waktu yang lama, sehingga dibuatlah modifikasi pemeriksaan biofisik janin. Penelitian ini difokuskan untuk menilai kemampuan kedua pemeriksaan untuk deteksi luaran neonatal. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan metode kohort prospektif. Populasi target adalah wanita hamil >34 minggu, yang bersalin dan menjalani pemeriksaan skor Manning dan skor Modifikasi Profil Biofisik janin di RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RS jejaring. Dilakukan pengambilan data skor manning, skor modifikasi, usia ibu, usia kehamilan, IMT, metode persalinan, berat lahir, kadar Hb, tekanan darah, skor APGAR dan BGA tali pusat. Analisis data dilakukan untuk menilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan negatif serta dilakukan uji beda dengan T- test. Hasil: Tujuh puluh delapan pasien diikutkan dalam penelitian ini. Usia ibu, usia kehamilan, IMT, metode dan lama persalinan, berat lahir, kadar Hb, tekanan darah antar kelompok hasil normal dan abnormal tidak berbeda bermakna. Kesejahteraan janin menggunakan modifikasi profil biofisik didapatkan skor area under the curve 81,3% (p
Latar Belakang : Terdapat beberapa penelitian yang membandingkan kemoradiasi dengan radiasi pada pengobatan KSU (karsinoma serviks uteri) stadium lanjut dengan hasil bervariasi, ada yang menyimpulkan lebih baik kemoradiasi dan ada yang mengatakan sama saja antara kemoradiasi dengan radiasi. Saat ini, belum ada data tentang perbedaan respon terapi tersebut di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Tujuan : Mengetahui perbedaan proporsi respon terapi KSU stadium IIB-IIIB yang mendapatkan kemoradiasi dan radiasi. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan desain studi Randomized Control Trial Single Blind. Sampel penelitian adalah wanita yang didiagnosis KSU stadium IIB-IIIB di RSUP Dr. Kariadi Semarang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Terdapat 51 sampel penelitian. Wawancara dan data dari rekam medik digunakan untuk mengetahui karakteristik demografi. Setelah mendapatkan terapi dengan kemoradiasi atau radiasi, subyek penelitian dilakukan pemeriksaan fisik ginekologi untuk menilai respon klinis dan biopsi serviks uteri dilanjutkan pemeriksaan Histopatologi PA di laboratorium PA RSUP Dr.Kariadi Semarang untuk menilai respon terapi histopatologi. Hasil : Kemoradiasi memiliki respon terapi histopatologi baik 92,9% dan respon terapi histopatologi buruk 7,1% sedangkan respon terapi klinis nya adalah remisi 92,85% dan partial response 7,15%. Radiasi memiliki respon terapi histopatologi baik dan remisi 100% dan tidak memiliki respon terapi histopatologi buruk maupun partial response. Setelah dilakukan analisis uji Chi-Square, didapatkan nilai p 0,495 (p>0,05) artinya tidak didapatkan perbedaan bermakna antara jenis terapi kemoradiasi dan radiasi dengan respon terapi, baik respon terapi histopatologi maupun respon klinis. Faktor faktor yang berpengaruh dalam penelitian seperti umur, stadium klinis, status gizi, riwayat menikah, umur pertama kali kawin atau menikah, paritas, riwayat KB, jenis histopatologi, derajat diferensiasi, riwayat pemberian neoadjuvant chemotherapy, riwayat transfusi darah sebelum external beam radiotherapy, kadar Hb sebelum external beam radiotherapy, riwayat transfusi darah selama external beam radiotherapy, penekanan hematologi selama external beam radiotherapy dan overall radiotherapy treatment time tidak berpengaruh terhadap respon terapi penelitian. Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna respon terapi antara kelompok kemoradiasi dengan radiasi pada KSU stadium IIB-IIIB. Kata Kunci : karsinoma servik uteri, radiasi, kemoradiasi, respon terapi histopatologi, respon klinis.
Latar Belakang : Pada tahun 2016, Preeklampsia/eklampsia menyumbangkan sebesar 30% dari mortalitas maternal di RSUP Dr. Kariadi. Salah satu penatalaksanaan preeklampsia ialah pengelolaan aktif yaitu persalinan, dan pada kasus-kasus preeklampsia belum inpartu maka perlu dilakukan induksi persalinan. Sampai saat ini, penilaian skor Bishop pre induksi masih menjadi standar dalam memperkirakan kematangan serviks. Prediktor lain yang saat ini dikembangkan salah satu nya adalah Insulin-like Growth Factor Binding Protein 1 (IGFBP-1) namun belum ada cut off point untuk pemeriksaan IGF BP-1 pada kehamilan aterm terutama dengan penyulit preeklampsia dan preeklampsia. Tujuan : Mengetahui perbedaan kadar IGF BP-1 dan skor Bishop pada ibu hamil aterm dengan preeklampsia yang dilakukan induksi persalinan Metode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain Cohort prospective. Sampel berasal dari wanita dengan usia kehamilan ≥37minggu dengan preeklampsia yang direncanakan untuk dilakukan induksi persalinan yang datang dan dirawat di Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang dan RS jejaring pada periode penelitian (n=66). Tiap responden dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, penghitungan proteinuria, pengambilan sampel IGFBP-1 dari lendir serviks, dan penghitungan skor Bishop kemudian dilakukan uji t berpasangan, uji normalisasi distribusi data dengan Kosmogorov Smirnov, uji ROC untuk mengetahui nilai cut off untuk memprediksi keberhasilan induksi, serta uji regresi logistik untuk mengetahui pengaruh variabel perancu dan kadar IGF BP-1 terhadap keberhasilan induksi. Hasil : Dari 66 subyek, diketahui bahwa rerata skor Bishop yang berhasil dalam induksi persalinan adalah sebesar 2,5±1,81 dan yang berhasil inpartu dalam 12 jam mempunyai rerata skor Bishop 2,6±1,8. Meskipun nilai skor Bishop lebih tinggi pada kelompok yang berhasil namun tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok yang berhasil dan yang gagal. Rerata kadar IGF BP-1 pada subyek didapat 8,29±5,033 mcg/L dengan nilai median 10,8 mcg/L. Kadar IGFBP-1 subyek yang berhasil induksi lebih tinggi secara bermakna dengan luas area under curve (AUC) sebesar 0,76 dibandingkan dengan AUC skor Bishop sebesar 0,55 dengan nilai cut off IGFBP-1 sebesar 8,145 (p= 0,002, RR 5,1). Simpulan : Nilai IGFBP-1 dapat dijadikan sebagai prediktor keberhasilan induksi persalinan pada kehamilan aterm dengan preeclampsia dengan cut off point sebesar 8,145 . Kata kunci : Preeklampsia, Induksi Persalinan Insulin-like Growth Factor Binding
Alergi makanan yang terjadi semenjak bayi akan menimbulkan masalah tumbuh kembang. Orang tua tidak perlu berlebihan dalam membatasi pemberian makanan pada bayi, sehingga asupan zat gizi berkurang dan pertumbuhan anak terganggu. ASI merupakan faktor protektif terhadap alergi makanan. 30/7/2018