Latar belakang : Angka kejadian dan kematian infeksi HIV/AIDS masih tinggi dan menjadi permasalahan kesehatan global. Indonesia menduduki peringkat ketiga di Asia Pasifik dalam peningkatan infeksi HIV. Penenlitian faktor risiko mortalitas pasien HIV/AIDS di RSUP dr. Kariadi belum pernah dilakukan. Metode : Penenltian case control, data dari catatan medik pasien rawat inap dan rawat jalan di RSUP Dr. Kariadi periode Januari 2015 sampai Desember 2017. Hasil : Subjek penelitian 210 pasien HIV/AIDS, 105 (56,75%) meninggal dan 105 (9,65%) hidup. Faktor risiko mortalitas yang bermakna : jenis kelamin laki-laki (p=0,30); usia > 45 tahun (p=0,035); ketidakpatuhan berobat (p=0,000); stadium klinis WHO III dan IV (p=0,000); koinfeksi tuberkulosis paru (p=0,000); jumlah CD4 < 200 sel/mm3 (p=0,000); eGFR < 60 mL/menit/1,72m2 (p=0,001) dan kadar Hb< 10 g/dL (p=0,008). Faktor risiko mortalitas yang tidak bermakna : tingkat pendidikan (p=0,650); koinfeksi Hepatitis B (p=0,153) dan koinfeksi Hepatitis C (p=0,506). Faktor risiko mortalitas yang paling berperan : ketidakpatuhan berobat (p=0,003) dan jumlah CD4 < 200 sel/mm3 (p=0,014). Kesimpulan : Faktor risiko mortalitas pasien HIV/AIDS : Jenis kelamin laki-laki; usia > 45 tahun; ketidakpatuhan berobat; stadium klinis WHO III dan IV; koinfeksi tuberkulosis paru, jumlah CD4 < 200 sel/mm3; eGFR < 60 mL/menit/1,72 m2 dan kadar Hb < 10 g/dL. Faktor risiko mortalitas yang paling berperan : ketidakpatuhan berobat dan jumlah CD4 < 200 sel/mm3. Kata kunci : faktor risiko mortalitas, HIV/AIDS, RSUP Dr. Kariadi
Pendahuluan : Peranan asam urat pada patofisiologi aterosklerosis masih bersifat kontraversial dan belum sepenuhnya dikethaui. Beberapa studi melaporkan adanya peningkatan risiko kejadian kardiovaskuler pada pasien hiperurisemia asimtomatik. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui adanya proses awal aterosklerosis pada pasien hiperurisemia asimtomatik, yang ditandai dengan peningkatan kadar hs CRP dan ketebalan tunika intima media (KIM) arteri karotis. Tujuan : Membuktikan adanya korelasi antara kadar hsCRP dengan ketebalan tunika intima media arteri karotis pasien hiperurisemia asimtomatik. Material dan Metode : Penelitian ini merupakan penenlitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, dilakukan di poliklinik Rematologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang. Pasien hiperurisemia asimtomatik dilakukan pemeriksaan gula darah puasa, trigliserida, LDL, kolesterol dan hsCRP, sedangkan pengukuran KIM karotis menggunakan Usg Doppler. Analisis statistik menggunakan uji normalitas Sahpiro-Wilk dilanjutkan dengan uji korelasi non parametrik Spearman dan uji beda Mann Whitney. Hasil Penelitian : Penelitian diikuti oleh 20 responden meliputi 75% pria dan 25% wanita dengan usia rerata 37,4 + 8,61 (rentang 26-56 tahun), rerata asam urat 7,8 + 1,37 (rentang 6,1 – 11,7 mg/dl), rerata kadar hsCRP 4,29 + 6,14 (rentang 6,1 – 11,7 mg/L), rerata KIM total 0,08 + 0,07 (rentang 0,04-0,38 cm), ditemukan adanya plak aterosklerosis pada dua responden penelitian (1 responden muda usia 27 tahun tanpa komorbid lainnya dan 1 responden usia 56 tahun dengan riwayat hipertensi). Dari analisis statistik uji korelasi Spearman didapatkan hasil berupa tidak terdapat korelasi antara kadar hsCRP serum dengan rerata KIM total, KIM kanan, maupun KIM kiri. Pada korelasi antara variabel perancu dan KIM didapatkan adanya korelasi yang bermakna antara kadar LDL serum dengan KIM kanan (r=0,474, p=0,03), dan dengan rerata KIM total (r=0,542, p=0,013). Dari uji beda Mann Whitney didapatkan korelasi yang bermakna antara plak aterosklerosis dengan KIM kanan (p=0,023) dan rerata KIM total (p=0,044). Kesimpulan : Rerata kadar hsCRP pada pasien hiperurisemia asimtomatik adalah 4,29 + 6,14 mg/L. Rerata ketebalan tunika intima media total pada pasien hiperurisemia asimtomatik adalah 0,08 + 0,07 cm. Tidak terdapat korelasi antara kadar hsCRP dengan ketebalan tunika intima media arteri karotis pada pasien hiperurisemia asimtomatik, baik pada rerata KIM total, KIM kanan maupun KIM kiri. Kadar kolesterol LDL memiliki korelasi yang bermakna dengan ketebalan tunika intima media arteri karotis pada pasien hiperurisemia asimtomatik. Ada perbedaan ketebalan tunika intima media arteri karotis kanan antara pasien yang terdapat plak aterosklerosis positif dengan pasien yang tidak terdapat plak aterosklerosis.
Latar belakang : Prevalensi diabetes melitus saat ini semakin tinggi. Obesitas merupakan salah satu faktor utama yang berperan terhadap terjadinya DM tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler. DM dan sindroma metabolik menjadi faktor risiko rendahnya kadar testosteron dan hipogonadisme. Metode : Penelitian belah lintang dilakukan melibatkan pengukuran IMT (kg/m2), lingkar pinggang (cm) dan kadar testosteron total serum (ng/ml). Data onset DM dan usia didapatkan melalui wawancara dan data rekam medik. Hasil : Subjek penenlitian 39 responden DM dengan obesitas, didaptkan hasil 35 responden (89,7%) kadar testosteron total rendah (
Latar belakang : Yodium dalam air dan garam beryodium adalah sumber pememnuhan kebutuhan yodium tubuh. Penenlitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar iodium air yang dikonsumsi rumah tangga dengan kejadian gondok pada wanita usia subur di Desa Sengi Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang pasca erupsi Merapi 2010. Metode : Penenlitian observasional cross sectional ini dilakukan pada 140 wanita usia subur dari 8 dusun di Desa Sengi Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang dipilih secara proportional random sampling sebagai sampel. Kadar yodium air tanah diperiksa dengan menggunakan spektrofotometer dilaboratorium GAKY Undip Semarang, kadar iodium garam diukur dengan iodometri. EYU diukur dengan metode Ammonium Persulphate Digestion Microplate (APDM). Asupan yodium diukur menggunakan metode wawancara konsumsi bahan makanan menggunakan FFQ lalu dikonversi kandungan yodiumnya dengan menggunakan NutriSurvey 2007 ditambah jumlah yodium dalam garam yang dikonsumsi dubjek penelitian dalam 1 hari. Kejadian gondok diukur dengan menggunakan USG tiroid dilakukan oleh seorang dokter ahli radiologi dan dengan melakukan palpasi yang dilakukan oleh dokter ahli ilmu penyakit dalam. Analisis data dilakukan dengan bantuan komputer dan alat perangkat analisis statistik. Analisis untuk mengetahui kenormalan data di uji dengan Shapiro-Wilk dan dilanjutkan dengan uji korelasi Spearman. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan angka TGR dengan USG tiroid sebesar 4%. Kadar yodium air tanah rata-rata 2,03 ugr/l. Sebagian besar rumah tangga menggunakan kadar yodium dalam garam yang rendah
Latar belakang: Saat ini efavirenz direkomendasikan sebagai NNRTI lini pertama. Efavirenz seringkali menyebabkan gejala neuropsikiatri, meskipun tidak pada semua pasien. Adanya efek samping ini akan menurunkan kepatuhan minum obat pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien HIV/AIDS yang mengalami gejala neuropsikiatri akibat terapi efavirenz dan faktor-faktor yang berhubungan dengan hal tersebut. Metode: Penelitian cross sectional dilakukan menggunakan kuesioner, wawancara terstruktur dan rekam medik pasien HIV/AIDS yang mendapatkan efavirenz. Sampel dikelompokkan dua: dengan dan tanpa gejala neuropsikiatri, kemudian dinilai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gejala neuropsikiatri dan dianalisis menggunakan uji chi square. Hasil: Sampel penelitian berjumlah 141, laki-laki 97 (68,8%) dan perempuan 44 (31,2%). Dari 141 sampel, 67 (47,5%) mengalami gejala neuropsikiatri, terdiri atas dizziness 64 (95,52%), mimpi buruk 12 (17,91%), insomnia 8 (11,94%), halusinasi 3 (4,5%), dan mudah lupa 1 (1,5%). Hanya variabel umur < 30 tahun yang berhubungan bermakna dengan kejadian gejala neuropsikiatri, p = 0,043 (OR 2,189; 95% CI 1,083 – 4,424), variabel lain seperti jenis kelamin, IMT, jumlah CD4 awal, koinfeksi TB Paru, Hepatitis B dan Hepatitis C tidak berhubungan bermakna. Kesimpulan: Karakteristik pasien HIV/AIDS di RSUP Dr. Kariadi kurang lebih sama dengan beberapa penelitian sebelumnya. Usia muda merupakan faktor yang berhubungan bermakna dengan kejadian gejala neuropsikiatri pada pasien HIV/AIDS yang mendapatkan terapi efavirenz. Perlu dilakukan penilaian kondisi psikologis pasien terutama yang berusia muda sebelum diberikan terapi efavirenz. Kata Kunci: Efavirenz, gejala neuropsikiatri, HIV/AIDS