Latar belakang: Penggunaan tanaman obat pada kanker payudara banyak dilakukan oleh penderita. Penelitian ini ingin membuktikan pengaruh ekstrak kencur (Kaemferia Galanga L) yaitu etil p- metiksisinamat yang memiliki efek anti inflamasi. Inflamasi merupakan salah satu penyebab kanker karena dapat meningkatkan perkembangan sel – sel abnormal yang akhirnya meningkatkan sel kanker. Metoda: pre and post test design pada 24 mencit C3H yang dibagi menjadi 4 kelompok: kelompok 1(K,Kontrol), kelompok 2(PI,ekstrak kencur 100mg/kgBB/hari), kelompok 3(PII, 150mg/kgBB/hari), kelompok 4(PIII, 200mg/kgBB/hari). Setelah inokulasi tumor, diberikan perlakuan selama 3 minggu, kemudian diukur indeks ekspresi p53 dilakukan uji Anova untuk masing-masing kelompok. Hasil: Hasil jumlah rata-rata (mean) ekspresi P53 yang didapatkan pada kelompok 1 (K) adalah (353 ± 89,961), kelompok 2 (D1) hasil jumlah rata-rata (mean) ekspresi -53 (667,4 ± 86,518), kelompok 3 (D2) hasil jumlah rata-rata (mean) ekspresi P-53 (1112,2 ± 170,62) dan kelompok 4 (D3) hasil jumlah rata-rata (mean) adalah (1652,4 ± 407,288). Simpulan: Ekspresi gen p53 lebih tinggi secara bermakna pada kelompok mencit C3H adenokarsinoma mamma yang diberi ekstrak kencur dengan dosis bertingkat (pemberian dosis 1, 2 dan 3) dibanding kelompok yang tidak diberi ekstrak kencur. Pemberian ekstrak kencur dengan dosis 200 mg/hari merupakan dosis paling efektif. Kata kunci: Kencur (Kaemferia Galanga L), Ekspresi gen p53, Adenocarcinoma mammae
Latar belakang: Seroma merupakan komplikasi terbanyak pada pasien setelah operasi keganasan payudara. Untuk mempelajari efek optimum berapa lama pemasangan drain pasif terhadap terbentuknya seroma pasca operasi modified radical mastectomy di RSUP Dr Kariadi Semarang, Indonesia. Pasien dan metode: Penelitian ini berupa sebuah percobaan klinis acak, Dengan sampel 32 pasien, masing-masing 16 pasien dengan drain lepas cepat (4 hari) dan 16 pasien dengan drain lepas Iambat (8 hari). Kemudian di catat jumlah seroma terakhir sewaktu dibuka, di follow up selama 2 minggu setelah operasi untuk melihat komplikasi seroma nya. Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal jumlah seroma terakhir rata-rata sewaktu drain dibuka antara drain lepas cepat dan drain lepas lambat ( t=4,973, P=O,OO). Tidak terdapat hubungan dalam efektifitas lama pemakaian drain pasif terbadap pembentukan seroma pasca Modified radical mastectomy (x~,356, P=O,551). Kesimpulan: Pelepasan drain pasif pasca MRM sebaiknya jika jumlah seroma
Latar Belakang Mortalitas pasien peritonitis generalisata akibat perforasi gaster masih tinggi, Acute Physiological and Chronic Health Evaluation score II (APACHE II), Mannheim Peritonitis Index (MPI) dan quick Sepsis – related Organ Failure Assessment (qSOFA) merupakan beberapa cara untuk mengevaluasi angka mortalitas pasien peritonitis generalisata.. Tujuan Membandingkan sensitivitas dan spesifisitas sistem skoring APACHE II, MPI dan qSOFA dalam menentukan angka mortalitas pada pasien peritonitis akibat perforasi gaster. Metode Penelitian retrospektif kohort menggunakan 45 catatan medik pasien peritonitis generalisata akibat perforasi gaster dari bulan Maret 2016 hingga Maret 2017 di RSUD dr. Soetrasno, Rembang. Sistem skor APACHE II, MPI dan qSOFA diterapkan pada semua pasien. Hasil Dari 45 pasien, 36 pasien (80 %) hidup dan 9 pasien (20 %) meninggal. Sistem skoring APACHE II memiliki sensitivitas 100%, spesifisitas 100%, AUC 100% dan cut off 11 dengan skor APACHE II 20. Sistem skoring qSOFA memiliki sensitivitas 44,4%, spesifisitas 100%, AUC 75,3% dan cut off 3 dengan skor qSOFA 1,5. Kesimpulan Sistem skoring APACHE II pada skor 20 dan qSOFA pada skor 1,5 dapat menentukan mortalitas pasien peritonitis generalisata akibat perforasi gaster. APACHE II memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas tertinggi. Kata Kunci APACHE II, MPI, qSOFA, perforasi gaster.
Latar Belakang : Terapi utama pada kasus SOM adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan secara kraniotomi dan reseksi tumor yang diharapkan terjadi perbaikan baik secara fungsional maupun kosmetik. Tindakan kraniotomi SOM di RSDK memiliki jumlah kasus yang banyak. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan kosmetik pada pasien yang menjalani operasi kraniotomi SOM di RSDK pada tahun 2015. Metode : Penelitian dilakukan secara cross sectional dengan pendekatan deskriptif observasional. Data diambail secara primer melalui wawancara dan sekunder berdasarkan rekam medis pada pasien SOM yang menjalani kraniotomi frontotemporal yang mencapai derajat reseksi gross total atau near total. Tingkat kepuasan kosmetik diukur dengan menggunakan skor Gaillard. Hasil : Sebagian besar pasien (52,63%) menyatakan puas, 31,58% pasien menyatakan cukup puas, dan hanya 15,79% pasien menyatakan tidak puas. Proptosis merupakan keluhan terbanyak (73,68%) ketidak puasan pasien. Kesimpulan : Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pasien kraniotomi SOM di RSDK pada tahun 2015 puas secara kosmetik. Kata Kunci: kepuasan kosmetik, Spheno Orbita Meningioma, Kraniotomi
Pendahuluan : Volume prostat dan usia merupakan dua hal yang saling berhubungan terhadap penegakan diagnosis, perencanaan terapi pada BPH. Penelitian ini bertujuan membuktikan adanya hubungan antara volume prostat dengan usia pasien BPH saat diagnosis awal ditegakkan. Metode : Penelitian retrospektif ini mengikutsertakan 80 pasien dengan BPH yang diambil dari rekam medis sejak Januari 2012 sampai Desember 2014, yang dilakukan pemeriksaan TRUS. Hasil : Didapatkan hubungan signifikan antara volume prostat dengan usia, hasil uji korelasi spearman’s rho didapatkan nilai p = 0,000 dan r = 0,798. Kesimpulan : Terdapat hubungan yang signifikan antara volume prostat dengan usia pada pasien dengan BPH. Kata Kunci : volume prostat, usia, BPH
Latar belakang: Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian maupun kecacatan. Pada pasien cedera kepala berat terjadi peningkatan kadar glukosa darah sewaktu. Peningkatan kadar glukosa darah sewaktu ini sebagai faktor prediksi yang buruk terhadap prognosis pasien cedera kepala berat. Tujuan: Mengetahui hubungan kadar glukosa darah sewaktu dengan prognosis pada pasien cedera kepala berat di RSUP Dr Kariadi Semarang periode Januari-Desember 2014. Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan September 2015. Jumlah sampel adalah 48 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data penelitian bersumber dari data sekunder yaitu data rekam medis RSUP Dr Kariadi Semarang. Sampel penelitian didapat dengan total sampling yaitu pasien cedera kepala berat periode Januari- Desember 2014 yang telah diperiksa kadar glukosa darah sewaktu dan tidak menjalani operasi. Analisis statistik yang digunakan adalah uji bivariat chi square. Hasil: Hasil uji chi square yaitu terdapat hubungan signifikan kadar glukosa darah sewaktu dengan prognosis pada pasien cedera kepala berat dengan nilai p = 0,000 dan ratio prevalence = 13 Kesimpulan: Terdapat hubungan kadar glukosa darah sewaktu dengan prognosis pada pasien cedera kepala berat di RSUP Dr Kariadi Semarang periode Januari-Desember 2014. Kata kunci: Kadar Glukosa Darah Sewaktu, Prognosis Pasien Cedera Kepala Berat
Latar belakang: Penggunaan tanaman obat pada kanker payudara banyak dilakukan oleh penderita. Penelitian ini ingin membuktikan pengaruh ekstrak kencur (Kaemferia Galanga L) yaitu etil p- metiksisinamat yang memiliki efek anti inflamasi. Inflamasi merupakan salah satu penyebab kanker karena dapat meningkatkan perkembangan sel – sel abnormal yang akhirnya meningkatkan sel kanker. Metoda: pre and post test design pada 24 mencit C3H yang dibagi menjadi 4 kelompok: kelompok 1(K,Kontrol), kelompok 2(PI,ekstrak kencur 100mg/kgBB/hari), kelompok 3(PII, 150mg/kgBB/hari), kelompok 4(PIII, 200mg/kgBB/hari). Setelah inokulasi tumor, diberikan perlakuan selama 3 minggu, kemudian diukur ekspresi interleukin-8, dilakukan uji Anova untuk masing-masing kelompok. Hasil: Hasil jumlah rata-rata (mean) ekspresi IL-8 yang didapatkan pada kelompok 1 (K) adalah (24,15 ± 0,50), kelompok 2 (D1) hasil jumlah rata-rata (mean) ekspresi IL-8 (18,9 ± 1,997), kelompok 3 (D2) hasil jumlah rata-rata (mean) ekspresi IL-8 (13,3 ± 1,052) dan kelompok 4 (D3) hasil jumlah rata-rata (mean) ekspresi IL-8 adalah (10,2 ± 1,058). Simpulan: Ekspresi IL-8 lebih tinggi secara bermakna pada kelompok mencit C3H adenokarsinoma mamma yang diberi ekstrak kencur dengan dosis bertingkat (pemberian dosis 1, 2 dan 3) dibanding kelompok yang tidak diberi ekstrak kencur. Pemberian ekstrak kencur dengan dosis 200 mg/hari merupakan dosis paling efektif. Kata kunci: Kencur (Kaemferia Galanga L), Ekspresi IL-8, Adenocarcinoma mammae
Latar belakang: Penggunaan tanaman obat pada kanker payudara banyak dilakukan oleh penderita. Penelitian ini ingin membuktikan pengaruh ekstrak kencur (Kaemferia Galanga L) yaitu etil p- metiksisinamat yang memiliki efek anti inflamasi. Inflamasi merupakan salah satu penyebab kanker karena dapat meningkatkan perkembangan sel – sel abnormal yang akhirnya meningkatkan sel kanker. Metoda: pre and post test design pada 24 mencit C3H yang dibagi menjadi 4 kelompok: kelompok 1(K,Kontrol), kelompok 2(PI,ekstrak kencur 100mg/kgBB/hari), kelompok 3(PII, 150mg/kgBB/hari), kelompok 4(PIII, 200mg/kgBB/hari). Setelah inokulasi tumor, diberikan perlakuan selama 3 minggu, kemudian diukur indeks apoptosis, dilakukan uji Anova untuk masing-masing kelompok. Hasil: Hasil jumlah rata-rata (mean) indeks apoptosis yang didapatkan pada kelompok 1 (K) adalah (0,37 ± 0,151), kelompok 2 (D1) hasil jumlah rata-rata (mean) indeks apoptosis (0,60 ± 0,179), kelompok 3 (D2) hasil jumlah rata-rata (mean) indeks apoptosis (0,97 ± 0,151) dan kelompok 4 (D3) hasil jumlah rata-rata (mean) indeks apoptosis adalah (1,27 ± 0,207). Simpulan: Indeks apoptosis lebih tinggi secara bermakna pada kelompok mencit C3H adenokarsinoma mamma yang diberi ekstrak kencur dengan dosis bertingkat (pemberian dosis 1, 2 dan 3) dibanding kelompok yang tidak diberi ekstrak kencur. Pemberian ekstrak kencur dengan dosis 200 mg/hari merupakan dosis paling efektif. Kata kunci: Kencur (Kaemferia Galanga L), indeks apoptosi, adenocarcinoma mammae
Latar Belakang Prevalensi BPH diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup. Sebagai tindakan bedah yang sering dilakukan, perlu dibandingkan outcome pada pasien yang menjalani Transvesical prostatectomy (TVP) dan TURP. Perbandingan ini dapat dijadikan bahan pertimbangan pemilihan terapi dan persiapan tindakan antisipasinya. Tujuan Membandingkan outcome pada pasien yang menjalani TVP dan TURP dalam penurunan kadar hemoglobin, jumlah perdarahan kaitannya dengan kebutuhan transfusi, dan lama rawat/Length of Stay (LOS). Metode Penelitian ini merupakan penelitian observasional berdasarkan catatan medik dan laporan operasi 65 pasien BPH pada tahun 2013-2014 di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Data pasien didapatkan setelah melalui kriteria inklusi dan ekslusi.. Penurunan kadar hemoglobin, jumlah perdarahan, dan lama rawat/Length of Stay (LOS) dibandingkan antara kelompok pasien yang menjalani TVP dan TURP. Hasil Dari 65 pasien BPH, 50 pasien menjalani TURP dan 15 sisanya menjalani TVP. Transfusi post operatif dilakukan hanya pada pasien yang menjalani open prostatectomy dengan teknik TVP (40%). Penurunan kadar hemoglobin lebih besar pada operasi TVP dibandingkan TURP (p = 0,017). LOS pada TVP lebih panjang dibandingkan TURP (p = 0,004). Volume prostat berkorelasi searah dengan jumlah perdarahan pasca TVP (p = 0,003 ; r = 0,854). Kesimpulan Meskipun memiliki outcome yang tidak sebaik TURP, open prostatectomy dengan TVP efektif dilakukan pada pasien BPH dengan volume prostat lebih dari 80 cc, sedangkan TURP efektif dilakukan pada pasien BPH dengan volume prostat 30-70 cc. Kata Kunci BPH, Transvesical prostatectomy (TVP), TURP, Hb, Length of Stay (LOS).
Latar belakang :Penyebab terbanyak adhesi peritoneal adalah tindakan laparotomI dibandingkan tindakan laparoskopi karena trauma dan luka yang ditimbulkan lebih luas. Trauma operasi pada peritoneum selain menstimulasi system immune stress yang ditandai dengan migrasinya dan berkumpulnya beberapa mediator respon immune ( seperti : : IL-1, IL-6, TNF-α) yang merangsang aktivitas koagulasi eksternal untuk menghasilkan matrik fibrin, yang merangsang munculnya TGF- β yang pada akhirnya akan terjadi proses adhesi. Material danMetode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pendekatan randomized post test design menggunakan binatang percobaan kelinci jenis New Zealand yang dibagi menjadi 2, yaitu kelompok K1 sebagai kelompok perlakuan yaitu kelompok kelinci yang dilakukan laparotomi dan abrasi ileum dan kelompok K2 sebagai kelompok perlakuan yaitu kelompok kelinci yang dilakukan laparoskopi dan abrasi ileum. Enam hari setelah operasi semua kelompok diterminasi dan dilakukan laparotomi, kemudian dinilai derajat adhesi intra peritoneum ,kadar IL-1 dan kadar TGF- β dari cairan peritoniumnya. Perbedaa nkadar IL-1, TGF- β , dan derajat adhesi antara operasi laparotomi dan laparoskopi dinilai menggunakan tes statistic. Tes korelasi Pearson dipakai untuk menganalisa hubungan antara kadar IL-1 dengan kadar TGF- β cairan peritoneum. Hubungan antara kadar TGF- β dengan derajat adhesi dianalisa dengan tes korelasi Spearman. Hasil :Terdapat perbedaan yang signifikan pada kadar IL-1, kadar TGF- β dan derajat adhesi antara dua kelompok tersebut (p < 0,001, p < 0.001, p < 0.002 ). Terdapat korelasi positif kuat antara kadar IL-1 dengan kadarTGF-β (p < 0,005, r = 0,903) ), dan terdapat korelasi positif yang signifikan antara kadarTGF-β dengan derajat adhesi (p < 0,001, r = 0,941). KESIMPULAN :Dibandingkan laparotomi, operasi bedah laparoskopi dapat lebih meminimalkan peningkatan kadar IL-1 , kadarTGF-β dan menurunkan terjadinya adhesi. Kata kunci :Derajat adhesi,IL-1 , TGF-β, laparotomi , laparoskopi