Buku ini membahas berbagai macam metode pengolahan yaitu : 1. Pengujian Organoleptik, Merupakan penilaian indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian dengan memanfaatkan panca indera manusia untuk mengamati tekstur, warna, bentuk, aroma, rasa suatu produk makanan atau minuman. 2. Pengeringan, Suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan pangan dengan menggunakan energi panas. 3. Pengawetan Segar, Cara yang digunakan unruk membuat pangan memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia pangan. 4. Penggorengan, Proses pengolahan pangan yang banyak diterapkan pada industri pangan. 5. Pengolahan Suhu Rendah, Salah satu cara pengawetan yang menghambat kerusakan makanan. 6. Minuman Instan, Berbahan baku biofarmaka termasuk dalam kategori pangan fungsional ( food suplement). 7. Penggulaan, Mengawetkan bahan makanan dengan cara menurunkan kadar pH bahan dengan penambahan gula konsentrasi tinggi dan asam sitrat sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. 8. Pengasaman, Suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara diberi asam bertujuan untuk mengawetkan makanan melalui penurunan derajat pH (mengasamkan) produk makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. 9. Penggaraman, Proses penetreasi bahan ke dalam bahan yang diasinkan dengan cara difusi setelah garam mengion menjadi Na dan Cl. 10. Pengolahan Daging, Daging merupakan semua jaringan hewan dan produkhasilmpengolahan jaringan. Daging juga dapat dibedakan atas daging merah dan daging putih. 11. Microwave, Suatu alat yang menggunakan radiasi gelombang mikro untuk memanaskan suatu benda. 12. Fermentasi, Metode pengawetan segar yang mempergunakan mikroba tertentu untuk menghasilkan asam atau komponen lainnya yang dapat menghambat mikroba perusak. 13. Bakery dan Bahan Tambahan Makanan. Merupakan produk makanan yang terbuat dari berbagai bahan dengan bahan utama tepung terigu yang ditambahnkan bahan lain seperti gula, margarin, yeast, garam dan air baik dalam bentuk adonan beragi maupun dalam bentuk adoanan pasta melalui proses pengovenan.
Latar belakang: Obesitas merupakan penyebab utama gangguan metabolisme tubuh dan salah satu faktor risiko terjadinya aterosklerosis. Pada obesitas terjadi akumulasi lemak berlebih di jaringan adiposa dan inflamasi. Kadar Lp-PLA2, Apo B, dan LDL berhubungan dengan risiko aterosklerosis. Tujuan: Membuktikan adanya perbedaan kadar Lp-PLA2, Apo B, dan LDL pada pria obesitas dan normoweight Metode: Penelitian belah lintang pada 74 responden terbagi atas pria obesitas dan pria normoweight. Penelitian dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, antara Juli hingga September 2020. Kadar LDL diukur menggunakan metode homogenous enzymatic colorimetric, dan kadar Lp-PLA2 dan Apo B menggunakan metode ELISA. Analisis data dengan uji Independent t-test, bermakna bila p < 0,05. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna kadar Lp-PLA2 antara pria obesitas dengan normoweight (p=0,039). Tidak terdapat perbedaan bermakna kadar Apo B antara pria obesitas dengan normoweight (p=0,64). Terdapat perbedaan bermakna kadar LDL antara pria obesitas dengan normoweight (p=0,002). Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna kadar Lp-PLA2 dan LDL pada pria obesitas dan normoweight, namun tidak terdapat perbedaan bermakna kadar Apo B antara pria obesitas dengan normoweight. Kata Kunci: Lp-PLA2, Apo B, LDL, obesitas, normoweight
Latar belakang: Metastasis kanker payudara (KPD) dimulai dengan rusaknya hubungan adhesi antar sel yang dihubungkan oleh protein E-cadherin (E-cad). Proses ini akan dilanjutkan dengan transisi dari epitel ke mesenkim yang diperantarai oleh N-cadherin. Peran kedua protein tersebut belum banyak dipelajari dalam hal metastasis KPD. Tujuan: mengukur nilai diagnostik E-cad, N-cad dan rasio E-cad/N-cad dalam darah sebagai petanda metastasis KPD Metode: sebanyak 80 pasien baru terdiagnosis KPD dan datang berobat ke Pusat Kanker Terpadu Kasuari RSUP Kariadi ikut dalam penelitian ini. Pasien diperiksa kadar Ecadherin dan N-cad serum menggunakan ELISA. Hasil pemeriksaan dimasukkan ke kurva ROC untuk menentukan nilai cut-off nya dan dimasukkan ke dalam tabel 2x2 dibandingkan dengan hasil biopsi sebagai standar baku emasnya. Hasil: Nilai cut-off untuk E-cad, N-cad dan rasio E-cad/N-cad adalah 56,25 ng/mL, 32,79 ng/mL dan 1,44. Sensitivitas untuk E-cad, N-cad dan rasio E-cad/N-cad adalah 57,1%, 62,9% dan 71,4%. Spesifisitas untuk E-cad, N-cad dan rasio E-cad/N-cad adalah 57,8%, 62,2% dan 71,1%. Luas area under the curve untuk E-cad, N-cad dan rasio E-cad/N-cad adalah 60,2% (IK 95% = 47,4-72,9), 73% (IK 95% = 61,7 -84,4) dan 79,1% (IK 95% = 69-89,3). Simpulan: Rasio E-cad/N-cad merupakan parameter terbaik untuk menentukan diagnosis metastasis KPD di antara ketiga parameter tersebut dan memiliki akurasi terbaik sebagai petanda metastasis KPD dengan AUC 79,1% (IK95% = 69 – 89,3). Kata kunci: metastasis karsinoma mammae, E-cadherin, N-cadherin, rasio E-cad/N-cad.
Latar belakang: Kadar VEGF-C dan CA 15-3 diperkirakan dapat bermanfaat untuk membedakan antara kasus kanker payudara dan tumor payudara jinak karena VEGF-C merupakan faktor yang berperan dalam memicu angiogenesis dan limfangiogenesis pada tumor ganas dan CA 15-3 merupakan bentuk terlarut dari protein transmembran MUC1, suatu petanda tumor yang kadarnya dapat mengalami peningkatan pada kasus tumor ganas payudara. Tujuan: Mengetahui nilai diagnostik VEGF-C dan CA 15-3 sebagai petanda tumor pada pasien kanker payudara. Metode: Penelitian ini melibatkan 76 pasien yang menjalani operasi-biopsi tumor payudara di RS Dr. Kariadi dan RS Pantiwilasa Citarum Semarang. Dilakukan pemeriksaan kadar VEGF-C dan CA 15-3 dari spesimen darah yang diambil sebelum operasi-biopsi menggunakan metode ELISA. Kurva ROC dan luas AUC digunakan untuk menentukan nilai cut-off dan nilai diagnostik. Hasil pemeriksaan histopatologi anatomi dari spesimen biopsi digunakan sebagai standar baku emas. Hasil: Nilai cut-off untuk VEGF-C dan CA 15-3 adalah 989,50 pg/mL dan 74,00 U/mL. Sensitivitas untuk VEGF-C, CA 15-3 dan kombinasi VEGF-C+CA 15-3 adalah 76,6%, 64,1% dan 89,1%. Spesifisitas untuk VEGF-C, CA 15-3 dan kombinasi VEGF-C+CA 15-3 adalah 75,0%, 75,0% dan 50,0%. Luas AUC untuk VEGF-C, CA 15-3 dan kombinasi VEGF-C+CA 15-3 adalah 0,831 (IK 95% = 0,727-0,934), 0,742 (IK 95% = 0,628-0,856) dan 0,840 (IK 95% = 0,742-0,938). Simpulan: Kombinasi VEGF-C dan CA 15-3 merupakan parameter diagnostik yang terbaik untuk kanker payudara dan memiliki akurasi terbaik sebagai petanda tumor untuk kanker payudara. Kata kunci: Tumor payudara, kanker payudara, VEGF-C, CA 15-3, petanda tumor, nilai diagnostik.
Latar belakang : Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronik dengan komplikasi mikrovaskular, salah satunya adalah nefropati diabetik (ND) yang ditandai dengan mikroalbuminuria. Komplikasi ini meningkatkan kadar ICAM-1 pada pasien DM yang dapat mengganggu fungsi glomerulus. Gangguan pada glomerulus akan menyebabkan gangguan keseimbangan pada kadar elektrolit natrium, kalium dan klorida. Tujuan : Membuktikan perbedaan antara kadar ICAM-1 dan kadar elektrolit pada pasien dengan dan tanpa nefropati diabetik. Metode : Penelitian observasional analitik dengan pendekatan belah lintang dilakukan terhadap 34 subjek pasien DM dengan ND dan 38 subjek pasien DM tanpa ND yang dilakukan di Puskesmas Karang Ayu Semarang. Kadar ICAM-1 diukur dengan menggunakan metode ELISA. Kadar elektrolit diukur dengan metode pemeriksaan ISE. Uji normalitas data dilakukan dengan uji Saphiro-Wilk. Kadar ICAM-1 antar kelompok dianalisis dengan uji independent t test, kadar elektrolit natrium dianalisa dengan menggunakan uji Mann Whitney, dan kadar kalium serta klorida dianalisa dengan menggunakan independent t test. p
Latar belakang: Skizofrenia merupakan gangguan mental kronis berupa gejala positif, gejala negatif, serta gangguan kognitif. Positive and Negative Syndrome scale (PANSS) adalah instrumen untuk menilai keparahan gejala pasien skizofrenia. Homocysteine adalah produk antara dalam biosintesis normal methionine dan yang berperan penting pada metabolisme neurotransmitter. Folate, berperan mengurangi penumpukan homocysteine yang diduga memperburuk gejala psikiatri pada pasien skizofrenia. Tujuan: Membuktikan hubungan antara kadar Hcy dan folate serum dengan skor PANSS pada pasien skizofrenia. Metode: Penelitian observasional analitik pendekatan belah lintang terhadap 45 pasien skizofrenia dengan terapi risperidon 1 bulan terakhir yang dirawat di bangsal RSJD.dr. Amino Gondohutomo Jawa Tengah. Kadar Hcy dan folate diukur menggunakan metode ELISA. Uji korelasi Pearson dilakukan untuk data berdistribusi normal, sedangkan Spearman untuk data berdistribusi tidak normal. Hasil: Rerata kadar folate adalah 1,78 ± 0,76 ng/mL, sedangkan nilai tengah kadar homocysteine adalah 17,4 (3,6 – 45,1) μmol/L. Hubungan kadar Hcy dengan skor PANSS ditunjukkan dengan r= 0,527, p
Latar belakang : Sindrom koroner akut (SKA) merupakan masalah kardiovaskuler yang utama. Predisposisi dari SKA adalah aterosklerosis yang dapat menyebabkan Infark miokard akut. SKA dapat merangsang proses inflamasi akut dengan mengukur nilai MPV, ditingkat biomolekuler ditandai dengan produksi SAA oleh hepar. Kadar CK-MB sebagai petanda nekrosis miokardium. Hubungan kenaikan SAA dan MPV dengan CK-MB belum diketahui dengan jelas. Tujuan : Mengetahui hubungan parameter inflamasi dengan petanda nekrosis jantung. Metode : Desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan belah lintang dilakukan pada bulan Mei 2019 – April 2020 melibatkan 32 pasien SKA di IGD RSUP Dr. Kariadi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pemeriksaan kadar SAA menggunakan metode ELISA, nilai MPV menggunakan hematology analyzer, Kadar CK-MB menggunakan metode fotometri kimia klinik dimention RxL max. Dilakukan uji statistik korelasi spearman p< 0,05 di anggap signifikan. Hasil : Hasil korelasi antara kadar SAA dengan Kadar CK-MB menunjukkan hubungan positif signifikan dengan nilai r=0.442 dan p=0,011, sedangkan korelasi antara MPV dengan CK-MB menunjukkan tidak berhubungan dengan nilai r=-0,244 dan p=0,179. Simpulan : Terdapat hubungan positif sedang antara kadar SAA dengan Kadar CK-MB dan tidak terdapat hubungan antara nilai MPV dengan CK-MB pada pasien sindrom koroner akut. Kata kunci : SAA, MPV, CK-MB, SKA
Latar belakang: Nefropati diabetik (ND) merupakan komplikasi mikrovaskular diabetes melitus (DM) ditandai dengan albumin urin persisten (>300 mg/g). Urinary liver-type fatty acid binding protein (uLFABP) merupakan protein pengikat asam lemak hati, terdapat di tubulus ginjal dan peka terhadap hipoksia. Cedera tubulus akan menyebabkan peningkatan lipid peroksida yang akan diikat LFABP, selanjutnya terjadi penumpukan, dan diekskresikan kedalam urin. Asam urat merupakan senyawa hasil katabolisme purin yang terjadi di hepar, didapatkan dari makanan atau melalui sintesis endogen. Peningkatan asam urat berhubungan dengan disfungsi endotel, resistensi insulin, hipertensi, dan penyakit kardiovaskular. Tujuan: Membuktikan perbedaan kadar uLFABP dan asam urat serum pada pasien DM dengan dan tanpa ND dini. Metode: Penelitian observasional analitik pendekatan belah lintang pada 71 pasien terdiri dari 37 pasien DM dengan ND dini dan 34 pasien tanpa ND di Prolanis puskesmas Lebdosari Semarang yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Kadar uLFABP diukur dengan metode ELISA dan asam urat serum dengan metode enzimatik. Analisa statistik menggunakan independent t test, p
LatarBelakang : Kanker kolorektal merupakan salah satu kanker tersering ditemui. Menurut data dari WHO GLOBOCAN pada tahun 2018, kanker kolorektal menempati urutan ke-3 kanker teringgi di dunia dengan didapatkan 1.8 juta kasus karsinoma kolorektal dengan mortalitas 861.000. Pada gambaran histopatologi didapatkan 90% kanker kolorektal merupakan adenokarsinoma kolorektal dan lebih sering ditemukan pada pria dibandingkan wanita. Beberapa protein yang diduga berperan dalam perkembangan tumor adalah HER2 dan Galectin-3. Adanya hubungan antara ekspresi HER2 dan Galectin-3 dengan gambaran klinikopatologi tumor diharapkan membantu memberikan pilihan terapi dan prognosis. Tujuan : Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan ekspresi HER2 dan Galectin-3 pada klinikopatologi pasien adenokarsinoma kolorektal. Metode : Penelitian observatif analitik dengan desain cross-sectional menggunakan 40 blok histopatologi laboraturium Patologi Anatomi RSUP dr. Kariadi, dengan diagnosis adenokarsinoma kolorektal pada tahun 2018 kemudian dilakukan pengecatan imunohistokimia menggunakan antibodi HER2 dan Galectin-3. Hasil yang diperoleh berupa ekspresi HER2 dan Galectin-3 serta data klinikopatologis seperti jenis kelamin, usia, lokasi tumor, kedalaman invasi, metastasis pada kelenjar getah bening, metastasis jauh dan stadium. Analisa hasil menggunakan uji Chi Square dan uji korelasi Spearmans. Hasil : Sebanyak 10% pasien memiliki ekspresi HER-2 ekuifokal dan 5% pasien HER-2 positif. Pada 60% pasien memiliki ekspresi Galectin-3 lemah, 2.5% pasien dengan eskpresi Galectin-3 sedang dan 12.5% pasien dengan ekspresi Galectin-3 yang kuat. Tidak ditemukan hubungan bermakna antara ekspresi HER-2 dan Galectin-3 dengan parameter klinikopatologi pasien. Kata kunci : HER2, Galectin-3, Adenokarsinoma Kolorektal, klinikopatologi
Latar Belakang: Diffuse Large B-Cell Lymphoma (DLBCL) merupakan penyakit heterogen dengan berbagai morfologi, sifat biologi dan klinis, yang memiliki respon terapi bervariasi. Beberapa penelitian melaporkan adanya ekspresi CD30 pada DLBCL berhubungan dengan ketahanan hidup yang lebih baik. Namun hal ini masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi ekspresi CD30 pada pasien DLBCL di RSUP Dr. Kariadi. Metode penelitian: Penelitian ini mengevaluasi ekspresi CD30 pada 35 pasien DLBCL di RSUP Dr. Kariadi periode Januari 2017-Desember 2017 menggunakan cut off >0%. Data klinik yang diambil yaitu usia saat terdiagnosis, lokasi tumor, stadium penyakit, subtipe sel asal, dan ketahanan hidup 2 tahun. Analisis data menggunakan uji chi square. Hasil: Dari 35 kasus, CD30 diekspresikan oleh 13 kasus (37.1%). Ekspresi CD30 lebih tinggi pada pasien dengan usia ≥60 tahun (P=0.03), lokasi ekstranodal (P=0.78), stadium awal (P=0.89), dan subtipe non-GCB (P=0.97). Kelompok CD30 positif memiliki ketahanan hidup yang lebih baik dibandingkan CD30 negatif (P=0.90). Kesimpulan: Ekspresi CD30 memiliki hubungan yang bermakna dengan usia ≥60 tahun. Pasien DLBCL dengan CD30 positif memiliki ketahanan hidup yang lebih baik dibandingkan CD30 negatif, namun tidak bermakna. Kata Kunci : DLBCL, CD30, ketahanan hidup