Latar belakang : Kasus kekerasan seksual mengalami peningkatan setiap tahun, korbannya mulai dari kalangan dewasa, remaja, anak-anak hingga balita. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia, pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 23 kasus, 2014 sebanyak 53 kasus, 2015 sebanyak 133 kasus, 2017 telah mencapai 1.337 kasus dan hingga bulan Juli 2018 terdapat 424 kasus. Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses penegakkan hokum kasus kekerasan seksual di Kota Semarang. Metode : Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik terhadap kasus kekerasan seksual pada anak, berdasarkan data rekam medis di Rumah Sakit, dokumen di Mapolrestabes, Kejaksaan Negeri dan Pengadilan Kota Semarang periode Januari 2015 hingga Desember 2018. Hasil : Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 213 kasus kekerasan seksual dari data rekam medis di Rumah Sakit di Kota Semarang. Kasus kekerasan seksual pada anak terbanyak terjadi pada tahun 2018 sebanyak 72 kasus. Korban terbanyak adalah kelompok usia 12-14 tahun, berjenis kelamin perempuan. Jenis kasus terbanyak adalah kasus senggama. Mayoritas pelaku merupakan orang yang dikenal oleh korban, pelaku tidak bekerja dan tempat kejadian terbanyak adalah di rumah terdakwa. Pada tahap penuntutan dan persidangan, jumlah kasus tersebut berkurang secara signifikan menjadi 8 kasus saja. Faktor-faktor yang terkait menyebabkan hal tersebut antara lain kurangnya alat bukti, sulitnya mendapatkan keterangan dari korban, keterangan pelaku yang berbelit-belit, tidak adanya saksi dan tingginya angka diversi. Kesimpulan : Kasus kekerasan seksual meningkat dari tahun ke tahun. Proses penegakkan hokum terhadap kasus ini masih memiliki banyak kendala pada tiaptahap yang masih sulit diatasai. Kata kunci : kekerasan seksual, anak, penegakkan hokum, Kota Semarang
Latar belakang: Leiomioma uteri merupakan tumor jinak dengan prevalensi yang cukup tinggi dan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh hormon steroid. Sementara itu masih terdapat pertentangan pada penelitian mengenai ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron pada leiomioma uteri, serta belum dipahami tentang etiologi dan patogenesis leiomioma uteri. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron pada leiomioma uteri. Metoda: Penelitian ini merupakan analitik observasional dengan rancangan case control design, dilakukan di Laboratorium Patologi anatomi Rumah sakit umum pusat Dr. Kariadi, Semarang. Populasi penelitian adalah blok histopatologi dengan diagnosa leiomioma uteri pada tahun 2017. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana, setelah memenuhi kriteria inklusi. Hasil: Berdasarkan karakteristik usia pada kelompok leiomioma uteri, yang terbanyak adalah kelompok usia > 40 tahun. Dari segi karakteristik Indeks Massa Tubuh (IMT), pada kelompok Leiomioma uteri IMT yang paling banyak dijumpai adalah normoweight, tetapi terdapat kecendrungan kasus Leiomioma uteri meningkat pada IMT yang lebih tinggi, dengan jumlah kumulatif pada IMT overweight dan obese adalah sebanyak 6 kasus (40%). Karakteristik paritas pada kelompok Leiomioma uteri yang terbanyak adalah nullipara yaitu 7 kasus (46,7%). Seluruh kelompok leiomioma uteri mengeskpresikan reseptor estrogen dengan rerata skor 7,20 ± 0,78 dan reseptor progesteron dengan rerata skor 7,47 ± 0,74. Pada pengujian Mann-whitney terdapat perbedaan yang bermakna pada ekspresi reseptor estrogen antara jaringan leiomioma uteri dan miometrium normal (p = 0,045). Dan terdapat perbedaan yang bermakna pada ekspresi reseptor progesteron antara jaringan Leiomioma uteri dan miometrium normal (p = 0.022). Pada pengujian dengan uji korelasi spearman’s terhadap ekspresi RE dan RP dihubungkan dengan karakteristik usia, index massa tubuh dan paritas, didapatkan hasil yang tidak signifikan. Kesimpulan : Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara ekspresi ER dan PR terhadap karakteristik usia, index massa tubuh dan paritas pada pasien leiomioma uteri. Kata kunci: Leiomioma uteri, miometrium, reseptor estrogen, reseptor progesteron
Latar belakang : Karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM) adalah salah satu kanker yang sering terjadi di seluruh dunia. Penelitian-penelitian mengenaik KSSRM tidak sebanyak penelitian karsinoma sel skuamosa di organ lain, padahal keganasan ini menimbulkan angka kecacatan dan kematian terutama apabila sudah didapati adanya metastasis. Parameter histopatologik dengan menggunakan p53 dan E-cadherin diharapkan dapat membantu penilaian prediksi progresifitas dan prognosis pada KSSRM, akan tetapi data lebih lanjut masih diperlukan. Tujuan: Mengetahui ekspresi p53 dan E-cadherin pada pasien KSSRM dengan dan tanpa metastasis di RSUP dr. Kariadi Semarang. Metode : Merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan desain cross sectional. Sebanyak 33 blok histopatologi RSUP dr. Kariadi Semarang dengan diagnosis karsinoma sel skuamosa rongga mulut tahun 2015-2018 dilakukan pengecatan immunohistokimia antibody p53 dan E-cadherin. Analisa hasil dengan menggunakan Uji Mann Whitney. Hasil : Pada analisa Mann Whitney terdapat perbedaan tidak bermakna untuk p53 (p=0,056) antara pasien KSSRM tanpa dan dengan metastasis. Pada E-cadherin terdapat perbedaan bermakna (p=0,001) antara kelompok KSSRM tanpa metastasis dengan kelompok metastasis. Kesimpulan : Ekspresi imunohistokimia E-cadherin dapat menjadi predictor prognostic pada KSSRM tetapi dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Kata kunci : karsinoma sel skuamosa rongga mulut, metastasis, p53, E-cadherin
Latar belakang. Obstructive sleep apanea (OSA) adalah keadaan terjadinya obstruksi jalan napas atas secara periodik selama tidur yang menyebabkan napas berhenti secara intermiten, baik komplit (apnea) atau parsial (hipopnea). Tension type headache (TTH) adalah nyeri kepala yang paling umum dan didefinisikan sebagai nyeri kepala primer pada klasifikasi ICHD 3. Pasien dengan OSA memiliki kemungkinan lebih tinggi menderita TTH dibandingkan pasien tanpa OSA. Tujuan. Menganalisa hubungan antara derajat keparahan OSA dengan frekuensi nyeri kepala tiap bulan pada tension type headache TTH. Menganalisa hubungan antara derajat keparahan OSA dengan intensitas nyeri kepala pada TTH. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain belah lintang. Subyek penelitian adalah pasien OSA yang menderita TTH di RSUP Dr. Kariadi, Semarang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian dilakukan mulai April sampai dengan Desember 2019. Data pasien diperoleh dengan pengisian kuesioner. Penilaian derajat keparahan OSA dilakukan pemeriksaan polisomnografi. Penilaian frekuensi TTH menggunkan kriteria ICHD 3 beta dan intensitas TTH menggunakan skor VAS. Analisa data dengan uji korelasi Spearman. Hasil dikatakan bermakna bila nilai p
Latar Belakang Kasus anemia yang paling sering terjadi pada anak-anak yaitu anemia defisiensi besi. Zat besi banyak dibutuhkan oleh otak berkaitan dengan proses oksidasi dan metabolisme saraf di otak. Pada anemia defisiensi besi yang harus diperhatikan yaitu kadar hemoglobin, dan kadar feritin. Anemia disini dapat mengakibatkan gangguan fungsi kognitif pada anak-anak. Tujuan Penelitian Mengetahui hubungan antara anemia defisiensi besi dengan fungsi kognitif. Mengetahui hubungan antara anemia defisiensi besi dan fungsi kognitif setelah dikendalikan dengan status gizi pada anak sekolah dasar usia 9-11 tahun. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain belah lintang. Subyek penelitian adalah siswa di SD Taqwiyatul Waton, Semarang dan SD Tanjung Mas, Semarang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian dilakukan mulai Maret sampai dengan Juni 2019. Pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan kadar Hb dan kadar feritin dilaksanakan di Laboratorium Pramitha Semarang. Data pasien diperoleh dengan pengisian kuesioner oleh siswa dan orang tua. Penilaian fungsi kognitif dengan modified MMSE. Analisa data dengan uji korelasi bivariat Spearman’s dan korelasi parsial. Hasil dikatakan bermakna bila nilai p
Latar belakang : Stroke iskemik menjadi salah satu penyebab utama disabilitas jangka panjang. Stimulasi magnetic transkranial (TMS) adalah terapi rehabilitasi yang memudulasi korteks motorik dengan prinsip induksi elektromagnetik untuk mengaktivasi motor neuron kortikal, sehingga dapat membangkitkan potensi motorik pada pasien stroke iskemik. Tujuan : Untuk mengetahui perbedaan perubahan kekuatan motorik yang diukur menggunakan Fugl Meyer Assesment (FMA) dengan pemberian stimulasi magnetic transkranial berulang (rTMS) dibandingkan dengan kelompok control pada pasien stroke iskemik. Metode penelitian : Metod peneltian kohort prospektif. Penelitian melibatkan 42 subjek pasien stroke iskemik yang dibagi menjadi kelompok perlakuan dan kelompok control. Kelompok perlakuan dilakukan stimulasi magnetic transkranial berulang selama 5 hari. FMA dinilai pada hari ke 8 sebelum perlakuan dan hari ke 14 dan ke 45 setelah perlakuan. Hasil dan Pembahasan : Karakteristik kelompok control didapatkan 11 subyek laki-laki (52,4%) dan 10 subyek perempuan (47,6%). Gambaran karakteristik menurut umur menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna, rerata umur 57,07 ± 8,32 tahun. Analisis perbedaan perubahan kekuatan motorik pada pasien stroke iskemik berdasarkan pemeriksaan skor FMA didapatkan perbedaan yang bermakna pada hari ke 8 dan hari ke 14 (34,86 ± 8,73, p
Latar belakang : Serotonin merupakanneurotransmitter yang berperan pada perilaku, kognitif dan kontraksi otot polos. Reseptor serotonin ditemukan pada otak yang terlibat dalam proses kognitif. Tension type headache (TTH) adalah nyeri kepala yang paling umum. TTH disebabkan oleh ketegangan otot di bahu, leher dan kepala. Ketegangan bisa terjadi karena kelelahan, posisi tubuh yang tidak nyaman, atau stress emosional. Serotonin rendah dapat mengakibatkan gangguan fungsi kognitif. Tujuan : Hubungan kadar serotonin serum dengan fungsi kognitif pada chronic tension type headache (CTTH). Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional, dilaksanakan di rawat jalan RSUP dr. Kariadi Semarang bulan April-September 2019. Analisis statistic dengan uji X2(Chi square) dan multivariate dengan logistic regresi. Hasil dikatakan bermakna bila p
Latar Belakang : Infeksi pasca stroke tetap menjadi salah satu komplikasi utama pada stroke akut, dengan frekuensi antara 21 - 65%. Stroke menyebabkan perubahan pada sistim inflamasi sistemik,hal ini dapat dilihat pada konsentrasi Interleukin 10 (IL-10) serum. Penurunan IL-10 pada stroke dapat menjadi salah satu penanda kenaikan resiko infeksi pada pasien stroke akut Tujuan Penelitian : Mengetahui hubungan antara penanda faktor inflamasi yang diwakili oleh biomarker Interleukin-10 (IL-10) serum dengan kejadian infeksi pasien stroke iskemik akut. Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain belah lintang. Subyek penelitian adalah pasien stroke infark di RSUP Dr. Kariadi, Semarang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian dilakukan mulai Desember 2019 sampai dengan Februari 2020. Data pasien diperoleh dengan pengisian kuesioner. Pengambilan darah sampel vena subyek dilakukan pada hari ke 1 dan hari ke 7, hasil sampel darah dilakuan analisa IL10 di Laboratorium GAKI. . Analisa data dengan mengunakan SPSS.25 dengan uji korelasi Spearman. Hasil dikatakan bermakna bila nilai p
Latar Belakang : Peningkatan angka harapan hidup di Indonesia mengakibatkan peningkatan jumlah lansia. Proses penuaan mengakibatkan berbagai konsekuensi kesehatan, salah satunya gangguan keseimbangan postural. Senam bugar lansia merupakan salah satu aktivitas untuk meningkatkan sistem keseimbangan dan memperbaiki kualitas hidup lansia. Tujuan : Mengetahui pengaruh intensitas senam bugar lansia terhadap keseimbangan postural. Metode : Desain penelitian non-randomized controlled pre- and post-experimental dengan kohort prospektif, di RSUP Dr Kariadi Semarang selama bulan Agustus-Oktober 2019. Subyek berusia 60-74 tahun yang memenuhi kriteria inklusi. Keseimbangan postural diukur menggunakan Berg Balance Scale (BBS). Korelasi antara intensitas senam bugar lansia dengan peningkatan skor BBS diuji menggunakan Mann Whitney. Analisis multivariat regresi linier untuk mengetahui variabel yang paling berhubungan terhadap peningkatan skor BBS ; Usia, Jenis kelamin, riwayat Diabetes Mellitus, Indeks Massa Tubuh, dan Osteoarthritis. Hasil Penelitian : 39 subjek penelitian, dibagi ke dalam dua kelompok senam bugar lansia: kelompok 1 dengan 1x/minggu dan kelompok 2 dengan 3x/minggu, durasi senam 30 menit. Subjek perempuan (89,7%), laki-laki (10,3%) dengan rerata usia tiap kelompok 63,7±5,0 dan 64,9±4,2 tahun. Perubahan skor Berg Balance Scale pada kelompok 1 sebesar (-2) dan kelompok 2 sebesar (-5). Didapatkan hubungan yang bermakna antara intensitas senam bugar lansia dengan peningkatan skor BBS (r=-1,879; p=0,000). Didapatkan hubungan yang bermakna antara intensitas senam bugar lansia dengan perubahan nilai WOMAC (p=0,018). Simpulan : Didapatkan pengaruh peningkatan intensitas senam bugar lansia terhadap perbaikan keseimbangan postural dan osteoarthritis pada lansia. Kata Kunci: berg balance scale, intensitas senam bugar lansia, keseimbangan postural, lansia, ostheoarthritis, womac