Latar Belakang : Salah satu komplikasi chronic kidney disease – mineral and bone disorder (CKD-MBD) adalah kalsifikasi vaskular. Kalsifikasi tunika media terjadi akibat perubahan fungsi vascular smooth muscle cells (VSCM) ke osteoblast-like cells. Peningkatan kadar fosfat telah terbukti mempengaruhi VSCM menyebabkan terjadinya adaptasi dan kerusakan selular yang akhirnya mendorong terjadinya kalsifikasi. Pemeriksaan carotid intima media thickness (CIMT) dapat digunakan sebagai penanda tahap dini kejadian kalsifikasi vaskular pada pembuluh darah di tempat yang lain. Tujuan : Mengetahui hubungan kadar fosfat dengan CIMT. Metode : Penelitian ini dilakukan dengan rancangan cross sectional. Pengumpulan data penelitian dilakukan di Departemen Radiologi RSUP dr. Kariadi Semarang. Sampel penelitian adalah kadar fosfat pada pasien PGK anak stadium 3-5 dan pemeriksaan CIMT. Kemudian dilakukan uji korelasi Rank-Spearman untuk menganalisis hubungan kadar fosfat dengan carotid intima-media thickness (CIMT). Hasil : Dua puluh delapan pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diikutssertakan dalam penelitian ini. Rerata usia pasien adalah 13,25 ± 3,46 tahun. Distribusi jenis kelamin adalah laki-laki berjumlah 18 orang (64,3 %) dan perempuan berjumlah 10 orang (35,7 %). Rerata kadar fosfat pada penelitian ini adalah 4,85 ± 1,94 mg/dl. Rerata CIMT pada keseluruhan subyek penelitian ini adalah 0,49 ± 0,09 mm. Berdasarkan uji korelasi Rank-Spearman didapatkan nilai p = 0,023 (p < 0,05) dan nilai rho =0,428. Kesimpulan : Terdapat hubungan yang signifikan antara kadar fosfat dengan ketebalan tunika intima-media arteri karotis pada anak PGK Kata Kunci : CIMT, VSCM, fosfat, PGK
Malformasi anorektal (MAR) merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna. Banyak anak-anak dengan malformasi ini memiliki anomali lain diantaranya malformasi sacrum yang berhubungan dengan prognosis fungsional pada pasien paska operasi. Penelitian ini dilakukan pada pasien MAR yang telah dilakukan pemeriksaan lopografi distal post colostomi dan dinilai index sacral rationya berdasarkan letak MAR apakah berada dalam range normal atau dibawah nilai normal. Pada penelitian terdahulu didapatkan adanya korelasi antara nilai sacral ratio dengan letak MAR. Prognosis dalam fungsi kontinensia juga cenderung lebih buruk pada pasien dengan nilai sacral ratio rendah. Penulis tidak menemukan data tentang nilai sacral ratio dengan hubungannya terhadap letak MAR sehingga mengangkat kasus malformasi anorektal agar penegakan diagnosa dan pemilihan manajemen terapi dapat sedini mungkin sehingga komplikasi post operasi dapat diminimalisir. Penelitian ini dengan jumlah sampel 32 sampel dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok dengan rentang usia dibawah 1 tahun dan kelompok dengan rentang usia di atas sama dengan 1 tahun pada saat dilakukan pengukuran sacral ratio. Pasien MAR yang telah dilakukan tindakan operasi pada daerah anus dan pasien MAR dengan riwayat patah tulang maupun deformitas pada daerah pelvis serta sacrum akan di eksklusi. Pada penelitian ini didapatkan adanya korelasi antara letak MAR dengan nilai sacral ratio, dimana semakin tinggi letak MAR maka semakin rendah nilai sacral rationya. Anak dengan malformasi anorektal cenderung memiliki penilaian sacral rasio yang rendah pada defek letak tinggi serta penilaian sacral ratio yang rendah tampak berkorelasi dengan prognosis fungsional yang buruk. Kata kunci : malformasi anorectal; sacral ratio, lopografi distal
Latar belakang : Critical limb ischemia (CLI) adalah sindrom klinis dari nyeri iskemik saat istirahat dan atau adanya kehilangan jaringan seperti ulkus yang tidak sembuh atau gangren yang terkait dengan peripheral artery disease (PAD) dari ekstremitas bawah. Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Di dalam darah, glukosa bereaksi dengan hemoglobin membentuk hemoglobin A1c (HbA1c), semakin banyak glukosa di dalam darah, semakin banyak HbA1c yang terbentuk di dalam darah. Peningkatan kadar HbA1c merupakan indikator positif adanya kadar glukosa darah yang tidak terkontrol (tidak terkendali). Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) merupakan faktor risiko bagi terjadinya aterosklerosis. Arteriografi masih digunakan sebagai gold standard untuk evaluasi penyakit arteri perifer, termasuk pada arteri infrapopliteal. Tujuan : Mengetahui korelasi antara kadar HbA1c dengan derajat stenosis arteri infrapopliteal pada pasien dengan Critical Limb Ischemia. Metode : Penelitian belah lintang (cross-sectional) menggunakan data sekunder rekam medis terhadap pasien Critical Limb Ischemia yang telah dilakukan pemeriksaan kadar HbA1c dan arteriografi. Dilakukan pencatatan kadar HbA1c serta derajat stenosis pada arteri peroneal, tibialis anterior dan tibialis posterior, kemudian dilakukan uji korelasi spearman. Hasil : Uji korelasi spearman kadar HbA1c terhadap derajat stenosis arteri infrapopliteal pada pasien CLI menunjukkan nilai uji signifikasi (p=0.097). Kesimpulan : Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara kadar HbA1c terhadap derajat stenosis arteri infrapopliteal pada pasien dengan Critical Limb Ischemia. Kata kunci : Critical Limb Ischemia, Arteriografi, Stenosis arteri infrapopliteal, kadar HbA1c
Insidensi sarcopenia cukup tinggi pada orang lanjut usia, dengan beberapa dampak negatif yang mempengaruhi kualitas hidupnya. Patogenesis sarcopenia sendiri sangat kompleks dan melibatkan beberapa faktor dalam perkembangannya. Kekurangan kadar serum fosfor dalam darah dapat menyebabkan terjadinya sarcopenia, tetapi kejadian sarcopenia bisa disebabkan faktor lainnya, seperti faktor hormonal, indeks massa tubuh yang tidak normal, dan gaya hidup. Penelitian cross-sectional ini dilakukan dengan mengumpulkan data dari beberapa Posyandu Lansia di Semarang yang dimulai sejak Oktober 2018 hingga Juli 2019. Terdapat 28 responden wanita yang berusia lebih dari 60 tahun yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Responden yang mengkonsumsi suplemen fosfor secara rutin dieksklusikan dari penelitian ini. Seluruh responden secara sukarela mengikuti penelitian ini dan telah menandatangani informed consent. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar serum fosfor darah dengan kejadian sarcopenia. Status sarkopenia diperoleh dari pemeriksaan sceletal muscle index (SMI) yang diperoleh dari pemeriksaan Dual energy X-ray absorptiometry (DXA), handgrip strength, dan gait speed test. Kadar serum fosfor diperoleh dari uji laboratorium darah. Penelitian ini semakin membuktikan bahwa DXA terbukti sebagai pemeriksaan yang cukup bisa diandalkan untuk mengevaluasi massa otot. Hasil penelitian ini, diperoleh responden dengan sarcopenia tidak ada responden dari kelompok sarcopenia maupun non sarcopenia memiliki kadar serum fosfor dibawah 2,5 mg/dl. sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi antara kadar serum fosfor dalam darah dengan kejadian sarcopenia. Kata Kunci : Sarcopenia; kadar serum fosfor; massa otot, DXA
Latar belakang : Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 minggu sampai dengan kurang dari 37 minggu, dihitung dari hari pertama haid terakhir. Dalam rangka untuk mengatasi masalah prematuritas, penting untuk mengidentifikasi faktor risiko dari kelahiran prematur seperti riwayat reproduksi, faktor serviks/uterus, faktor janin/intrauterin, infeksi dan faktor demografi sebelum maupun selama kehamilan. Tujuan : Menganalisis hubungan panjang serviks, bacterial vaginosis, infeksi saluran kemih, dan ketuban pecah dini dengan kejadian Partus Prematurus Iminens. Metode : Penelitian cross-sectional pada 56 subjek wanita hamil dengan partus prematurus imminens usia kehamilan 28-34 minggu dibandingkan dengan 56 subjek tanpa partus prematurus imminen yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Seluruh subjek dilakukan penilaian risiko klinis meliputi panjang serviks dengan pemeriksaan sonografi, bacterial vaginosis, infeksi saluran kemih dan kejadian ketuban pecah dini pada masing-masing kelompok. Analisis menggunakan uji x2 dengan nilai signifikan jika p
Latar belakang : Sindroma Ovarium Polikistik (SOPK) merupakan kondisi klinis dan metabolik yang sering dijumpai pada perempuan usia reproduksi. Resistensi insulin dan obesitas sentral merupakan gambaran klinis yang penting pada SOPK terutama SOPK dengan sindroma metabolik yang dapat diketahui dengan pemeriksaan profil metabolik dan pengukuran antropometri. Tujuan : Mengetahui hubungan profil antropometri (Indeks Massa Tubuh, Lingkar lengan Atas, Lingkar Panggul) dengan profil metabolik (Glukosa Darah, Trigliserida, LDL, HDL) pada perempuan SOPK resistensi insulin di Poliklinik Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi (FER) RSUP Dr. Kariadi Semarang. Metode : Penelitian ini menggunakan metode cross sectional selama 7 bulan dengan jumlah sample sebanyak 45 orang yang bertempat di Poliklinik Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi (FER) RSUP Dr. Kariadi Semarang. Sampel yang diambil dengan menggunakan consequtive sampling dan Analisis data meliputi statistik deskriptif dan statistik analitik. Hasil : Penelitian menunjukkan nilai korelasi lingkar pinggang terhadap kolesterol HDL (p = 0.306), kadar kolesterol LDL (p = 0.335) kadar trigliserida (p = 0.446) dan glukosa darah puasa (p = 0.407). Nilai korelasi Indeks Massa Tubuh terhadap kolesterol HDL (p = 0.457), kadar kolesterol LDL (p = 0.487) kadar trigliserida (p = 0.588) dan glukosa darah puasa (p = 0.287). Nilai korelasi lingkar pinggang terhadap kolesterol HDL (p = 0.328), kadar kolesterol LDL (p = 0.549) kadar trigliserida (p = 0.148) dan glukosa darah puasa (p = 0.283). Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan profil antropometri yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT), Lingkar lengan Atas (LiLA), dan Lingkar Pinggang (LP) dengan profil metabolic yaitu Glukosa Darah Puasa (GDP), Trigliserida (TG), Kolesterol LDL, dan Kolesterol HDL pada perempuan SOPK resistensi insulin di Poliklinik Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi (FER) RSUP Dr. Kariadi Semarang Kata Kunci: SOPK, Resistensi Insulin, IMT, LiLA, LP, Glukosa Darah, Trigliserida, LDL, HDL