Latar Belakang : Acinetobacter baumannii semakin banyak dilaporkan sebagai patogen nosokomial pada bakteriaemia, ventilator-associated pneumonia, meningitis, infeksi daerah operasi, dan menyebabkan kematian sampai 20%. Morbiditas dan mortalitas menjadi lebih tinggi pada Acinetobacter baumannii MDR. Tujuan : Membuktikan beberapa tindakan perawatan merupakan faktor risiko terjadinya MDR kuman Acinetobacter baumannii. Metode : Disain penelitian adalah Cross-sectional dengan metode total sampling dari data isolat pasien rawat inap di RSUP Dr. Kariadi antara periode Januari 2016 – Desember 2016. Uji beda yang dilakukan adalah tes Chi-square dengan alternatifnya Fischer Exact. Hasil Penelitian : Selama tahun 2016 didapat 72 pasien terdiri dari kelompok Acinetobacter baumannii MDR sebanyak 51 pasien, yang terdiri dari laki-laki 31 pasien (60,8%) dan perempuan 20 pasien (39,2%), dan kelompok Acinetobacter baumannii Non MDR sebanyak 21 pasien, yang terdiri dari laki-laki 15 pasien (71,4%) dan perempuan 6 pasien (28,6%). Keseluruhan sampel terdiri dari laki-laki 46 pasien (63,9%) dan perempuan 26 pasien (36,1%). Umur termuda 6 hari dan tertua 84 tahun dengan nilai tengah adalah 44,7 tahun. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemakaian antibiotik jenis fluoroquinolon (OR = 6.65 0 ; 95% CI = 1.397 - 31.649) sebagai faktor risiko independen terhadap terjadinya MDR kuman Acinetobacter baumannii. Faktor lain yang bermakna sebagai faktor protektif adalah komorbid penyakit hati (OR=0.344 ; 95% CI = 0.126 – 0.939) dan komorbid penyakit (ginjal, hati dan paru) (OR= 0.186 ; 95% CI =0.061 - 0.563). Simpulan : Pemakaian antibiotik tunggal fluoroquinolon merupakan faktor risiko terjadinya MDR kuman Acinetobacter baumannii. Kata kunci : Acinetobacter baumannii, MDR, faktor risiko
Latar belakang : Pseudomonas aeruginosa berperan penting sebagai patogen utama pada pasien dengan penurunan daya tahan tubuh, menyebabkan infeksi serius dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di ICU (Intensive Care Unit) dan salah satu penyebab utama infeksi terkait pelayanan rumah sakit (Health Care Associated Infections atau HCAI’s). Oleh karenanya diperlukan analisis faktor risiko terjadinya infeksi dan resistensi (MDR) sebagai upaya pencegahan dan pengendalian pada pasien rawat inap di RSUP Dr Kariadi Semarang. Metode penelitian : Observational Analitik dengan desain Cross Sectional menggunakan data sekunder dari Rekam Medik Pasien dengan infeksi Pseudomonas aeruginosa periode 1 Januari – 31 Agustus 2017. Analisis Univariat dengan Chi square test atau Fischer Exact test, dan analisis multivariat dilakukan dengan regresi logistik multipel. Nilai p dianggap bermakna jika < 0,05, semua analisis adalah untuk 2-tailed. Hasil : Didapatkan 215 sampel penelitian dimana pasien laki-laki berjumlah 113 (52,6 %) dan perempuan sebanyak 102 (47,6 %). Jumlah isolat MDR adalah 97 (45,1 %) dan 118 (54,9 %) isolat non MDR (NMDR). Faktor risiko MDR pada analisis multivariat adalah riwayat perawatan rumah sakit sebelumnya (PR = 118,75, p < 0,001), Pajanan antibiotik antipseudomonal terutama golongan karbapenem (PR = 237,168, p = 0,019) dan fluoroquinolon (PR = 48,328, p = 0,045). Kesimpulan : Faktor risiko MDR adalah riwayat perawatan rumah sakit, dan pajanan antibiotik antipseudomonal terutama golongan karbapenem dan fluoroquinolon. Kata kunci : Faktor Risiko, MDR, Multivariat, Univariat
Latar Belakang : Depresi berhubungan dengan disregulasi sistem neuroendokrin, neuroimun, metabolik dan neurotransmiter. Diduga jalur yang mengalami disregulasi dipengaruhi oleh mikrobiota usus. Probiotik dapat memperbaiki gejala depresi melalui mediasi microbiota-gutbrain axis. Tujuan : Menganalisis perbedaan nilai BDI-II sebelum dan sesudah 28 hari pemberian probiotik. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan single-blind, preposttest with control group. Sampel berasal dari mahasiswa strata-1 Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro angkatan 2016 (n=90) dibagi secara acak menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok probiotik (Lactobacillus rhomnosus dan Lactobacillus helventicus) (n=50) dan kelompok plasebo (n=40). Probiotik atau plasebo diberi 1 kapsul sehari selama 28 hari. Gejala depresi diukur dengan menggunakan Beck Depression Inventory II sebelum (BDI-II0) dan sesudah (BDI-II1) intervensi. Hasil : Nilai BDI-II sebelum intervensi memiliki rerata 8,29 (SD ± 8,53). Nilai BDI-II sesudah pemberian probiotik selama 28 hari memiliki rerata 2,97 (SD ± 4,10). Terdapat perbedaan nilai BDI-II yang signifikan sesudah intervensi selama 28 hari pada kelompok probiotik (5 (0-27) vs 2 (0-19), p = 0,001). Simpulan : Terdapat perbedaan bermakna nilai BDI-II sebelum dan sesudah pemberian probiotik (Lactobacillus rhomnosus dan Lactobac Kata kunci : Depresi, BDI-II, Probiotik.
LatarBelakang :Penderita HIV/AIDS harus menghadapi stigma dan diskriminasi sehingga akan mengalami permasalahan fisik, psikologis dan sosial yang memerlukan intervensi komprehensif. TerapiAntiretroviral memperbaiki klinis penderita, namun dapat menimbulkan komplikasi neuropsikiatri terutama gangguan cemas, depresi dan gangguan psikotik. Tujuan :Mengetahui hubungan antara stigma dan terapi ARVdengan komplikasi gangguan psikiatri pasien HIV/AIDS. Metode :Penelitianinimerupakan penelitiancrossectional. Sampel adalah pasien HIV/AIDS yang menjalani terapi antiretroviral di poli VCT-CST RSUP dr.Kariadi dan RSUD RAA Soewondo Pati dan memenuhi kriteria inklusi penelitian.Pengambilan denganmetode consecutive sampling.Instrumen penelitian yang digunakan adalah Structured Clinical Interview for DSM-IV Axis I Disorders (SCID-I) dan Kuesioner skala persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. Analisis dengan program SPSS. Uji analisa hubungan menggunakan uji chi-squre. Hasil :Karakteristik demografi: mayoritas berjenis kelamin laki-laki 51%, usia rata-rata 35,88 tahun, 32,54% pendidikan SD, 42,2% menikah, sebagai karyawan 53,9%. Jenis ARV paling banyak diminum Duviral (Lamivudin+Zidovudin)+Nevirapine 52,9%. Skala stigma ODHA terbanyak adalah stigma positif 95,1%. Karakteristik gangguan psikiatri:89,2% mengalami gangguan psikiatri,terbanyak depresi 30,4%dan 6,9% gangguan psikotik. Simpulan :Terdapat hubungan antara jenis terapi ARV dengan gangguan psikiatri. Tidak ada hubungan antara stigma dengan gangguan psikiatri Kata kunci : Stigma, Terapi ARV, Gangguan Psikiatri
Latar belakang: Penyakit jantung rematik (PJR) merupakan penyakit autoimun dan sequele dari demam rematik akut. Prevalensi PJR pada perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Efek protektif testosteron diduga mendasari alasan bahwa laki-laki tidak serentan perempuan pada penyakit autoimun. IL-10 merupakan sitokin anti inflamasi yang penting dalam progresivitas PJR Tujuan: Membuktikan bahwa terdapat korelasi positif antara kadar calculated Free Testosterone (cFT) dengan ekspresi IL-10 di katup mitral penderita Penyakit Jantung Rematik laki-laki Metode: Penelitian belah lintang pada 17 pasien PJR laki-laki yang menjalani bedah ganti katup mitral di RS kariadi. 2 pasien dieklusi karena mempunyai riwayat infektif endokarditis. cFT diukur dengan menggunakan rumus Vermaulen. Ekspresi IL-10 diperiksa dengan pengecatan imunohistokimia dan dinyatakan dalam persentase Hasil: Pada 15 sampel penelitian, didapatkan usia rerata 38 tahun dengan rerata kadar cFT mendekati batas bawah 9,6 ng/ dl (normal: > 8 ng/dl). 8 pasien (53,3%) diantaranya, dengan usia rerata 47 tahun, mengalami hipogonadisme dengan rerata kadar cFT 6,6 ng/dl. Terdapat korelasi negatif antara cFT dengan ekspresi IL-10 katup mitral dengan kekuatan korelasi sedang (p = 0.04, r = - 0.519) Pembahasan: Hasil penelitian ini dapat dijelaskan dengan adanya proses metabolisme testosteron di jaringan perifer menjadi metabolit aktif maupun inaktif, yang selanjutnya mempengaruhi ekspresi IL-10. Metabolisme testosterone dipengaruhi oleh tingkat kronisitas penyakit, kadar enzim aromatase dan sitokin proinflamasi. Kesimpulan: tidak terdapat korelasi positif antara kadar calculated Free Testosterone dengan ekspresi Interleukin-10 di katup mitral penderita PJR laki-laki Kata kunci: Testosteron, Interleukin-10, katup mitral, penyakit jantung rematik
Latar Belakang Gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri normal (heart failure with preserved ejection fraction=HFpEF)) yang ditandai dengan disfungsi diastolik adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas yang sampai saat ini belum mendapatkan pengobatan efekif yang optimal. Patofisiologi HFpEF berhubungan dengan kelainan bioenergetika miokardium berupa rasio PCr/ATP yang menurun serta peningkatan stress oksidatif malondialdehyde (MDA). Belum ada penelitian sebelumnya yang meneliti efek koenzim Q10, suatu bioenergizer dan antioksidan, pada fungsi diastolik ventrikel kiri (Vki) pasien HFpEF. Tujuan Untuk mengetahui efek koenzim Q10 pada fungsi diastolik Vki pada pasien HFpEF. Metode Randomisasi dilakukan pada 30 pasien HFpEF pada penelitian acak terkontrol, unblinded, pretest and post-test control group. Pasien menerima koenzim Q10 100 mg tiga kali sehari atau tanpa koenzim Q10 selain pengobatan rutin selama 30 hari. Kadar malondialdehyde (MDA) plasma darah dan studi ekokardiografi diperiksa pada awal dan akhir penelitian. Empat variabel fungsi diastolik Vki dievaluasi dengan ekokardiografi 2D dan Doppler, yaitu: rerata rasio E/e', e' septal, e' lateral dan indeks volume atrium kiri (LAVI). Primary end-point adalah perubahan kuantitatif keempat variabel fungsi diastolik Vki selama penelitian. Hasil Dua puluh delapan pasien menyelesaikan penelitian ini tanpa mengalami efek samping obat koenzim Q10 yang signifikan. Pada akhir penelitian, ada perbaikan yang bermakna secara statistik pada rerata E/e' (18.9 (3.8) vs 15.1 (4.3); p =
Latar Belakang: Peran nilai Global Longitudinal Strain (GLS) sebagai prediktor kejadian remodeling ventrikel kiri pada pasien NSTEMI pasca-IKP (Intervensi Koroner Perkutan) belum diketahui dengan jelas, masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Tujuan: Mengetahui apakah nilai GLS dapat menjadi prediktor kejadian remodeling ventrikel kiri pada pasien NSTEMI pasca-IKP. Metode: Penelitian ini adalah penelitian kohort prospektif. Pasien NSTEMI dengan onset 0-14 hari direkrut secara konsekutif. Pemeriksaan ekokardiografi end diastolic volume (EDV) dan end systolic volume (ESV) dilakukan saat perawatan di rumah sakit sebelum tindakan IKP dilakukan dan pada saat follow up 1 bulan di poliklinik rawat jalan, dimana remodeling ventrikel kiri didefinisikan sebagai peningkatan EDV ≥ 20 % dan/atau peningkatan ESV ≥ 15 %. Pemeriksaan GLS dilakukan 24-48 jam pasca-IKP. Hasil: 31 pasien (59,58 ± 7,45 tahun) dengan NSTEMI pasca-IKP, pada follow up 1 bulan terbagi menjadi dua kelompok yaitu: 13 pasien (41,9 %) dengan remodeling ventrikel kiri dan 18 pasien (58,1 %) tanpa remodeling ventrikel kiri. Analisa multivariat regresi logistik menunjukkan bahwa tidak ada faktor yang bermakna secara statistik terhadap kejadian remodeling ventrikel kiri , akan tetapi pasien dengan diabetes melitus, hipertensi dan GLS yang ≤ - 13,95 % memiliki kecenderungan untuk terjadinya remodeling ventrikel kiri, tampak dari nilai risiko relatif (RR) ≥ 2,8, dengan nilai RR (IK 95%) berturut-turut sebagai berikut : 3,03 (0,68-13,61); 2,4 (0,22-26,12); 2,8 (0,63-12,6). GLS ≤ - 13,95 % menunjukkan sensitivitas 66,7 % dan spesifisitas 56 %. Simpulan: Global Longitudinal Strain tidak dapat digunakan sebagai prediktor kejadian remodeling ventrikel kiri pada pasien NSTEMI pasca-IKP pada follow up 1 bulan. Kata Kunci: Global Longitudinal Strain; NSTEMI pasca-IKP; remodeling ventrikel kiri
Pendahuluan Neuropati optik toksik merupakan penyakit yang ditandai kerusakan serabut papillomacular bundle, defek lapangan pandang bilateral (caecocentral), dan kelainan penglihatan warna. Keadaan ini akibat exposure zat toksik di lingkungan sekitar, konsumsi makanan atau zat yang mengandung toksik, ataupun penggunaan obat sistemik. Nikotindapat masuk ke dalam tubuh petani tembakau melalui reseptor di kulit akibat paparan terus menerus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar kotinin darah dengan penglihatan warna pada petani tembakau Tujuan Untuk mengetahui hubungan kadar kotinin darah dengan penglihatan warna pada petani tembakau Material dan Metode Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan metode cross sectional yang melibatkan 48 subyek. Subyek penelitian ialah petani tembakau yang dipilih secara consecutive sampling dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Seluruh subyek menjalani pemeriksaan tajam penglihatan, funduskopi, tekanan bola mata dan Ishihara. Setelah itu dilakukan pemeriksaan kadar kotinin darah sertaFarnsworth-Munsell 15 Hue. Data tersebut kemudian diolah dengan uji korelasi Hasil Hasil skor total kesalahanFarnsworth-Munsell 15 hue menunjukkan 40 subyek dengan penglihatan warna baik (skor 0-16), dan 8 subyek dengan penglihatan warna sedang (skor 17-100). Terdapat 6 subyek dengan gangguan penglihatan warna tipe tritan, serta masing-masing 1 subyek dengan gangguan tipe deutan dan tipe protan. Rata-rata kadar kotinin darah subyek ialah 78,0897 ng/ml, dengan uji korelasi menunjukkan tidak terdapat hubungan kadar kotinin darah dengan penglihatan warna pada petani tembakau (p = 0,630, ρ = -0,071) Kesimpulan Tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar kotinin darah dengan penglihatan warna pada petani tembakau Kata kunci Kadar kotinin darah, penglihatan warna, petani tembakau
Pendahuluan. Menurut WHO, angka kebutaan akibat katarak terus meningkat setiap tahun. Tahapan yang menentukan tajam penglihatan pasca operasi adalah penentuan ukuran IOL dengan biometri. Perlu adanya analisis regresi untuk menentukan pengaruh komponen biometri terhadap simpang refraksi. Tujuan.Melakukan analisis regresi terhadap simpang kelainan refraksi pascaoperasi katarak berdasarkan pengukuran biometrik menggunakan AUS dan PCI Metode. Data rekam medik pasien dengan katarak fisiologis yang menjalani operasi katarak di RS dr Kariadi dikumpulkan. Dilakukan pencatatan terhadap data demografi (identitas, pekerjaan, tempat tinggal, tingkat pendidikan), metode biometri yang dipakai, komponen biometri (Axial length, anterior chamber depth, keratometri, target refraksi), dan simpang refraksi yang didapatkan. Analisis regresi dilakukan pada komponen biometri terhadap simpang refraksi. Hasil.Simpang refraksi pada PCI adalah -0,425 D - 1,28 D. Rentang simpang refraksi pada kelompok AUS adalah antara -4,47 D sampai 1,08 D. Simpang refraksi PCI secara bermakna dipengaruhi oleh keratometri (p : 0,01) dan axial length (p : 0,024). ACD tidak memberikan pengaruh bermakna terhadap simpang refraksi (p : 0,305). Analisis regresi lanjutan antara 2 variabel prediktor Axial length dan KAV terhadap variabel target simpang refraksi PCI menunjukkan nilai R sebesar 0,59. ACD memiliki korelasi signifikan dengan simpang refraksi pada kelompok AUS (p : 0,034). Analisis regresi lanjutan antara variabel prediktor ACD terhadap variabel target simpang refraksi AUS menunjukkan nilai R sebesar 0,39. Simpulan.Simpang refraksi pada kelompok PCI secara bermakna dipengaruhi oleh Axial length dan Keratometri, sedangkan pada kelompok AUS secara bermakna dipengaruhi oleh ACD dengan persamaan regresi SR PCI : 22,008 - 0,362 Axl - 0,298 KAv SR AUS : -3,792 + 0,388 ACD4 Kata kunci analisis regresi, AUS, PCI
Pendahuluan : Petani tembakau sangat sering bersentuhan langsung dengan tanaman tembakau. Zat-zat beracun (terutama nikotin) dapat masuk dalam tubuh petani tembakau terutama melalui kulit. Kotinin ( metabolit nikotin ) dapat menyebabkan neuropati optik toksik yang ditandai adanya gangguan sensitivitas kontras penglihatan. Akibatnya seseorang kesulitan melakukan aktifitas seperti mengendarai kendaraan disaat hujan dan berkabut serta menuruni tangga di daerah pengunungan. Tujuan : Mengetahui hubungan kadar kotinin darah dengan sensitivitas kontras penglihatan pada petani tembakau. Material dan Metode : Penelitian observasional analitik ini dilakukan Kab Temanggung dengan metode cross sectional pada bulan Agustus 2017. Sebanyak 49 petani tembakau dilakukan anamnesis, pemeriksaan ofthalmologi ( visus,sensitivitras kontras, funduscopi ) dan kadar kotinin darah. Analisis statistik menggunakan uji korelasi Spearman’s rho. Hasil Penelitian : Rerata kadar kotinin pada penelitian ini adalah 77, 931 ± 26,988 ng/ml. Sedangkan rerata sensitivitas kontras penglihatan adalah 1,423 ± 0,217. Berdasarkan hasil uji korelasi antara kadar kotinin dengan sensitivitas kontras penglihatan di dapatkan angka p > 0,05 dan rho - 0,166. Kesimpulan : Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara kadar kotinin darah dengan sensitivitas kontras penglihatan. Akan tetapi dari grafik terlihat bahwa semakin tinggi kadar kotinin darah semakin rendah nilai sensitivitas kontras penglihatan. Kata Kunci : Kotinin darah, sensitivitas kontras,neuropati optik toksik tembakau.