Pendahuluan: Nefropati diabetik (ND) merupakan penyebab paling sering pada gagal ginjal kronis di Negara maju dan berkembang. Inflamasi berperan pada ND, C -reactive protein merupakan petanda inflamasi banyak dipakai dan albumin urin merupakan parameter kerusakan endotel glomerulus pada ND, menyebabkan hilangnya fungsi sel epitel viseral pada membran basal glomerulus disertai hiperinsulinemia dan hyperamylinemia yang menyebabkan amyloid pada ND. Tujuan: Penelitian ini bertujuan membuktikan hubungan kadar CRP dan albumin urin dengan amylin pada ND Metode: Observasi analitik dengan pendekatan belah lintang dilakukan pada 29 pasien, terdiri laki – laki 15 (51,7%) dan perempuan 14 (48,3), nefropati diabetik ditetapkan sesuai dengan kriteria ADA. Pelaksanaan bulan Desember 2016 – Januari 2017 diklinik BPJS kota semarang. Pengukuran CRP menggunakan hsCRP ELISA, albumin urin metode solid phase immunochemical dan amylin dengan ELISA. Uji statistik uji korelasi spearmen. Hasil: Rerata kadar CRP = 38,64 ± 19,49 mg/L, albumin urin = 683,48 ± 193,21 mg/g, amylin = 545,10 ± 633,33 Pmol/L, hubungan antara kadar CRP dengan albumin : r = 0,710 dan p = 0,000, antara kadar CRP dengan amylin : r = 0,727 dan p = 0,000. Simpulan: Terdapat hubungan positif kuat antara CRP dengan albumin urin dan amylin. Kata Kunci: ND, CRP, albumin urin, amylin.
Latar belakang Penyakit kardiovaskular penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) dengan hemodialisis (HD). Kadar asam urat (AU) dan magnesium (Mg) serum merupakan prediktor risiko mortalitas kardiovaskular pada PGTA dengan HD. N-terminal pro-B-type natriuretic peptide (NT-proBNP), petanda jantung yang juga prediktor risiko mortalitas kardiovaskular pada PGTA. Tujuan Membuktikan adanya hubungan antara kadar asam urat dan magnesium dengan kadar NT-proBNP pada PGTA dengan HD kronik. Metoda penelitian Penelitian observasional analitik dengan pendekatan potong lintang dilaksanakan pada November 2016-Januari 2017 di RSUD Tugurejo. Sampel diambil secara konsekutif sebelum hemodialisis pada pasien PGTA dengan HD kronik. Kadar AU diperiksa dengan metoda fotometrik enzimatik, kadar Mg diperiksa dengan metode kolorimetrik calmagite-end point, dan kadar NT-proBNP diperiksa dengan menggunakan metoda sandwich ELISA. Analisis data dengan uji korelasi Pearson. Hasil Terdapat hubungan antara kadar AU dengan kadar NT-proBNP ditunjukkan dengan nilai r=0,843; p=0,000, sedangkan antara hubungan antara kadar Mg dengan kadar NT-proBNP ditunjukkan dengan nilai r=-0,569; p=0,000. Simpulan: Terdapat hubungan positif sangat kuat antara kadar AU dengan kadar NT-proBNP dan hubungan negatif sedang antara kadar Mg dengan kadar NT-proBNP pada pasien PGTA dengan hemodialisis kronik. Kata kunci: asam urat, magnesium, NT-proBNP, penyakit ginjal tahap akhir, hemodialisis.
Latar belakang. Hormon testosteron, progesteron dan estriol dapat menyebabkan preeklampsia melalui gangguan endotel pembuluh darah plasenta. Adanya perbedaan hasil penelitian hormon-hormon tersebut pada preeklampsia menyebabkan perlunya dilakukan penelitian ulang. Tujuan. Membuktikan perbedaan kadar hormon reproduksi pada wanita hamil dengan dan tanpa preeklampsia. Metode. Desain penelitian cross sectional, pada 22 wanita hamil dengan preeklampsia dan 30 wanita hamil tanpa preeklampsia yang datang ke beberapa puskesmas dan praktek bidan swasta di kota Semarang bulan Januari-Februari 2017. Pengukuran hormon testosteron, progesteron dan estriol menggunakan metode ELISA. Data dibandingkan dengan menggunakan uji beda independent t-test, dengan nilai signifikansi p < 0,05. Hasil. Rerata kadar testosteron, progesteron dan estriol pada kelompok wanita hamil dengan preeklampsia adalah 0,38 ± 0,1; 58,27 ± 21,2 dan 126,42 ± 40,08. Sedangkan pada kelompok wanita hamil tanpa preeklampsia adalah 0,32 ± 0,09; 69,68 ± 17,08 dan 146,41 ± 30,42 (p = 0,037; 0,037; 0,046). Simpulan. Terdapat perbedaan bermakna kadar testosteron, progesteron dan estriol pada wanita hamil dengan dan tanpa preeklampsia. Kata kunci: Preeklampsia, testosteron, progesteron, estriol.
Latar belakang. Pemeriksaan mikroskopis basil tahan asam pada sputum untuk menunjang diagnosis tuberkulosis paru kadang memberikan hasil negatif palsu. Penelitian-penelitian tentang manfaat biomarker lain seperti carbohydrate antigen -125 (CA-125), C-reactive protein (CRP) dan indeks trombosit sebagai piranti mendukung diagnosis tuberkulosis paru aktif masih diperdebatkan. Tujuan. Membuktikan adanya hubungan antara kadar CA-125, CRP dan plateletcrit dengan derajat positif BTA sputum menurut skala International United Against Tuberculosis (IUATLD) pada penderita tuberkulosis paru aktif. Metode. Penelitian belah lintang dilakukan dengan melibatkan 41 orang laki-laki yang didiagnosis tuberkulosis paru aktif berusia 18 – 60 tahun di Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) wilayah Semarang. Diagnosis dan kategori skala IUATLD ditegakkan berdasarkan BTA sputum. Kadar CA-125, CRP dan plateletcrit dihitung menggunakan alat secara otomatis. Analisis statistik menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil. Enam belas dari 41 penderita tuberkulosis paru aktif (39%) menunjukan BTA 1+, 14 orang (34%) BTA 2+ dan 11 orang (27%) BTA 3+. Hasil uji korelasi antara kadar CA-125, CRP dan plateletcrit dengan derajat skala positif BTA sputum masing-masing menunjukkan hubungan dengan nilai r=0,836;p=0,000 untuk CA-125, r=0,472;p=0,002 untuk CRP dan r=0,358,p=0,022 untuk plateletcrit. Simpulan. Terdapat hubungan positif antara derajat skala positif BTA sputum dengan kadar CA-125, CRP dan plateletcrit. Kata kunci: Tuberkulosis paru aktif, skala IUATLD, CA-125, C-reactive protein, plateletcrit.
Latar belakang. Sepsis merupakan salah satu keadaan dengan angka kematian yang sangat tinggi meskipun protokol penanganan telah sedemikian berkembang. Berbagai penelitian menunjukkan patofisiologi yang sangat kompleks dari sepsis; meliputi inflamasi, koagulasi dan disfungsi organ. Pemeriksaan biomarker dari ketiga proses tersebut berpotensi memberikan pemahaman yang lebih mendalam terhadap patogenesis sepsis, termasuk kemampuannya untuk memprediksi kematian pasien sepsis secara efektif dan efisien, dalam rangka pemberian intervensi yang lebih agresif. Tujuan. Membuktikan bahwa parameter nilai persen reticulated platelet (%rP), kadar procalcitonin (PCT) dan kadar laktat merupakan faktor risiko kematian pada pasien sepsis di Instalasi Rawat Intensif. Metode. Penelitian kohort terhadap pasien sepsis di Instalasi Rawat Intensif (IRIN) RSUP Dr. Kariadi periode Desember 2016-Maret 2017. Ketiga biomarker diperiksa dalam 24 jam pertama pasien dinyatakan sepsis di IRIN, kemudian dilakukan analisis bivariat (mann-whitney dan chi-square). Nilai cut-off optimal ditentukan menggunakan metode ROC. Hasil. Subyek penelitian sebanyak 84 dibagi menjadi kelompok meninggal (56%) dan bertahan hidup (44%). Nilai %rP, kadar PCT dan kadar laktat pada kelompok meninggal lebih tinggi dibandingkan kelompok bertahan hidup (p < 0,0001; masing-masing). Area under curve untuk kematian dalam 28 hari nilai %rP (0,916) ditemukan lebih tinggi dari kadar PCT (0,890) dan kadar laktat (0,891). Risiko relatif nilai %rP 14,559 (3,786-55,990 IK 95%; p < 0,0001), kadar PCT 4,286 (2,178-8,433 IK95%; p < 0,0001) dan kadar laktat 6,613 (2,909-15,031 IK95%; p < 0,0001) terhadap status kematian pasien sepsis. Simpulan. Nilai %rP, kadar PCT dan kadar laktat merupakan faktor risiko terhadap status kematian pasien sepsis di IRIN. Kata kunci: Sepsis, %rP, PCT, laktat, kematian, Instalasi Rawat Intensif.