Pendahuluan Intervensi koroner perkutan (IKP) merupakan salah satu pilihan tindakan invasif untuk pasien dengan infark miokard akut (IMA) baik pada single vessel disease (SVD) maupun multivessel disease (MVD). IKP inkomplet pada MVD memiliki plak residual yang apabila tidak stabil maka prognosis lebih buruk dan berisiko terhadap major adverse cardiovascular events (MACE). IL-6 merupakan salah satu penanda inflamasi pada IMA yang dapat memperkirakan risiko kardiovaskular yang merugikan. Tujuan Membandingkan perubahan kadar IL-6 pasca-IKP antara penderita IMA yang dilakukan revaskularisasi komplet dan inkomplet. Material dan Metode Subyek penelitian adalah semua NSTEMI dan STEMI dengan onset < 1 minggu yang dilakukan IKP di RSUP Dr. Kariadi Semarang periode bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2016 yang memenuhi kriteria inklusi. Subyek dikelompokkan ke dalam revaskularisasi komplet dan inkomplet berdasarkan hasil IKP dan dilakukan pemeriksaan IL-6 dari darah perifer pada 24 jam pasca-IKP dan pemeriksaan IL-6 kedua dengan interval waktu 1-2 minggu pasca-IKP. Hasil Penelitian 40 pasien (usia rata-rata: 54,55 tahun) dibagi menjadi dua kelompok: 19 pasien (47,5%) dengan revaskularisasi komplet dan 21 pasien (52,5%) dengan revaskularisasi inkomplet. Kadar IL-6 pada kelompok revaskularisasi komplet dan inkomplet terjadi penurunan yang signifikan masing-masing dengan p
Latar Belakang : Peningkatan harapan hidup masyarakat dunia diikuti peningkatan penggunaan alat pacu jantung permanen. Penggunaan pacu jantung bilik tunggal masih luas digunakan saat ini. Pacu jantung bilik tunggal menyebabkan disinkroni di dalam ventrikel kiri. Disinkroni kronik memicu peningkatan kejadian atrial fibrilasi dan stroke di masa depan. Disinkroni intraventrikel kiri diduga menyebabkan gangguan fungsi atrium kiri. Tujuan : Untuk mengetahui korelasi antara disinkroni intraventrikel kiri terhadap fungsi atrium kiri pada penderita dengan pacu jantung bilik tunggal. Metode : Penelitian secara cross-sectional pada penderita dengan alat pacu jantung permanen (APJP) bilik tunggal di poliklinik RSUP Dr.Kariadi antara bulan Oktober dan Desember 2016. Penderita menjalani pemeriksaan tissue doppler imaging (TDI) untuk disinkroni intraventrikel kiri. Penilaian fungsi atrium kiri didefinisikan sebagai left atrial emptying fraction (LAEF). Hasil : Terdapat 31 pasien (rerata usia 64,5 tahun) dan pemakaian APJP rata – rata 30,3 bulan menjalani pemeriksaan ekokardiografi. Penurunan LAEF mencapai 30,9% dan dilatasi dari volume atrium kiri (45,5 mL). Analisis bivariat menggunakan Spearman’s rho, didapatkan korelasi lemah antara disinkroni intraventrikel kiri dengan LAEF (p= 0,045 r=-0,362). Setelah dilakukan penyesuaian, hasil analisis multivariat linear regresi menyisakan disinkroni interventrikel (p= 0,021 r= -0,352) dan fraksi ejeksi ventrikel kiri (p= 0,002 r= -0,500) sebagai faktor independen yang berkorelasi dengan LAEF. Disinkroni intraventrikel kiri tidak bermakna secara statistik terhadap LAEF(p= 0,233 r= -0,198). Simpulan : Disinkroni intraventrikel kiri tidak berkorelasi terhadap LAEF pada penderita dengan APJP bilik tunggal. Penelitian lebih lanjut dengan kohort prospektif diperlukan untuk menunjukkan korelasi yang bermakna. Kata kunci : Disinkroni ventrikel kiri, fungsi atrium kiri, pacu jantung bilik tunggal
Latar Belakang: Penyakit jantung rematik (PJR) merupakan suatu komplikasi kronis dari demam rematik akut berulang yang disebabkan oleh Streptokokus Grup A. Reaktivasi silang akibat protein M Streptokokus Grup A memicu respon imun akibat mimikri molekuler. Polimorfisme gen IL-10 pada regio promoter -1082 dihipotesiskan mengurangi produksi IL-10 dan mempengaruhi kerentanan individu terhadap terjadinya PJR. Tujuan: Mendeskripsikan distribusi Polimorfisme gen IL-10 pada regio promoter -1082 dan ekspresi IL-10 katup mitral pada pasien PJR Indonesia. Metode: DNA diekstraksi dari darah perifer pasien PJR yang menjalani bedah ganti katup mitral periode Desember 2014 – September 2016 di RSUP Dr. Kariadi. Polimorfisme gen IL-10 diperiksa menggunakan metode high resolution melting analysis di laboratorium Pusat Riset Biomedik, dan dikonfirmasi menggunakan sequencing. Ekspresi IL-10 katup mitral dihitung dengan sistem skor Allred. Hasil: Dua puluh enam pasien diikutkan dalam penelitian, terdiri dari 26,9% pria dan 73,1% wanita. Dua puluh dua (84,62%) subyek memiliki genotype AA (wild type), 3 (11,53%) AG, dan 1 (3.85%) GG. Rerata ekspresi IL-10 adalah 3,9±1,78. Ekspresi IL-10 rendah (skor≤6) didapatkan pada 84,6% pasien. Ekspresi IL-10 rendah lebih banyak didapatkan pada kelompok wildtype dibanding dengan kelompok polimorfik (90,1% vs 50%). Kesimpulan: Polimorfisme gen IL-10 -1082 A/G ditemukan pada 15,4% pasien PJR. Pada kelompok polimorfisme ekspresi IL-10 lebih tinggi dibanding kelompok wild type. Kata Kunci: Interleukin-10, penyakit jantung rematik, polimorfisme regio promotor -1082, high resolution melting.
Latar belakang : Malnutrisi terjadi pada sebagian besar pasien multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB). Penyebab malnutrisi secara umum adalah asupan gizi yang rendah dan meningkatnya kebutuhan gizi akibat inflamasi. Tujuan : Menganalisis faktor risiko malnutrisi pada pasien MDR-TB berdasarkan asupan energi, asupan protein, jumlah NLR, dan adanya komorbid diabetes mellitus (DM) tipe II. Metode : Jenis studi adalah cross-sectional dengan jumlah subjek 48 orang pasien MDR-TB di poli MDR-TB RSUP Dr. Kariadi Semarang. Hasil : Hasil studi didapatkan asupan energi yang rendah RP 1,24 (IK95% 0,187-8,28), asupan protein yang rendah RP 0,3 (IK95% 0,085-1,065), kadar NLR yang tinggi RP 0,23 (IK95% 0,243-23,1), dan komorbid DM tipe II RP 0,535 (IK95% 0,145-1,968). Semua variabel tersebut merupakan faktor risiko malnutrisi pada pasien MDR-TB. Simpulan : Studi ini menunjukkan bahwa asupan energi, asupan protein, jumlah NLR, dan komorbid DM tipe II bukan merupakan faktor risiko malnutrisi pada pasien MDR-TB. Kata kunci : MDR-TB, malnutrisi, asupan energi, asupan protein, NLR, DM tipe II.
Latar belakang : Terapi anti retroviral dapat meningkatkan status imunologi dan kelangsungan hidup pada pasien HIV, walaupun terdapat beberapa efek samping. Salah satu efek samping dari pengobatan adalah terjadinya perubahan komposisi tubuh dan perubahan abnormalitas metabolik. Tujuan : Mengetahui hubungan antara lama pemberian terapi anti retroviral dengan komposisi tubuh pada pasien HIV. Metode : Jenis penelitian korelasional, sebanyak 73 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang berobat ke poliklinik VCT RSUP dr. Kariadi Semarang pada bulan November 2016. Subyek kemudian diperiksa komposisi tubuh dengan menggunakan alat bioelectrical impedance analysis (BIA). Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara lama pemberian terapi anti retroviral, lipodistrofi dan aktifitas fisik dengan komposisi tubuh. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia dan jenis kelamin dengan komposisi tubuh pada subyek penelitian. Simpulan : Tidak ada hubungan antara lama pemberian terapi anti retroviral dengan komposisi tubuh pada pasien HIV. Kata kunci : Terapi Anti Retroviral, Komposisi Tubuh, BIA
Latar belakang : Human immunodeficiency virus (HIV) mempengaruhi status gizi sejak awitan infeksi semua tahapan penyakit. Pasien HIV mengalami penurunan berat badan karena berbagai penyebab seperti mual, anoreksia, penyakit oportunistik dan asupan diet inadekuat sehingga berisiko malnutrisi. Risiko malnutrisi berhubungan dengan kemampuan kapasitas fungsional pasien HIV dan berakibat penurunan kekuatan otot. Penilaian kekuatan otot volunteer, kekuatan otot genggam (HGS) merupakan metode valid dan mudah dikerjakan. Diperkirakan asupan energi dan protein mempengaruhi HGS pasien HIV sehingga HGS dapat menjadi prediktor malnutrisi pasien HIV Tujuan : Menentukan hubungan antara asupan energi dan protein dengan HGS Metode penelitian : Penelitian ini menggunakan metode analisis korelasi, jumlah subyek enam puluh enam pasien rawat jalan di Poliklinik VCT RSDK Semarang selama November 2016 . Asupan energi dan protein dengan FFQ , penilaian HGS dengan dynamometer Jamar. Analisis statistik dengan uji Pearson Hasil : Tidak terdapat hubungan antara asupan energi dan HGS (p:0,720) dan asupan protein dan HGS (p:0,540). Tidak terdapat hubungan antara HGS dan usia (p:0,754), terdapat hubungan antara HGS dan jenis kelamin (p
Latar belakang : Sarkopenia pada lansia akan berdampak buruk pada kualitas hidup, peningkatan biaya perawatan dan menyebabkan kematian. Alat skrining yang mudah, praktis dan akurat diperlukan untuk diagnosis sarkopenia. Tujuan : Mengetahui akurasi skor GNRI terhadap kejadian sarkopenia pada pasien lansia. Metode : Jenis penelitian uji diagnostik, dilakukan di poli rawat jalan geriatri RSUP Dr. Kariadi Semarang selama periode bulan Juli sampai dengan Agustus 2016. Jumlah subyek sebanyak 50 orang, kemudian diwawancara dan menjalani pemeriksaan antropometri (berat badan, tinggi badan, dan LLA), HGS, GS, BIA. Subyek juga diperiksa laboratorium darah yaitu kadar albumin, lalu dihitung skor GNRI. Uji diagnostik dilakukan untuk mengetahui akurasi skor GNRI dalam mendiagnosis sarkopenia. Hasil : Sensitivitas skor GNRI 50%, spesifisitas 28,5%, nilai duga positif 64,28%, nilai duga negatif 18,18%. Simpulan : Skor GNRI tidak akurat untuk skrining kejadian sarkopenia pada pasien lansia. Kata kunci : GNRI, Sarkopenia, Lansia
Latar belakang : Terapi ant retroviral dapat meningkatkan status imunologi dan kelangsungan hidup walaupun terdapat beberapa efek samping. Salah satu efek samping dari pengobatan adalah terjadinya lipodistrofi yang ditandai dengan adanya perubahan komposisi tubuh dan abnormalitas metabolik. Tujuan : Mengetahui hubungan antara lama pemberian terapi anti retroviral dengan komposisi tubuh pada pasien HIV. Metode : Jenis penelitian korelasional, sebanyak 73 subjek penelitian yang berobat ke poliklinik VCT RSUP dr. Kariadi Semarang pada bulan November 2016 dan memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Subyek kemudian diperiksa komposisi tubuh dengan menggunakan alat bioelectrical impedance analysis (BIA). Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara lama pemberian terapi ARV dengan lipodistrofi. Terdapat hubungan yang tidak bermakna antara lipodistrofi dan aktifitas fisik dan komposisi tubuh. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia dan jenis kelamin dengan komposisi tubuh pada subyek penelitian. Simpulan : Tidak ada hubungan antara lama pemberian terapi anti retroviral dengan komposisi tubuh. Kata kunci : Terapi Anti Retroviral, Lipodistrofi, Komposisi Tubuh, BIA
Latar belakang : Malnutrisi merupakan masalah yang umum pada pasien di rumah sakit. Skrining malnutrisi pada pasien penting dilakukan sejak awal pasien berobat di rumah sakit terutama pada pasien rawat jalan. PAsien rawat jalan memerlukan alat skrining yang mudah, tidak memerlukan waktu yang lama, dan nyaman bagi pasien. Saat ini belum ada standar baku untuk alat skrining pada pasien di rawat jalan. Skrining Gizi Kariadi (SKG) merupakan alat skrining yang dikembangkan oleh kelompok Staf Medis Gizi Klinik Rumah Sakit dr. KAriadi, skrining ini dibuat dikarenakan alat skrining yang biasa dipakai yaitu Subjective Global Assessment (SGA) terlalu rumit, membutuhkan waktu lama dan membutuhkan keahlian khusus. Obyektif : Penelitian ini beryujuan untuk menilai kesesuaian antara hasil skrining SGK dengan hasil skrining SGA pada pasien rawat jalan. Metode : Desain penelitian ini adalah deskriptif analitik. Dilakukan pada 100 responden yang memenuhi kriteria inklusi di poli rawat jalan dan dilakukan skrining dengan SGK dan SGA. Hasil : Terdapat total hasil kesesuaian sebesar 47% dari skrining dengan menggunakan SGK dan SGA. Kesesuaian hasil 20% pada kategori risiko malnutrisi ringan -sedang dan 27% pada kategori risiko malnutrisi berat. Skrining menggunakan SGA didapatkan 38% tidak berisiko malnutrisi, 34% berisiko malnutrisi ringan-sedang, dan 28% berisiko malnutrisi berat. Skrining menggunakan SGK 100% diaktegorikan berisiko malnutrisi. Simpulan : SGK lebih mampu menentukan pasien yang berisiko malnutrisi lebih banyak di rawat jalan dibandingkan dengan skrining SGA. Kata kunci : malnutrisi, skrining gizi kariadi, SGA.
Latar belakang : Stres oksidatif yang terjadi pada pasien sakit kritis di Intensive care menyebabkan penurunan status antioksidan yang ditandai oleh penurunan kadar antioksidan endogen seperti Superoxide dismutase (SOD). Status antioksidan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, diantaranya usia, status anemia, dan trauma bedah. Antioksidan SOD tersusun dari protein terutama asam amino yang sekaligus berperan sebagai antioksidan. Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh asam amino terhadap status antioksidan pasien sakit kritis, dengan mengukur kadar SOD sebelum dan sesudah pemberian asam amino dan menganalisis pengaruh afktor usia, status anemia dan trauma bedah terhadap kenaikan kadar SOD. MAterial dan Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan one group pre test post test design, subyek adalah pasien sakit kritis di Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Telogo Rejo Semarang, berjumlah 40 orang. Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi peningkatan kadar SOD, subyek terbagi menjadi kelompok usia muda (18-25 tahun) dan paruh baya (36-60 tahun), kelompok status anemia dan non anemia, kelompok bedah dan non bedah. HAsil : Pada akhir penelitian terkumpul subyek 32 orang, terdiri dari kelompok usia dewasa muda berjumlah 4 orang, dan paruh baya 28 orang, berstatus anemia 15 orang dan non anemia 17 orang, trauma bedah 11 orang dan non bedah 21 orang. Didapatkan kenaikan kadar SOD yang bermakna setelah pemberian asam amino parenteral (t=-4,919, p=0,000). Kenaikan kadar SOD terhadap kelompok usia (t=0,288, p=0,776) status anemia (t=-1,308, p=0,201) trauma bedah (t=-0,278, p=0,78) menunjukkan hasil tidak ada perbedaan yang bermakna. Kesimpulan : Pemberian asam amino parenteral dapat memperbaiki status antioksidan pasien sakit kritis, dengan kadar SOD yang meningkat secara bermakna. Kenaikan kadar SOD belum terbukti dipengaruhi oleh usia, status anemia dan trauma bedah. Kata kunci : pasien sakit kritis, kadar antioksidan, kadar SOD, asam amino, usia, status anemia, trauma bedah