Latar belakang : Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah salah satu penyakit tidak menular yang paling umum di seluruh dunia yang terjadi 6 tahun pertama kehidupan anak, dengan puncaknya sekitar 2 tahun. Otitis media supuratif kronik bersifat multifaktorial. Beberapa penelitian melaporkan bahwa pengobatan otitis media akut (OMA) yang tidak adekuat merupakan faktor predisposisi terhadap kejadian OMSK sedangkan kejadian OMA berulang meningkat pada anak dengan anemia defisiensi besi. Tujuan : Membuktikan hubungan kadar Hemoglobin (Hb) dan zat besi yang rendah sebagai salah satu faktor risiko kejadian OMSK pada anak. Metode : Penelitian case control di wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo Semarang periode Mei-Agustus 2018. Kelompok kasus meliputi anak usia 1-7 tahun yang didiagnosis OMSK, ditandai dengan keluarnya cairan dari membran timpani yang perforasi selama minimal 2 minggu. Kelompok kontrol meliputi anak usia 1-7 tahun, tidak sakit OMSK yang datang ke Puskesmas pada rentang waktu yang sama. Enam puluh subyek penelitian terbagi dalam 30 kasus dan 30 kontrol. Kadar Hb dan feritin dalam serum diukur dan dihitung perbedaannya antara kelompok kasus dan kontrol menggunakan uji Chi-square. Faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian OMSK diidentifikasi dan dianalisis menggunakan analisis multivariat regresi logistik. Hasil : Hasil analisis bivariat kadar Hb dengan kejadian OMSK didapatkan p=0,612 dan kadar zat besi yang rendah dengan kejadian OMSK didapatkan p=0,008. Hasil regresi logistik menunjukkan bahwa infeksi saluran nafas atas (ISPA) berulang (OR= 13,021; 95% CI: 1,192 – 142,207), alergi (OR= 6,705; 95% CI: 1,044-43,088) dan kadar zat besi yang rendah (OR=8,607; 95% CI: 1,420-52,171) merupakan faktor risiko terhadap kejadian OMSK pada anak. Simpulan : Kadar zat besi pada penderita OMSK lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. ISPA berulang dan alergi merupakan faktor risiko independen terhadap kejadian OMSK pada anak. Kata kunci OMSK, ISPA berulang, Hb, zat besi
Latar belakang : Kreatinin serum secara luas digunakan sebagai ukuran laju filtrasi glomerulus (GFR) dan indeks dari fungsi ginjal dalam praktek klinis. Platinum menjadi andalan pengobatan bagi banyak tumor termasuk kanker kepala leher. Cisplatin adalah analog platinum yang mempunyai efek toksisitas neurotoksik, ototoksik dan nefrotoksik. Carboplatin merupakan analog platinum kedua dengan efek toksisitas supresi sumsum tulang dan insidensi yang lebih rendah pada gastrointestinal, neurotoksisitas dan nefrotoksik. GFR pasien kemoterapi dengan platinum base dipengaruhi oleh jumlah dosis, frekuensi pemberian dan akumulasi dosis regimen. Tujuan : Membuktikan perbedaan perubahan nilai GFR pada penderita kanker kepala leher yang mendapat kemoterapi cisplatin dan carboplatin di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Metode : Penelitian observasional kohort prospektif di RSUP Dr. Kariadi Semarang bulan Februari sampai Juni 2018. Subyek sebanyak 90 pasien KKL yang mendapat kemoterapi cisplatin atau carboplatin. Dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok yang mendapat regimen Cisplatin (n=45) dan kelompok yang mendapatkan regimen Carboplatin (n=45). Kreatinin serum diperiksa sebelum kemoterapi I dan sesudah kemoterapi III untuk menilai GFR dengan menggunakan persamaan CKD-EPI. Perbedaan kadar kreatinin dan GFR sebelum dan sesudah kemoterapi dianalisis dengan uji Wilcoxon dan antara kedua kelompok dianalisis dengan uji Mann Whitney. Hasil : Dari 90 subyek yang masuk kriteria inklusi, dibagi menjadi 2 kelompok yang mendapat regimen Cisplatin dan Carboplatin. Terdapat peningkatan signifikan kadar kreatinin (p=0,043) pada kelompok yang mendapat regimen Cisplatin dan peningkatan tidak signifikan kadar kreatinin (p=0,365) pada kelompok yang mendapatkan regimen Carboplatin sebelum dan sesudah kemoterapi, serta selisih kadar kreatinin kedua kelompok pre dan pasca kemoterapi signifikan (p=0,038). Terdapat penurunan signifikan nilai GFR (p=0,455) pada kelompok yang mendapatkan regimen Cisplatin sedangkan terjadi peningkatan nilai GFR yang tidak signifikan (p=0,639) pada kelompok yang mendapatkan regimen Carboplatin sebelum dan sesudah kemoterapi, serta silsilah nilai GFR kedua kelompok pre dan pasca kemoterapi signifikan (p=0,040). Simpulan : GFR pada kelompok regimen cisplatin mengalami penurunan dibandingkan kelompok carboplatin, sehingga regimen cisplatin lebih mempengaruhi kondisi fungsi ginjal dibandingkan regimen carboplatin. Kata kunci : kanker kepala dan leher, Cisplatin, Carboplatin, kreatinin, GFR, fungsi ginjal
Latar belakang : Kehilangan pendengaran merupakan komplikasi otitis media kronik (OMSK) yang paling sering, kehilangan pendengaran biasanya disebabkan oleh tuli konduktif yang disebabkan oleh adanya air bone gap (ABG). ABG adalah perbedaan antara hantaran tulang dan hantaran udara pada pendengaran. ABG pada penderita OMSK dapat disebabkan banyak faktor seperti status osikula, lama sakit, kolesteatoma, luas perforasi, jenis kuman. Tujuan : Menganalisis hubungan status osikula, lama sakit, kolesteatoma, luas perforasi, jenis kuman dengan ABG pada penderita OMSK. Metode : Penelitian analitik observasional dengan desain observasional analitik retrospektif di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada bulan September 2018 – Januari 2019. Subyek penelitian 100 penderita. Pengambilan data dilakukan berdasarkan rekam medik tentang abamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Data dianalisis dengan uji chi-square. Hasil : Status osikula, lama sakit, kolesteatom, luas perforasi membran telinga berhubungan terhadap ABG (p
Buku ini terdiri dari bab 6 sampai dengan bab 11 termasuk dalam unit 2. Adapun materi yang dipaparkan dan telah direvisi, antara lain: Bab 6. Cakupan lengkap mengenai genomika mikroba dan revolusi omika yang mengarahkan ilmu mikrobiologi saat ini. Disajikan lebih awal pada buku ini dibandingkan edisi sebelumnya. Cakupan teknologi, biologi, dan evolusi genom diberikan dengan mode baru yang menarik. Bab 7. Memuat pembaruan besar pada regulasi ekspresi gen. Termasuk cakupan yang diperluas tentang kapasitas pengindraan sel dan transduksi sinyal. Bab 8. Prinsip dasar virologi disajikan tanpa detail yang berlebihan dan menggunakan bakteriofaga T4 sebagai model untuk menggambarkan konsep virologi utama. Bab 9. Cakupan genom virus dan keragamannya sekarang langsung mengikuti bab virologi dasar untuk lebih menghubungkan dua topik yang sangat berkaitan. Bab 10. Cakupan prinsip fundamental genetika bacteria dan archaea. BAB 11. Cakupan lengkap mengenai biologi molekular kloning gen dan manipulasi genetika utama lainnya.
Buku ini memberikan ulasan secara komprehensif terkait sistem pendekatan pada terapi nutrisi medis. Adapun materi yang dibahas secara khusus: *). Penggabungan proses asuhan gizi yang memberikan keuntungan dalam memfasilitasi proses belajar secara lebih baik *). Studi kasus yang memberikan contoh tentang cara pengaplikasian proses asuhan gizi dalam situasi klinik umum dengan lebih dari satu diagnosis medis. *). Setiap bab ditulis oleh praktisi klinik sehingga memberikan informasi praktik. *). Informasi tentang pasien pediatrik, kebutuhan bayi baru lahir, kebutuhan zat gizi yang unik untuk pasien geriatri. *). Informasi tentang dukungan gizi pada lingkungan perawatan akut. *). Opini pakar. Buku ini berfokus pada praktik berbasis bukti dan mencakup pedoman untuk membantu dietisien baru dalam mencapai standar praktik.