Latar belakang: Pestisida terutama golongan organofosfat banyak dipakai di bidang pertanian. Pajanan kronik pestisida organosfosfat merupakan stres oksidatif yang dapat menyebabkan kerusakan hepar dan aorta. Malondialdehid (MDA) merupakan salah satu penanda biologis kerusakan oksidasif lipid membran sel yang memperantarai terjadinya perubahan struktur vaskular. Sirkulasi Insulin-like Growth Factor 1 (IGF-1) yang rendah akan menghambat penyembuhan jejas endotel vaskular. Belum banyak penelitian yang mempelajari kemungkinan dampak pajanan kronik pestisida terhadap terjadinya stress oksidatif dan pengaruhnya terhadap IGF-1. Tujuan: Mengetahui hubungan kadar MDA and IGF-1 dalam darah pada anak di daerah pajanan kronik pestisida. Metode: Penelitian belah lintang dilakukan terhadap 50 anak usia 8 – 10 tahun di daerah pertanian bawang merah Brebes. Kadar MDA dan IGF-1 darah diukur pada saat bersamaan dengan metode ELISA, data ditampilkan dalam skala numerik. Analisis statistik menggunakan korelasi Pearson. Hasil: Lima puluh anak terdiri dari 30 laki-laki (60%) dan 20 perempuan (40%) sebagai subjek peneliti. Rerata kadar MDA dan IGF-1 darah subjek yaitu 5,69 (2,60) μg/ mL dan 103,77 (48,11) μg/ mL. Tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar MDA dan IGF-1 (p=0,634). Kesimpulan: Tidak didapatkan hubungan bermakna antara kadar MDA dan IGF-1 dalam darah pada anak di daerah pajanan kronik pestisida. Kata kunci: pestisida, stres oksidatif, malondialdehid, insulin-like growth factor 1
Latar belakang : Staphyococcus aureus merupakan bakteri patogen penyebab infeksi yang paling sering. Strain S. aureus yang resisten terhadap semua antibiotik betalaktam, disebut methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Salah satu kelompok pasien dengan risiko tinggi terinfeksi MRSA adalah pasien dengan HIV/AIDS, karena status imun yang rendah dan penggunaan obat-obatan termasuk pemberian antibiotik dalam jangka panjang. Tujuan : Mengetahui gambaran epidemiologi dan faktor risiko yang berhubungan terjadinya kolonisasi MRSA pada pasien HIV/AIDS anak Metode : Penelitian belah lintang terhadap 51 anak HIV/AIDS usia 0– 18 tahun, mulai September 2017 sampai Agustus 2018 di Semarang. Pasien dilakukan pengambilan swab hidung dan tenggorok, dan dilakukan identifikasi MRSA berdasarkan pada uji cefoxitin. Data faktor risiko didapatkan dari catatan medis dan wawancara dengan orangtua subyek. Luaran yang diperiksa adalah adanya MRSA dan faktor risiko yang berpengaruh. Analisis statistik menggunakan Chi Square/Fischer Exact dan dinyatakan bermakna apabila p < 0.05. Hasil: Sebanyak 51 subyek yang memenuhi kriteria dilakukan pengambilan swab, terdiri atas 29 (56.9%) laki – laki, dengan usia terbanyak >5 tahun (76,5%). Hasil positif S.aureus didapatkan sebesar 31%, Kolonisasi MRSA didapatkan pada 2 sampel diantaranya (3,9%). Faktor-faktor risiko yang diteliti antara lain stadium HIV, kadar CD4, riwayat infeksi kulit dalam 6 bulan terakhir, riwayat penggunaan antibiotik dalam 6 bulan terakhir dan kepadatan lingkungan tidak bermakna secara statistik menyebabkan kolonisasi MRSA (p>0.05). Kesimpulan: angka kejadian kolonisasi MRSA pada pasien HIV/AIDS anak rendah (3,9%), tidak ada faktor risiko yang bermakna menyebabkan kolonisasi MRSA. Kata kunci: MRSA, HIV/AIDS, anak
Latar Belakang: Epilepsi merupakan suatu kelainan neurologis paling banyak ditemukan pada masa anak-anak. Anak dengan epilepsi mempunyai kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan populasi normal. Banyak faktor risiko yang diduga menyebabkan kualitas hidup buruk pada anak dengan epilepsi. Metode: Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kasus kontrol. Subjek penelitian diambil secara konsekutif di poli rawat jalan RSUP dr Kariadi. Dari 90 subjek dengan 41 anak dengan kualitas hidup buruk sebagai kasus dinilai dengan kuisioner Quality of Life Childhood Epilepsy-55 (QOLCE-55) dengan menilai beberapa domain seperti kognitif, emosi, sosial dan aktivitas fisik. Hasil: Politerapi obat anti epilepsi (OR 7,765; 95% IK 0,22-3,04,p
Latar Belakang: Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan infeksi yang sering terjadi baik di komunitas maupun rumah sakit. Merupakan infeksi tersering setelah Infeksi Saluran Pernafasan Bagian Atas. Infeksi Saluran Kemih tersering disebabkan oleh kuman Escherichia coli. ß-lactamase adalah enzim yang memiliki kemampuan menghidrolisis ikatan 4-cincin ß-laktam dari antibiotik ß-laktam. Terbentuknya enzim ESßL menyebabkan Escherichia coli resisten terhadap golongan penicillin, cephalosporin dan aztreonam. Tujuan: Untuk menganalisis faktor risiko yang bermakna dalam menimbulkan terjadinya ISK oleh Escherichia coli ESßL di RSUP Dr Kariadi, Semarang. Metode: Jenis penelitian ini adalah cross sectional dengan mengambil data secara restrospektif dari rekam medis pasien RSUP Dr. Kariadi, Semarang selama periode Januari – Maret 2018. Adapun faktor yang diteliti terdiri dari usia, jenis kelamin, penggunaan kateter, penggunaan antibiotik lama, DM, keganasan, riwayat perawatan di RS sebelumnya. Variabel tergantung adalah kejadian ISK oleh kuman Escherichia Coli ESßL. Analisis statistik bivariat menggunakan uji chi-square dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik dengan SPSS 22.00 Hasil: Penggunaan kateter urin merupakan faktor yang bermakna menimbulkan ISK oleh Escherichia coli ESBL (p
Latar belakang : Akne vulgaris (AV) adalah peradangan kronis unit pilosebasea yang merupakan salah satu masalah pada kulit yang sering dijumpai di masyarakat dan bersifat kronis berulang. Tumor Nekrotizing Faktor (TNF-α ) adalah salah satu sitokin proinflammatori utama yang berperan penting dalam memulai dan mengatur kaskade sitokin dalam proses inflamasi AV. Penatalaksanaan AV terdiri dari terapi topikal dan sistemik. Terapi topikal yang paling banyak digunakan adalah retinoid (misalnya adapalene, tretinoin), benzoil peroksida, antibiotik dan asam azelaic. Pilihan terapi sistemik meliputi antibiotik, antiandrogen, isotretinoin dan kortikosteroid. Terapi AV dapat pula menggunakan bahan alami seperti jinten hitam (Nigella sativa). Diharapkan Nigella sativa dapat menurunkan kadar serum TNF α pada pasien akne vulgaris Tujuan : Mengetahui pengaruh suplementasi Nigell sativa terhadap kadar TNF α serum pada penderita AV. Metode : Desain penelitian menggunakan true experimental dengan pre and post test design pada penderita akne vulgaris sebelum dan sesudah mendapat suplementasi Nigella sativa. Besar sampel 30 orang. Hasil Penelitian dan Kesimpulan : Terdapat perbedaan bermakna (p = 0,019 ) rerata penurunan kadarTNFαserumsetelahterapi pada kelompok perlakuan tetapi tidak pada kelompok kontrol. Pemberian suplementasi Nigella sativa pada penderitaAV terbukti memberikan rerata penurunan kadar TNF α serum dan rerata penurunan delta kadar TNF α serum pkelompok perlakuan yang lebih besar dibandingkan kelompok kontrol. Kata kunci : Akne vulgaris, Nigella sativa, serum TNF α
Latar Belakang. Meningioma sekitar 4% dari tumor intraorbital. Berdasarkan asal dan lokasi mereka, meningioma orbital dapat disubklasifikasikan sebagai : Optic Nerve Meningoma (ON), intraorbital ektopik (Ob) meningioma dan Sphenoid Orbita Meningioma (Sph-Ob). Satu studi tumor orbital menunjukkan bahwa 29 dari 1264 (2%) kasus adalah ON meningioma, sedangkan 24 kasus (2%) yang sekunder meningioma Sph-Ob, dan untuk meningioma Ob sangat jarang. Pengobatan dan tatalaksana meningioma orbita, sangat terbuka dan butuh diteliti. Tingkat reseksi dan keahlian bedah merupakan faktor signifikan yang mempengaruhi prognosis, kualitas hidup dan hasil. Operasi adalah standar perawatan untuk mencegah tumor menginvasi struktur intrakranial penting yang berdekatan. Terapi radiasi pasca operasi sering dianjurkan pada reseksi yang tidak lengkap untuk meminimalkan perkembangan dan kekambuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penderita meningoma orbita yang dirawat dan menjalani operasi di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada Januari 2012 – Desember 2016. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif. Data pasien dengan meningioma orbita yang dirawat dan menjalani operasi pada periode Januari 2012 – Desember 2016 di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Hasil. Pada periode Januari 2012 – Desember 2016 didapatkan 692 pasien meningioma, 402 perempuan dan 36 laki-laki. Kasus meningioma orbita sebanyak 157 terbagi menjadi 3 sub tipe : selubung saraf optik (ON) meningioma 3 pasien (2%), intraorbital ektopik (Ob) meningioma 32 pasien (21%), spheno-orbital (Sph-Ob) meningioma 120 pasien (77%). Hasil pemeriksaan patologi anatomi terbanyak 74 pasien dengan hasil PA meningothelial meningioma, diikuti dengan 23 pasien dengan hasil PA transitional meningioma. Kesimpulan. Kasus meningioma orbita memerlukan tatalaksana yang komprehensif, serta perlunya follow up untuk menilai keberhasilan terapi. Cakupan data yang lebih lengkap mulai dari data pasien pre operasi, durante operasi, sampai dengan post operasi berperan penting untuk evaluasi dan perencanaan dalam management pasien yang optimal. Kata kunci. Meningioma, Optic Nerve Meningioma, Intraorbita Meningioma, Sphenoid Orbita Meningioma
Pendahuluan : Dalam mengidentifikasi korban mati, proses identfiikasi personal sangat diperlukan untuk alasan etik dan humanitarian. Penentuan tinggi badan merupakan salah satu kategori dasar identitas individual seseorang. Penggunaan tulang panggul dalam antorpologi forensik banyak digunakan dalam menentukan jenis kelamin, akan tetapi sebuah penelitian di Manado menunjukkan adanya hubungan antara lebar panggul dan tinggi badan. Perbandingan lebar pinggang terhadap tinggi badan merupakan parameter antropometrik yang digunakan untuk memprediksi status gizi. Atas dasar itu maka dilakukan penelitian untuk menentukan hubungan antara lebar panggul, lebar pinggang dan tinggi badan. Tujuan : untuk membuktikan adanya hubungan antara lebar panggul, lebar pinggang dan tinggi badan. Material dan metode : penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekana potong lintang. Dilakukan di bagian Forensik dan Studi Medikolegal RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan sampel sebanyak 500 orang yang terdiri dari 250 orang laki-laki dan 250 orang perempuan. Penelitian dilakukan dengan mengukur lebar panggul dan lebar pinggang menggunakan pelvimetri serta tinggi badan menggunakan alat stature 2M yang telah dikalibrasi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan SPSS. Hasil Penelitian : Hasil analisis multivariat menunjukkan adanya hubungan antara lebar panggul dan lebar pinggang dengan tinggi badan. Pada kelompok subjek penelitian laki-laki, didapatkan hubungan yang lebih kuat antara lebar pinggang dan tinggi badan, sementara pada kelompok subjek perempuan didapatkan hubungan yang lebih kuat antara lebar panggul dan tinggi badan. Pada penelitian ini, hubungan antara lebar panggul dan tinggi badan lebih lemah dibandingkan dengan tulang panjang. Kesimpulan : ada hubungan yang signifikan antara lebar panggul, lebar pinggang dan tinggi badan. Kata Kunci : antropologi, lebar panggul, lebar pinggang, tinggi badan.
Latar belakang : Serotonin merupakan suatu neurotransmitter yang berperan dalah satunya adalah pada proses pengaturan siklus tidur. Sehingga pada kondisi kadar serotonin rendah seperti pada kondisi nyeri maka terjadi penurunan kadar serotonin, dimana keadaan ini yang mengakibatkan penderita lebih sulit lagi untuk memulai tidur. Tujuan : Menganalisis hubungan antara kadar serotonin serum pada penderita Tension Type Headache (TTH) dengan insomnia. Metode : penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional, dilaksanakan di rawat jalan RSUP dr. Kariadi dan RSUD dr. Adhyatma MPH, Semarang bulan September-Desember 2018. Analisis statistik dengan uji X2 (chi-square) dan multivariat dengan logistik regresi. HAsil dikatakan bermakna bila p
Pendahuluan : Stroke merupakan suatu penyakit neurologi yang sangat serius dan merupakan penyebab dari disabilitas di seluruh dunia. Sroke Iskemik terjadi pada 85-87 % dari seluruh kasus. Penanda biokimiawi dari cedera neuron akut dapat membantu dalam diagnosis dan manajemen stroke serebrovaskular. Neuron spesifik enolase (NSE) merupakan isoenzim dimerik dari enzim enolase glikolitik dan ditemukan terutama di neuron adalah salah satu penanda yang dilepaskan dalam darah pada cedera neuron akut dan dapat diperkirakan dalam serum pasien untuk menilai hasil neurologis jangka pendek. Tujuan : Mengetahui hubungan kadar NSE serum >72 jam onset stroke dengan perubahan skor NIHSS antara onset hari ke 3 dan hari ke 7 pada pasien stroke iskemik akut. Material dan Metode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan kohort prospektif. Subyek adalah pasien yang didiagnosis stroke iskemik akut yang memenuhi kriteria inklusi. Uji hubungan variabel berskala numerik dan kategorial dilakukan uji Mann Whitney. Uji hubungan antara variabel kategorial dengan uji χ2, uji Fischer dan uji Kolmogorov smirnov 2 sampel. Hasil analisis bivariat dengan p=