Pendahuluan: Transplantasi ginjal diakui sebagai kemajuan besar dalam pengobatan modern yang memberikan tahun-tahun kehidupan berkualitas tinggi kepada pasien dengan gagal ginjal yang ireversibel (penyakit ginjal stadium akhir, ESRD) di seluruh dunia. Di Semarang, transplantasi ginjal pertama adalah Rumah Sakit Telogorejo pada tahun 1985. Di Rumah Sakit Dr. Kariadi, transplantasi ginjal telah dilakukan 28 kali sejak Januari 2014 hingga September 2018. Waktu iskemik ginjal merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil transplantasi ginjal. Iskemik cangkok yang berkepanjangan dapat dikaitkan dengan efek transplantasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh total waktu iskemik dengan hasil transplantasi ginjal di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang. Metode: Ini adalah observasional, studi cross sectional. Data dikumpulkan dari rekam medis. Subjek penelitian ini adalah semua pasien yang menjalani transplantasi ginjal yang tercatat dalam rekam medis dari Januari 2014 hingga Desember 2018 dan tingkat produksi kreatinin dan urin sebelum dan sesudah transplantasi didokumentasikan. Ada 28 pasien yang termasuk dalam kriteria inklusi. Hasil penelitian akan ditabulasi dan perhitungan statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS 23.0. Hubungan dinyatakan bermakna jika p = 0,05 diperoleh. Hasil: Dari analisis penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan uji hipotesis Wilcoxon dan ditemukan bahwa ada hubungan antara waktu iskemik dan penurunan kreatinin ginjal dari r = -0,4489 dengan nilai p = 0,008 . Dari analisis penelitian yang telah dilakukan, terdapat hubungan antara waktu iskemik dan produksi urin pasca transplantasi dengan nilai r = -0,562 dan nilai p = 0,002. Kesimpulan: Dari hasil penelitian ini terdapat korelasi yang kuat antara panjang total waktu iskemik dengan penurunan produksi kreatinin dan urin yang berarti bahwa semakin lama waktu iskemik semakin rendah penurunan kadar kreatinin dan semakin sedikit produksi urin. Kata kunci: Total Waktu Iskemik, Tingkat Kreatinin, Produksi Urin, Transplantasi Ginjal
Latar belakang : Hidrosefalus sebagian besar diterapi dengan pemasangan VP-shunt. Salah satu komplikasi pemasangan VP-shunt adalah ekspulsi VP-Shunt. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran deskriptif pasien hidrosefalus dengan ekspulsi VP Shunt di RSUP Dr. Kariadi pada periode Juni 2014 – Juni 2016. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian "deskriptif retrospektif", pada pasien hidrosefalus yang mengalami ekspulsi VP Shunt yang dirawat pada periode Juni 2014 – Juni 2016 . Hasil : Terdapat 13 pasien mengalami kasus ekspulsi VP shunt. Diantaranya 6 pasien berusia kurang dari 6 bulan, 3 pasien usia 6-12 bulan , dan 4 pasien berusia lebih dari 12 bulan. Sebanyak 10 pasien (77 %) mengalami gizi kurang, 2 pasien (15%) mengalami gizi buruk , dan 1 pasien (8%) memiliki status gizi yang baik. Distribusi lokasi terjadinya ekspulsi shunting yaitu sebanyak 7 pasien berada di abdomen, 5 pasien terjadi di kepala dan 1 pasien terjadi di anal. Kesimpulan : penderita hidrosefalus yang mengalami ekspulsi VP Shunt di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada Juni 2014 – Juni 2016 sebanyak 13 kasus. Dengan rentang usia terbanyak 0-6 bulan. Dari seluruh pasien yang diteliti, rata-rata mengalami gizi buruk .Lokasi yang sering terjadi ekspulsi yaitu di abdomen. Kata kunci : Hidrosefalus, VP-Shunt, eksplusi.
Latar Belakang : Konsumsi asam eicosapentaenoic (EPA) terkait dengan pengurangan faktor patogen dalam urin. EPA merupakan inhibitor metabolisme asam arakidonat mengakibatkan sintesis penurunan prostaglandin E2, suatu zat yang dikenal menyebabkan ekskresi kalsium urin. Untuk mengatasi batu berulang hypercalciuric dengan memberikan selama 8 minggu minyak ikan dan didapatkan ekskresi oksalat dan kalsium berkurang secara signifikan. Dinilai dalam tiga tahap; fase-I sebelum pemberian EPA (berarti 47,8 bulan), fase-II suplementasi EPA (1800 mg / d; berarti 36,4 bulan) dan fase-III setelah menghentikan EPA (berarti 50,6 bulan). Mereka mengamati penurunan signifikan secara statistik selama fase suplemen dari sebelumnya atau setelah (0,22, 0,07 dan 0,17 kali / tahun, masing-masing; RR 3,29 sebelum dan RR 2,51 setelah EPA)5,8. Metode : Penelitian ini adalah penelitian true experimental dengan rancangan Randomized control trial. Terdiri atas dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Kelompok kontrol, yaitu Pegawai dan dokter Internship yang mendapatkan terapi eicosapentanoic acid 1800 mg per hari selama 2 minggu.Kelompok perlakuan, yaitu kelompok pasien- pasien non batu / non urologi yang dirawat di RSUD Jampang Kulon, Sukabumi yang mendapatkan terapi eicosapentanoic acid 1800 mg per hari selama 2 minggu.Data Data hasil penelitian berupa pemeriksaan kadar kalsium dalam serum darah dan urine yang setelah dan sebelum pemberian EPA kemudian dibandingkan dengan kadar kalsium dalam darah dan urin pasien dengan pemberian placebo , dilakukan uij normalitas Saphiro-wilk. Hasil uji normalitas menampilkan distribusi data normal (P>0.05) sehingga memenuhi syarat untuk uji parametrik Independent T-test (T-test tidak berpasangan) dan untuk data yang tidak normal dilakukan uji tidak berpasangan dilakukan uji Mann Whitney. Hasil : Pada Uji ini didapatkan perbedaan yang bermakna kadar kalsium dalam urine pada kelompok kasus pre (171,92 ± 8,05) dan pada kelompok kasus post (166,85 ± 7,35) dengan P < 0,05 sedangkan kelompok kontrol pre (171,92 ± 8,05) dan pada kelompok kontrol post (171,84 ± 7,96) tidak terdapat perbedaan bermakna dengan P > 0,05. Pada uji normalitas selisih kadar kalsium urine kasus dan kontrol menggunakan Shapiro-Wilk dengan hasil normal P > 0,05.Pada Uji ini didapatkan perbedaan yang bermakna kadar kalsium dalam serum pada kelompok kasus pre (9,93 ± 0,70) dan pada kelompok kasus post (9,53 ± 0,70) dengan P < 0,05 sedangkan kelompok kontrol pre (9,93 ± 0,70) dan pada kelompok kontrol post (9,91 ± 0,63) tidak terdapat perbedaan bermakna dengan P > 0,05. Pada uji normalitas selisih kadar kalsium serum kasus menggunakan Shapiro-Wilk dengan hasil normal P > 0,05 sedangkan selisih kadar kalsium serum kontrol tidak normal P