Latar belakang : Kelemahan jaringan penyokong dasar panggul dapat menimbulkan berbagai permasalahan bagi perempuan. Latihan otot dasar panggul dianjurkan untuk memperbaiki kekuatan otot dasar panggul. Kontraksi pada otot dinding abdomen yang memiliki suatu mekanisme efektif untuk memperbaiki kekuatan otot dasar panggul. Metode : Desain cross sectional dilakukan pada perempuan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Evaluasi kontraksi otot dasar panggul dengan perineometer dilakukan saat ada kontraksi dan tanpa kontraksi. Perbedaan kekuatan otot dasar panggul dianalisis dengan uji Anova jika didapatkan nilai sebaran data normal dan digunakan uji Kruskal-Wallis jika didapatkan nilai sebaran data tidak normal. Jika didapatkan perbedaan bermakna pada ketiga kelompok, maka akan dilanjutkan dengan uji post hoc. Tujuan : Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kekuatan otot dasar panggul pada perempuan yang melakukan senam aerobik, tari perut dan tanpa latihan. Hasil : Tanpa kontraksi - Rata-rata kekuatan otot dasar panggul tanpa kontraksi kelompok senam aerobik, tari perut dan tanpa latihan secara berturut-turut adalah 31,36 + 5,34; 30,31 + 4,896; dan 26,07 + 3,495. Post hoc test menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok senam aerobik dan tari perut dengan nilai P pada kelompok senam aerobik dan tari perut adalah 0,543. Didapatkan erbedaan bermakna pada kelompok tanpa latihan senam aerobik dan tanpa senam perut dengan nilai P 0,003 dan 0.017. Dengan kontraksi - Rata-rata kekuatan otot dasar panggul saat kontraksi pada kelompok senam aerobik, tari perut dan tanpa latihan secara berturut-turut adalah 79,41 + 16,11; 75,41 + 16,776 dan 41,03 + 7,222. Post hoc test menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok senam aerobik dan tari perut dengan nilai P 0,450. Didapatkan perbedaan bermakna pada kelompok tanpa latihan-senam aerobik dan tanpa latihan - senam perut dengan nilai P 0,000. Simpulan : Rerata kekuatan otot dasar panggul pada perempuan yang melakukan senam aerobik dan tari perut lebih baik daripada perempuan yang tidak melakukan latihan. Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan pada rerata kekuatan otot dasar panggul pada perempuan yang melakukan senam aerobik dan tari perut. Kata kunci : kekuatan otot dasar perut, senam aerobik, tari perut
Latar belakang : Dalam 20 tahun terakhir, MNM telah mendapat perhatian serius dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), khususnya di bidang pelayanan kesehatan maternal dan perinatal, baik di negara maju maupun di negara berpendapatan rendah dan menengah sebagai suatu indikator kualitas pelayanan obstetri, selain angka kematian ibu. Hal ini karena kasus MNM lebih sering terjadi daripada kematian ibu serta dapat menghasilkan informasi lebih banyak, dimana subjek dapat menjadi sumber data. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain belah lintang (cross sectional study), data dari rekam medik wanita perempuan hamil, bersalin, abortus dan nifas yang datang ke RSUP Dr. Kariadi pada periode 1 Januari - 31 Desember 2013. Tujuan : Tujuan umum penelitian adalah mendapatkan informasi tentang angka kejadian, indikator, karakteristik pasien serta faktor-faktor yang menjadi penyebab MNM di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Hasil : Di RSUP Dr. Kariadi Semarang selama periode tahun 2013 didapatkan 52 kasus MNM, dimana kasus MNM tipe A sebanyak 43 kasus (82,7%) dan MNM tipe B sebanyak 9 kasus (17,3%). Jumlah kelahiran hidup 3147, dengan nilai indikator untuk kejadian Maternal near miss (MNM) 52 kasus, maternal near miss incidence ratio (MNMR) 16,5/1000 kelahiran hidup, severe maternal outcome ratio (SMOR) 26,7/1000 kelahiran hidup, maternal near miss mortality ratio (MNM : MD) 1,6 : 1 dan Mortality Index 38%. Simpulan : RSUP Dr. Kariadi Semarang telah cukup berhasil dalam melakukan penanganan terhadap kasus-kasus perdarahan di bidang obstetrik, namun masih kurang dalam penanganan kasus-kasus preeklampsia-eklampsia, sindrom HELLP, infeksi nifas, edema pulmonal dan penyakit jantung. Masih tingginya kejadian kematian maternal di RSUP Dr. Kariadi Semarang disebabkan sebagian besar kasus maternal near miss yang dirujuk sedah dalam kondisi critical stage, sehingga mempengaruhi nilai parameter indikator near miss, terutama Maternal near miss mortality ratio (MNM : MD) dan mortality Index. Kata kunci : maternal near miss (MNM), RSUP Dr. Kariadi
Latar belakang : AKI merupakan indikator bagi kemajuan derajat kesehatan suatu negara, terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak. Provinsi NTT merupakan salah satu provinsi dengan AKI yang tinggi di Indonesia. Untuk menurunkan AKI, pemerintah Provinsi NTT telah menetapkan Revolusi KIA, dengan strategi jangka pendek yang digunakan adalah dengan melaksanakan program sister hospital. Dengan program ini provinsi NTT telah berhasil menurunkan AKI dari 306/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 200/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab kematian ibu pada Rumah Sakit di Provinsi NTT yang ikut serta dalam program Sister Hospital pada tahun 2012-2013. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain potong lintang terhadap kematian ibu pada Rumah Sakit di NTT yang ikut serta dalam program Sister Hospital. Sampel penelitian diambil dari rekam medik kematian ibu di RSUD Atambua, RSUD Soe, RSUD Umbu Rarameha Waingapu, RSUD TC Hiller Maumere, RSUD Ruteng Manggarai yang terjadi pada 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2013. Hasil : Penyebab kematian ibu pada penelitian ini terdiri dari penyebab langsung sebesar 82,9% dan penyebab tidak langsung sebanyak 17,1%. Penyebab langsung kematian ibu terdiri dari preeklampsia / eklampsia, perdarahan, sepsis puerperalis, abortus dan KET. Penyebab tidak langsung kematian ibu terdiri dari sepsis, AIDS, ensefalopati hepatikum, dan kardiomiopati peripartum. CFR untuk kasus EB, eklampsia, perdarahan pasca persalinan, perdarahan antepartum, infeksi, abortus, dan KET bervariasi untuk setiap rumah sakit berturut-turut dalam persentase yaitu 1,02-1,85; 4,76-25; 1,96-7,4; 4,54; 5,26-5,55; 0,85; 10. Penilaian awal tidak lengkap dan kurangnya keahlian, pelatihan dan pendidikan tenaga kesehatan cenderung memiliki risiko terhadap kematian ibu akibat penyebab tenaga kesehatan cenderung memiliki risiko terhadap kematian ibu akibat penyebab langsung (OR=28,782; 95% CI: 1,296-639,384; p=0,034 dan OR=15,532; 95%CI:1,026-235,183;p=0,048). Simpulan : Penyebab kematian ibu pada Rumah Sakit Sister Hospital terdiri dari penyebab langsung dan tidak langsung, dengan CFR yang bervariasi pada setiap rumah sakit. Penilaian awal yang tidak lengkap dan kurangnya keahlian, pelatihan dan pendidikan tenaga kesehatan cenderung berisiko menimbulkan kematian ibu akibat penyebab langsung. Kata kunci : kematian ibu, sister Hospital, CFR
Latar belakang : Preeklampsia dan eklampsia masih merupakan masalah dalam pelayanan obstetri di dunia dan merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin disamping perdarahan dan infeksi. Kematian ibu yang dihitung hanya pada masa nifas kemungkinan akan lebih besar mengingat kejadian dan trombo embolisme meningkat pada riwayat preeklampsia dibandingkan normotensi. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain belah lintang (cross sectional study), data dari wanita pasca melahirkan 2 s/d 6 minggu di RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan riwayat preeklampsia berat dan normotensi kemudian dilakukan pemeriksaan kadar hsCRP. Tujuan : Tujuan umum penelitian adalah mengetahui perbedaan kadar hsCRP ibu dengan riwayat preeklampsia berat dan normotensi. Hasil : Didapatkan wanita pasca melahirkan dengan 49 penderita yang terdiri dari preeklampsia berat 26 (53%) dan normotensi 23 (46,9%). Didapatkan cara persalinan berbeda secara statistik pada kelompok preeklampsia berat dengan mayoritas ekstraksi vakum sebanyak 68% dan pada kelompok normotensi mayoritas persalinan spontan 65,2%. Mean + SD kadar hsCRP pada preeklampsia berat yaitu 4,73 + 3,57 sedangkan pada normotensi 2,42 + 4,14 (p0,05) dan kelompok preeklampsia berat akan meningkatkan resiko kenaikan hsCRP sebanyak 2,5 kali dibanding kelompok normotensi. Simpulan : Kadar hsCRP pada masa nifas pasien dengan preeklampsia lebih tinggi dari pada pasien dengan kehamilan normal. Kata kunci : high sensitivity C-reactive protein, preeklampsia berat, masa nifas.
Latar belakang : Induksi persalinan merupakan prosedur obstetri yang sering dilakukan untuk memicu timbulnya kontraksi baik secara mekanik, farmakologik atau keduanya agar terjadi persalinan pervaginam. Penggunaan USG transvaginal dimanfaatkan untuk memprediksi keberhasilan induksi persalinan. Hingga saat ini masih sedikit informasi mengenai bagaimana memperkirakan risiko dan memberikan penjelasan ke pasien mengenai induksi persalinan. Standar yang digunakan untuk memprediksi luaran induksi persalinan adalah dengan skor Bishop. Pemeriksaan ini bersifat subjektif dengan variabilitas inter dan intraobserver yang tinggi sehingga memiliki nilai prediktif yang rendah dalam hal luaran induksi persalinan. Pemeriksaan dengan menggunakan USG transvaginal dinilai lebih objektif untuk menilai panjang serviks. Selain itu pemeriksaan ini bukan merupakan prosedur yang rumit untuk dilaksanakan kurang invasif dibandingkan pemeriksaan dalam vagina. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain belah lintang (cross sectional study). Semua wanita hamil aterm yang akan menjalani induksi persalinan dari bulan Oktober 2015 - Maret 2016 di RSUP dr. Kariadi Semarang. Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah membandingkan panjang serviks dengan menggunakan USG transvaginal dengan skor bishop dalam memprediksi keberhasilan induksi persalinan. Hasil : Sebanyak 122 pasien yang menjalani induksi persalinan di RSUP Dr. Kariadi Semarang selama periode tahun Oktober 2015 hingga mAret 2016. Dari 120 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, didapatkan perbedaan yang bermakna dalam hal umur, indikasi induksi karena KPD, skor Bishop, panjang serviks dan adanya funneling pada kelompok yang berhasil menjalani induksi persalinan dengan ditandai pembukaan 4 cm dalam waktu < 12 jam. Cut off point untuk panjang serviks adalah 25,45 mm dan 3 untuk skor Bishop dalam memprediksi keberhasilan induksi persalinan. Simpulan : Penelitian ini menunjukkan pengukuran panjang serviks dengan menggunakan USG transvaginal lebih baik dalam memprediksi keberhasilan induksi persalinan daripada skor bishop. Kata kunci : Induksi persalinan, skor Bishop, panjang serviks, USG transvaginal, keberhasilan induksi