Pembahasan dalam buku ini menitikberatkan pada perhitungan dan teknik sampel. Materi yang dibahas dalam buku ini terdiri dari 10 bab. Adapun pembahasan mencakup: landasan pengambilan sampel, pengertian proporsi dan rata-rata. Selain materi tersebut disajikan pula: sampel untuk estimasi proporsi, sampel untuk estimasi rata-rata,sampel untuk uji hipotesis, sampel untuk penelitian epidemologi, sampel untuk penelitian survei (populasi terbatas), sampel untuk desain eksperimen dan metode pengambilan sampel serta metode pengambilan sampel penelitian epidemiologi.
Latar belakang : Malnutrisi kronis dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan atau perawakan pendek yang juga merupakan faktor resiko penyakit kardiovaskuler di kemudian hari. Perubahan fungsi dan morfologi dari sistem kardiovaskuler pada populasi pediatrik dapat diidentifikasi sejak dini menggunakan pemeriksaan ultrasonografi vaskler resolusi tinggi. Tujuan : Untuk menilai korelasi indeks kekauan arteri (menggunakan beta stiffness index (BSI)) dan ketebalan intima media (KIM) karotis pada anak perawakan pendek, berumur 9-11 tahun. Metode : Penelitian analitik observasional belah lintang terhadap subyke 48 anak sehat berumur 9-11 tahun (median 10,43) laki-laki dan 21 perempuan, di Kabupaten Brebes menggunakan ultrasonografi frekuensi tinggi. Analisis statistik menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil : Pemeriksaan dilakukan pada arteri karotis kanan dan kiri, masing-masing sebanyak tiga kali kemudian dihitung reratanya. Rerata dan median dari BSI karotis kanan adalah 3,60 )SD 0,887) dan 3,55 (2,05-5,85); kiri adalah 3,65 (SD 1,031) dan 3,37 (2,19-6,54). Rerata dan median KIM karotis kanan adalah 0,42 mm (SD 0,59) dan 0,42 mm (0,33-60mm); kiri adalah 0,41 mm (SD 0,53) dan 0,40 mm (0,30-0,53)mm). Analisis korelasi antara BSI dan KIM karotis kanan didapatkan nilai p =0.963; kiri p=0.119. Simpulan : Tidak terdapat korelasi bermakna antara indeks kekakuan arteri dan KIM arteri karotis kanan maupun kiri pada anak perawakan pendek umur 9-11 tahun. Kata kunci : indeks kekakuan arteri, ketebalan intima media karotis, perawakan pendek
Pendahuluan : Diameter nervus koklearis diduga berkolerasi dengan jumlah sel ganglion spiral yang mana penentuan kaliber nervus ini dalam kasus SNHL kongenital atau didapat terbukti bermanfaat dalam memprediksi hasil implantasi koklea. MRI digunakan untuk mendeteksi aplasia atau hipoplasia nervus koklearis pada anak-anak dengan gangguan pendengaran sensorineural (SNHL). Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menilai korelasi diameter nervus koklearis dengan derajat SNHL pada pasien kandidat implant koklea di Semarang. Metode : Penelitian dilakukan secara retrospektif analitik observasional. Sampel penelitian adalah 30 pasien yang menderita gangguan SNHL (Sensorineural Hearing Loss) di RSUP dr. KAriadi Semarang yang telah menjalani pemeriksaan BERA (Brain Evoke Responce Audiometry) dan dilakukan MRI kepala selama periode Juli 2015-September 2016. Hasil : Sebagian besar subyek berjenis kelamin laki-laki sejumlah 19 orang (63,3%) dengan kelompok usia terbanyak 1-5 tahun (87%). Berdasarkan analisa BERA, didapatkan ambang dengan penderita SNHL berkisar antara 95-100 desibel untuk telinga kanan dan 90-100 desibel untuk telinga kiri. Menurut uji Rank Spearman, terdapat korelasi yang tidak signifikan diameter nervus koklearis kanan dengan hasil BERA, sedangkan diameter koklearis kiri terdapat korelasi yang signifikan. Simpulan : Terdapat korwlasi yang antara penurunan diameter nervus koklearis telinga kiri dengan peningkatan nilai ambang dengar pasien SNHL, sedangkan pada telinga kanan tidak terdapat korelasi. Ada banyak faktor perancu yang mempengaruhi hasil dari penelitian ini yang mempengaruhi terhadap perbedaan hasil pada kedua telinga. Kata kunci : diameter nervus koklearis, sensorineural hearing loss (SNHL), BERA, MRI
Latar belakang : Sirosis hepatis merupakan hasil akhir dari kerusakan kronis hepar akibat berbagai etiologi, ditandai dengan kerusakan parenkim mengarah kepada fibrosis yang luas dan regresi nodular. Fibrosis hepar berlangsung secara perlahan-lahan dan bertahap menuju sirosis hepatis dekompensata. Derajat sirosis hepatis akan sangat membantu jika dapat ditentukan baik secara klinis maupun dengan pencitraan non-invasif. Derajat sirosis hepatis secara klinis dikaitkan dengan klasifikasi Child-Pugh sedangkan CT scan merupakan modalitas utama yang digunakan pada pasien dengan sirosis hepatis karena dapat menilai dengan baik serta akurat perubahan intra hepatik yang terjadi. Tujuan : Mengetahui kesesuaian derajat sirosis hepatis berdasarkan morfologi hepar secara CT scan dengan klasifikasi Child-Pugh. Metode : Penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional dan menggunakan data rekam medik 26 sampel penderita sirosis hepatis yang memenuhi kriteria inklusi. Data dianalisis dengan uji hipotesis menggunakan Rank Spearman. Hasil : Terdapat kesesuaian derajat sirosis hepatis yang memiliki korelasi tinggi antara total volume hepar secara CT scan dengan klasifikasi child-pugh (r=-0,719; p